Harian Kontan, 11 August 2016
JAKARTA. Angin baik berembus dari Istana. Pemerintah akan menurunkan tarif pajak penghasilan (PPh) badan dari saat ini 25% menjadi 17%.
Penurunan tarif PPh badan akan masuk dalam revisi Undang-Undang (UU) tentang Pajak Penghasilan dan UU tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Rencana ini diungkapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Selasa malam, di Semarang.
Presiden menginginkan tarif PPh badan di Indonesia bersaing dengan Singapura yang sekitar 10%-16%. "Tidak menutup kemungkinan penurunan langsung ke 17%, jika setelah dikalkulasi memang memungkinkan," ujar Presiden, dalam pernyataan tertulis yang dirilis Rabu (10/8).
Adapun besarannya masih dihitung, termasuk pelaksanaan penurunannya. Pemerintah juga masih menimbang proses penurunannya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, pemerintah akan mengajukan berbagai skenario perubahan dalam UU Perpajakan, termasuk penurunan tarif PPh badan. "Kami akan melakukan berbagai kajian dan hitung-hitungannya," katanya.
Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Hendrawan Supratikno, menyarankan pemerintah mempertimbangkan matang-matang rencana ini agar tidak mengganggu penerimaan negara. "Jangan hanya demi bersaing dengan Singapura," tandas Hendrawan. Dia menambahkan, sampai saat ini, Komisi XI DPR belum menerima draf RUU Pajak Penghasilan dari pemerintah.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai, penurunan tarif pajak penghasilan bagi perusahaan memang diperlukan, utamanya untuk menggairahkan industri dan menarik investasi.
Namun, dia menyarankan agar penurunan tarif tersebut dilakukan secara bertahap. Misalnya, turun bertahap menjadi 20% lebih
dulu dan selanjutnya menjadi 17%.
Prastowo menilai, sistem perpajakan di Indonesia belum cukup kuat. Indonesia belum memiliki agenda reformasi perpajakan yang jelas, sehingga proses penurunan tarif harus dihitung cermat.
Apabila tarif PPh badan diturunkan secara drastis, penerimaan pajak bisa terkoreksi tajam. Untuk itu, "Perbaiki dulu regulasi, kompetensi dan administrasi, jika langsung turun, agar wajib pajak tidak dapat double insentif," kata Yustinus.
Rony Bako, pengamat pajak dari Universitas Pelita Harapan, mendukung ide penurunan tarif pajak bagi pengusaha. Dia juga setuju, sebelum menurunkan tarif pajak, pemerintah harus memperbaiki sistem pajak agar penerimaan negara tidak turun.
Beberapa hal yang harus dibenahi adalah, pertama, memperluas subjek pajak atawa pembayar pajak. Saat ini aturan pajak hanya fokus pada usaha berbadan hukum. Nantinya, semua aktivitas usaha barang dan jasa, berbadan hukum atau tidak, harus menjadi subjek pajak.
Kedua, membuat mekanisme sederhana. Jenis biaya juga harus diperjelas untuk mengurangi beban pajak.