Berita Pajak
Tak Seluruh Bunga Utang Diakui Sebagai Biaya
Harian Kontan, 14 Januari 2013
JAKARTA. Pengusaha yang memiliki banyak utang bersiaplah. Dalam waktu dekat, kantor pajak akan membatasi bunga utang yang dapat dibiayakan atau bisa diklaim sebagai biaya operasional, sehingga bisa mengurangi laba bersih dan memotong beban pajak penghasilan. Tapi, hingga kini, kantor pajak belum mau membocorkan berapa maksimum beban bunga utang yang bisa dikreditkan sebagai biaya perusahaan. Yang jelas, tujuan aturan ini agar penerimaan pajak tahun ini bisa melonjak. Sementara di sisi lain, pemerintah ingin agar pengusaha tidak tergantung pada utang.
Rencana kantor pajak ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Pajak, Achmad Fuad Rahmany, akhir pekan lalu. "Sekarang, kami tidak mau mengakui bunga utang, seluruhnya sebagai pemotong pajak. Sehingga, upaya wajib pajak untuk mengurangi pajak dengan cara menarik pinjaman sebanyak-banyaknya bisa dikurangi,"ungkap Fuad.
Fuad mengungkapkan, selama ini, pemerintah mengakui seluruh beban bunga sebagai biaya. Akibatnya, korporasi berlomba-lomba mencari utang sehingga biaya operasional membengkak dan beban pajak yang mereka bayar juga berkurang.
Namun, Fuad menyadari, pemerintah harus sangat hati-hati dalam menerapkan aturan ini lantaran sangat rawan resistensi. Makanya, ia bilang, saat ini pemerintah masih terus menggodok kriteria yang akan diterapkan dalam pembatasan pinjaman yang bunga utangnya bisa dijadikan sebagai pengurang pajak.
Yang jelas, beleid pembatasan ini bakal dituangkan dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Tapi, Fuad juga masih enggan membeberkan kapan beleid ini bakal diterbitkan dan mulai diterapkan.
Sekadar catatan, di APBN 2013, pemerintah mematok target penerimaan pajak sebesar Rp 1.031,8 triliun. Untuk mencapai setoran ini, kantor pajak akan mengoptimalkan kepatuhan membayar pajak dari wajib pajak besar, terutama di sektor pertambangan. Sebab, dari sekitar 6.000 pengusaha tambang, baru sekitar 1.000 perusahaan yang membayar pajak dengan patuh.
Untuk menyukseskan rencana ini, kantor pajak akan bekerjasama dengan pemerintah daerah, tempat lokasi perusahaan tambang tersebut beroperasi.
Rawan penolakan
Pengamat pajak dari Universitas Indonesia, Gunadi, bilang, secara ekonomi politik, bakal banyak kendala bagi kantor pajak untuk menerapkan kebijakan ini. Sebab, saat ini kebanyakan perusahaan Indonesia memiliki utang dalam jumlah besar.
Menurut Gunadi, rencana seperti ini sejatinya pernah dilakukan pada tahun 1998. Tapi, belakangan batal lantaran banyak penolakan dari kalangan pengusaha.
Jika berhasil diterapkan, kebijakan bakal, mendongkrak penerimaan pajak, karena pembatasan biaya bunga utang bisa menaikkan penerimaan negara dari dua sisi.Pertama, bunga atas pinjaman yang dibatasi sehingga menaikkan penerimaan pajak sekitar 25% dari bunga yang tidak dapat dikurangkan. "Akibatnya akan menambah biaya perusahaan, tapi tidak ada pengaruhnya bagi kreditur,"jelasnya.
Kedua, tarif pajak 20% atau sesuai tarif Penghindaran Pajak Berganda (P3B) atas bunga yang tidak dapat dikurangkan tersebut, khususnya bagi debitur yang mendapat utang luar negeri. "Semua akan tergantung posisi tawar debitur. Kalau debitur lemah, pajak atas bunga yang tidak dapat dikurangkan akan menjadi beban bagi debitur Indonesia,"ungkap Gunadi.
Kondisi ini menyebabkan debitur perusahaan Indonesia dapat menanggung beban pajak atas bunga sebesar 45% dari beban bunga, atau 25% plus tarif tax treaty. Namun, karena beban pajak ini akan geser kepada masyarakat berupa kenaikan harga barang, akibatnya bakal terjadi high cost economy. Apalagi, saat ini masyarakat Indonesia lebih bersifat konsumen yang kurang rasional, sehingga mekanisme pasar tidak berjalan.
Nah, cara yang perlu dilakukan pemerintah agar tidak terjadi ekonomi biaya tinggi adalah membuat batasan utang dari rasio utang terhadap ekuitas atawa debt to equity ratio (DER). "Ukuran debt equity ratio harus wajar, jangan terlalu rendah. Kalau modal dalam negeri sudah cukup, agar ada kemandirian, pembiayaan DER harus rendah,"tandasnya. Apakah beleid ini bisa keluar dan berjalan efektif?