Berita Pajak
Pedoman Terbit, Aparat Pajak Siap Periksa Harta
Harian Kontan, 29 September 2017
JAKARTA. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor SE-24/PJ/2017 tentang petunjuk teknis penilaian harta selain kas yang bisa dikenakan pajak penghasilan (PPh). SE ini merupakan aturan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2017 mengenai pengenaan PPh atas harta bersih yang diperlakukan atau dianggap sebagai penghasilan.
Dengan keluarnya aturan teknis ini, maka bersiap-siaplah menerima tamu tidak diundang yang akan memeriksa aset-aset berharga untuk dikenakan PPh. Untuk tahap awal, Ditjen Pajak mengaku akan fokus ke wajib pajak (WP) yang tidak mengikuti pengampunan (amnesti) pajak dan tidak melaporkan harta dalam surat pemberitahuan (SPT) secara benar.
Surat edaran ini terbit pada 22 September 2017 dan baru dipublikasikan enam hari kemudian. Surat ini menjadi pedoman bagi seluruh petugas pajak untuk menilai harta WP dalam rangka menjalankan amanat UU amnesti pajak. "Standar penilaian ini untuk kepastian serta menjamin prosedur penilaian yang objektif, sehingga dapat mengurangi potensi terjadinya sengketa antara petugas pajak dengan wajib pajak," kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Hestu Yoga Saksama, Kamis (28/9).
Secara umum, SE ini mengatur bahwa penilaian harta selain kas dilakukan sesuai kondisi dan keadaan pada 31 Desember 2015. Ini berarti jika Anda memiliki harta berupa emas yang dibeli tahun 2005 seharga Rp 147.000 per gram dan belum dimasukkan dalam SPT tahun 2015, maka nilai penghitungan dasar pajak yang dikenakan atas emas itu bukan seperti pada saat pembelian, melainkan nilai emas tahun 2015 yang di kisaran Rp 507.000 per gram, menurut harga jual di PT Aneka Tambang. Nilai itu dikalikan dengan tarif 30%.
Bisa jadi besok
SE menyebutkan tiga pedoman dalam penilaian harta non kas. Pertama, terhadap aset yang atasnya terdapat nilai yang ditetapkan pemerintah, nilai aset menggunakan nilai yang ditetapkan pemerintah. Kedua, terhadap aset yang tidak memiliki acuan nilai yang ditetapkan pemerintah, nilai aset tersebut menggunakan nilai atau harga yang telah dipublikasikan lembaga atau instansi terkait.
Ketiga, terhadap aset yang tidak memiliki acuan nilai yang ditetapkan pemerintah dan tidak terdapat nilai atau harta yang dipublikasikan lembaga atau instansi terkait, nilai ditentukan secara objektif dan profesional sesuai standar penilaian mengacu Surat Edaran Dirjen Pajak SE-54/PJ/2016 tentang Petunjuk Teknis Penilaian Properti, Penilaian Bisnis, dan Penilaian Aset Tak Berwujud untuk Tujuan Perpajakan.
Menurut Hestu, petugas pajak akan datang ke WP pasca terbitnya surat peringatan kedua (SP2). "Bisa saja pemeriksa datang besok, kami ingin sebelum benar-benar memeriksa kami lakukan validitas data, kami akan lihat nilainya, baru dilakukan pemeriksaan, diterbitkan SP2," jelasnya.
Wakil Industri Keuangan Non-Bank Dewan Pimpinan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Siddhi Widyapratama menilai SE ini memperjelas yang sebelumnya tidak didapatkan dalam PP 36. Hanya menurut Siddhi, pada beberapa item harta, seperti harta tak berwujud, dan saham PT tertutup perlu dipahami lebih lanjut sesuai dengan surat edaran tersebut.
Ketua Hipmi Tax Center Ajib Hamdani mengaku masih kecewa dengan kebijakan ini. "Pemerintah harus berpikir dari dua sisi, pemberdayaan ekonomi dengan instrumen fiskal dan sisi lain untuk tujuan pengumpulan pajak. Filosofii ini yang seolah-olah menjadi absurd, pajak ini menjadi institusi pelayanan atau penegak hukum," jelas Ajib. Saat ekonomi yang melambat, kebijakan ini dianggap kontra-produktif.