Berita Pajak
UMKM Wajib Pajak Tak Sampai 10 Persen
Harian Kompas, 28 June 2018
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Hestu Yoga Saksama di Jakarta, Rabu (27/6/2018), memaparkan, penerimaan dari UMKM naik dari Rp 428 miliar pada 2013, lalu Rp 2,2 triliun (2014), Rp 3,5 triliun (2015), Rp 4,3 triliun (2016), dan Rp 5,8 triliun (2017).
Jumlah pelaku UMKM wajib pajak yang membayar juga naik. Pada 2013 tercatat 220.000 usaha wajib pajak dan tahun lalu menjadi 1,5 juta usaha. Di sisi lain, jumlah UMKM yang tercatat sekitar 60 juta unit usaha.
Oleh karena itu, penurunan Pajak Penghasilan (PPh) final dari 1 persen menjadi 0,5 persen yang diumumkan pemerintah pekan lalu dan mulai berlaku mulai 1 Juli 2018 diharapkan menambah jumlah UMKM wajib pajak. ”Kebijakan itu diharapkan meningkatkan peran UMKM dalam menopang penerimaan fiskal nasional,” kata Hestu.
Menurut Hestu, jumlah wajib pajak dari UMKM belum mencapai 10 persen karena masih banyak pelaku yang berada di rentang penghasilan tidak kena pajak (PTKP), yakni di bawah Rp 4,5 juta per bulan.
Secara material, kata Hestu, penurunan PPh final tidak signifikan terhadap penerimaan pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang tahun ini ditargetkan Rp 1.423 triliun.
Tak kena pajak
Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia Muhammad Ikhsan Ingratubun mengatakan, lebih dari 90 persen UMKM berada di tingkat usaha mikro. Usaha mikro dan kecil yang beromzet sekitar Rp 60 juta per bulan atau Rp 720 juta per tahun tidak perlu dikenai pajak. ”Alokasi penghasilan untuk pajak ini bisa jadi modal untuk mengembangkan usaha hingga naik kelas menjadi usaha yang wajib pajak,” ujarnya.
Wakil Ketua Dagang dan Industri Jakarta Sarman Simanjorang berpendapat, angka 0,5 persen dapat meningkatkan jumlah wajib pajak yang membayar. Namun, pemerintah tetap harus berusaha dalam menaikkan tingkat UMKM, dari usaha mikro menjadi usaha kecil, lalu menengah, dan besar.
Ketua Bidang Usaha Kecil dan Mengengah-Industri Kecil dan Menengah Asosiasi Pengusaha Indonesia Ronald Walla berpendapat, agar bisa naik kelas, UMKM harus dibina secara langsung, terutama oleh Kementerian Koperasi dan UKM; Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi; serta pemerintah daerah. ”Susunan kurikulumnya harus diperjahitkan. Metodenya dapat berupa mentoring,” katanya.
Hari UMKM Internasional
Dampak positif bagi lingkungan dinilai penting agar wirausaha berkelanjutan. Pengembangan usaha kecil dan menengah serta semangat kewirausahaan butuh peran berbagai pemangku kepentingan. Demikian antara lain mengemuka pada peringatan Hari UMKM Internasional 2018 di Jakarta, Rabu (27/6/2018).
Tahun ini menginjak tahun kedua peringatan Hari UMKM Internasional yang oleh Sidang Umum PBB ditetapkan setiap 27 Juni. Namun, di Indonesia Hari UMKM Internasional baru pertama kali ini diperingati. International Council for Small Business (ICSB) Indonesia—yang dipimpin Hermawan Kertajaya—menginisiasi peringatan dengan mengusung tema ”Humane Entrepreneurship for Better Indonesia”.
Kepala Bidang Organisasi ICSB Indonesia Samsul Hadi mengatakan, UMKM di Indonesia diharapkan menuju go modern, go digital, dan go global.