Harian Kontan, 8 November 2016
Kementerian ESDM akan berikan kepastian soal perlakuan restitusi pajak pertambahan nilai
JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah menyelesaikan persoalan restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) generasi I dan generasi III. Harapannya, pasca revisi, ada kepastian kontrak dengan perusahaan PKP2B.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot menyebut, kewajiban pajak dalam kontrak PKP2B generasi I bersifat tetap alias nailed down. Artinya, besaran dan jenis pengenaan pajak tidak berubah selama kontrak berlangsung.
Adapun, PKP2B Generasi III kewajiban pajaknya bersifat lex spesialis. Yakni besaran dan pengenaan pajak mengikuti peraturan pada saat kontrak diteken. "Kami berharap amandemen kontrak selesai dengan rumusan fair dan win win solution serta bisa menjawab permasalahan ini," katanya di kantor Adaro Institute, Senin (7/11).
Namun, Bambang belum bersedia menjelaskan detil rumusan amandemen kontrak yang bisa menyelesaikan sengkarut tunggakan royalti para PKP2B Generasi I maupun Generasi III tersebut.
Ia hanya bilang Kementerian ESDM masih berharap supaya amandemen kontrak bisa selesai tahun ini juga. Ini sesuai permintaan Menteri ESDM Ignasius Jonan yang ingin amandemen kontrak bisa rampung paling cepat akhir tahun ini atau paling telat awal 2017.
Berdasarkan data Kementerian ESDM piutang perpajakan PKP2B generasi pertama periode 2008 sampai 2012 mencapai Rp 21,85 triliun. Piutang ini muncul setelah PKP2B Generasi Pertama membayar PPN di luar kewajiban dalam kontrak.
Dalam kontrak itu menyebutkan pajak yang timbul dari luar kontrak menjadi beban pemerintah dan akan diperhitungkan (reimburse) dengan mekanisme mengurangkan (set off) dari kewajiban Dana Hasil Produksi Batubara (DHPB).
Adaro siap
Berdasarkan data Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) menyebut restitusi PPN terhadap PKP2B ini perlakuannya belum sama (equal). Pasalnya ada PKP2B yang mendapatkan restitusi PPN dan ada yang tidak mendapatkan restitusi. Perbedaan perlakuan itu lantaran mekanisme restitusi melalui pengadilan pajak.
Bambang menegaskan, apabila amandemen kontrak sudah diselesaikan, maka tidak ada perbedaan tafsir kewajiban pajak. Pasalnya pengenaan pajak bakal mengikuti ketentuan yang berlaku. "Untuk mempercepat proses penyelesaikan set off piutang PKP2B perlu koordinasi dengan Kementerian Keuangan dan BPKP," ujarnya.
Sebagai pemegang PKP2B Generasi I, Presiden Direktur Adaro Energy Garibaldi Thohir tidak mau menyinggung masalah tunggakan royalti itu. Namun ia mengklaim Adaro sudah meneken nota kesepahaman amandemen kontrak dengan Kementerian ESDM di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.
"Adaro yang tersiap. Seharusnya setelah meneken nota kesepahaman langsung amandemen kontrak. Tapi karena ada satu dan lain hal seperti pucuk Menteri ESDM diganti jadi belum siap," ujarnya.
Garibaldi mengklaim, untuk enam isu amandemen kontrak, seperti luas wilayah kerja, kelanjutan operasi penambangan, penerimaan negara, kewajiban pengolahan dan pemurnian, kewajiban divestasi, dan kewajiban penggunaan tenaga kerja, barang dan jasa pertambangan dalam negeri sudah ada kesepakatan antara Adaro dan ESDM.
Ia pun mempersilakan bila pemerintah nanti membuat keputusan mengubah perjanjian amandemen kontrak. "Kami mempersilakan pemerintah memutuskan," timpal pria yang akrab disapa Boy Tohir ini.