Berita Pajak
Lembaga Keuangan Wajib Laporkan Aliran Dana, PPATK Ingin Mencegah Larinya Aset Ke Luar Negeri Karena Upaya Menghindari Pajak
Harian Kontan, 21 Maret 2013
JAKARTA. Terhitung mulai pertengahan tahun ini, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi (PPATK) akan memperketat pengawasan aliran dana dari dalam dan ke luar negeri atau sebaliknya. Setiap perusahaan penyelenggara jasa keuangan wajib melaporkan aktivitas aliran dananya ke PPATK.
Ini adalah konsekuensi UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Dalam Pasal 23 ayat 1 huruf c, terhitung lima tahun setelah berlakunya UU, akan berlaku kewajiban lapor transaksi keuangan bagi jasa keuangan atau International Fund Transfer Instruction Report (IFTI).
Menurut aturan itu, mestinya aturan ini baru berlaku Oktober 2015. Hanya saja, desakan adanya kebutuhan pemberantasan tindak pidana korupsi, pencucian uang, serta terkait pendanaan terorisme, pelaksanaannya dipercepat menjadi 2013.
Agus Santoso, Wakil Ketua PPATK menjelaskan, selama ini, PPATK menggunakan dua instrumen untuk mencegah dan mendeteksi pencucian uang. Yakni, melalui pelaporan transaksi mencurigakan dan melalui pelaporan transaksi tunai di atas Rp 500 juta.
IFTI menjadi instrumen baru bagi PPATK untuk memberantas tindak pidana pencucian uang. "Semua transfer uang dari dan ke luar negeri akan dilaporkan ke PPATK tanpa ada ambang batas. Istilahnya Rp 1 saja dilaporkan," kata Agus, Rabu (20/3).
Pemberlakuan IFTI juga memungkinkan PPATK mengetahui semua transaksi transfer dana dari dan ke luar negeri dengan detail, terkait siapa yang mengirimkan, penerima, termasuk lokasi mereka, serta besaran dana yang dikirim.
Dengan begitu, PPATK bisa mendeteksi transaksi lintas batas negara, termasuk transaksi narkotika, pendanaan terorisme, hingga transaksi yang berbau pengiriman aset hasil korupsi oleh koruptor.
Agar penerapan lancar, PPATK bekerjasama dengan enam bank dan KUPU (Kegiatan Usaha Pengiriman Uang) sebagai pilot project pelaksanaan sistem ini.
Optimalkan pajak
Agus bilang, aturan ini bisa membantu pemerintah menarik lebih banyak pajak dari para pemilik dana.
Utamanya dari wajib pajak yang suka menyimpan dana di luar negeri. Kata Agus, PPATK akan melaporkannya ke Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak bila menemukan indikasi adanya transfer aset ke luar negeri. Tindakan ini sering dilakukan pengusaha nakal demi meraup keuntungan dengan menghindari pajak.
Boedi Armanto, Direktur Eksekutif Departemen Akunting dan Sistem Pembayaran Bank Indonesia (BI) menilai kebijakan ini akan berdampak positif bagi penerimaan keuangan, dan pengelolaan devisa Indonesia.
Berlakunya IFTI menjadikan Indonesia menjadi negara ketiga setelah Australia dan Kanada yang menerapkan kebijakan ini. Di Australia, kebijakan ini mampu mendeteksi transaksi warganya dengan negara Iran. Padahal, Iran terkena embargo ekonomi karena program nuklirnya.