Harian Kompas, 25 July 2016
Singapura Tampik Kabar Operasi Gagalkan Pengampunan Pajak
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Singapura menampik kabar tentang adanya operasi untuk menggagalkan repatriasi yang diupayakan Indonesia melalui program pengampunan pajak. Hal ini disampaikan oleh Kementerian Keuangan dan Otoritas Moneter Singapura dalam keterangan bersama, Sabtu pekan lalu.
"Tudingan akhir-akhir ini di media massa Indonesia, yang menyebutkan Singapura sedang menerapkan kebijakan untuk menjegal program pengampunan pajak Indonesia, tidak benar. Singapura tidak memotong tarif pajak atau mengubah kebijakan tertentu dalam merespons program pengampunan pajak Indonesia," kata kedua otoritas dalam keterangan bersama tersebut.
Pada poin kedua disebutkan, Singapura menerapkan standar internasional dalam hal pertukaran informasi dan memerangi tindak pencucian uang. Jika ada kasus dugaan penghindaran pajak lintas negara, otoritas terkait bisa berkoordinasi dengan Singapura.
Keterangan bersama tersebut diunggah dalam situs resmi Kementerian Keuangan Singapura. Keterangan hanya terdiri atas dua poin.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo di Jakarta, Minggu (24/7), menyatakan, keterangan bersama itu tidak ada maknanya. Itu karena usaha menggagalkan repatriasi tidak ada urusannya dengan tarif pajak di Singapura atau penerapan standar memerangi pencucian uang.
Menurut Prastowo, Pemerintah Singapura tentu akan menampik tudingan tersebut. Namun, berdasarkan informasi langsung dari warga negara Indonesia yang menyimpan aset di Singapura, tudingan itu adalah benar adanya.
Prastowo ikut melakukan sosialisasi program pengampunan pajak di Singapura dan Medan, beberapa hari lalu. Dalam kesempatan itu, ia mendapatkan informasi dari sejumlah pengusaha secara langsung.
"Saya mendengar hal ini dari beberapa pengusaha yang ditawari langsung. Yang saya dengar, ini adalah kebijakan pemerintah, tetapi dijalankan perbankan. Bukan kebijakan resmi, tetapi semacam operasi," kata Prastowo.
Menurut Prastowo, agen-agen swasta bergerilya merayu warga negara Indonesia yang menyimpan hartanya di Singapura dan berniat untuk mengikuti pengampunan pajak agar tidak melakukan repatriasi ke Indonesia. Mereka menawarkan insentif untuk membuat peserta pengampunan pajak untuk hanya sekadar mendeklarasikan aset saja tanpa melakukan repatriasi.
Menalangi selisih tarif
Tawarannya, perbankan di Singapura akan menalangi selisih tarif tebusan antara repatriasi dan deklarasi aset di luar negeri. Pada periode pertama, yakni 1 Juli-30 September 2016, tarif untuk repatriasi adalah 2 persen dari nilai aset bersih. Sementara tarif untuk deklarasi aset di luar negeri sebesar 4 persen.
Perbankan di Singapura, masih menurut Prastowo, akan menalangi 2 persen dari uang tebusan agar peserta pengampunan pajak cukup melakukan deklarasi saja. Hal ini akan dibayarkan melalui mekanisme pengembalian investasi di Singapura. Dengan kata lain, perbankan di Singapura akan menambah 2 persen atas keuntungan nasabah Indonesia yang tetap menginvestasikan aset di Singapura.
Tempuh sejumlah cara
Secara terpisah, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menyatakan hal serupa. Perbankan di Singapura menempuh sejumlah cara agar nasabah warga negara Indonesia tidak merepatriasi asetnya ke Indonesia.
Pada Juli ini, bank-bank di Singapura gencar melakukan promosi dengan berbagai skema. Salah satu bank, misalnya, menawarkan kenaikan bunga bank dari biasanya 1,8 persen menjadi 4,88 persen.
"Jadi, memang masuk akal apabila mereka kasih subsidi bunga untuk selisih uang tebusan deklarasi dan repatriasi. Jadi, mereka membujuk wajib pajak kita untuk melakukan deklarasi saja ketimbang repatriasi," kata Hariyadi.
Hariyadi memahami, perbankan di Singapura sebagai entitas bisnis pasti akan berusaha dengan berbagai cara agar tidak terjadi repatriasi. Meski demikian, ia tidak khawatir dengan langkah-langkah tersebut.
"Usaha itu tidak akan efektif. Jaringan pengusaha di Apindo sendiri menyatakan tidak tergiur. Mereka tetap akan melakukan repatriasi," ujar Hariyadi.
Aset terbesar
Pemerintah menggelar program pengampunan pajak yang baru efektif berjalan per 19 Juli. Periodenya berakhir pada 31 Maret 2017. Targetnya adalah repatriasi senilai Rp 1.000 triliun, deklarasi aset senilai Rp 3.500 triliun-Rp 4.000 triliun, dan uang tebusan senilai Rp 165 triliun tahun ini.
Singapura adalah salah satu tempat penyimpanan aset warga negara Indonesia di luar negeri. Nilainya diduga yang terbesar dibandingkan dengan negara lain. Aset itu antara lain berupa dana tunai di perbankan dan aset tak bergerak, seperti properti.