Berita Pajak
Pajak rokok 10% dari cukai berlaku tahun 2014
kontan.co.id, 24 Februari 2012
JAKARTA. Para produsen rokok harus bersiap merogoh kocek lebih dalam. Rencananya, pemerintah mulai memungut pajak rokok awal tahun 2014, sesuai amanah Undang-Undang Nomor 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Tarif pajak yang akan dikenakan sebesar 10% dari tarif cukai rokok. Pemungutan pajak rokok ini akan dilakukan oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai. Namun, hasil pemungutan tersebut selanjutnya diserahkan dan menjadi pajak daerah.
Nah, saat ini Ditjen Bea Cukai sedang menyiapkan tata cara dan mekanisme pemungutan pajak rokok ini. Salah satu alternatifnya, pajak rokok dipungut bersamaan dengan pemungutan cukai. Jadi, ketika produsen rokok membayar setoran cukai rokok, pada saat bersamaan mereka juga akan membayar pajak rokok yang besarnya 10% dari setoran cukai yang mereka bayarkan tersebut.
Sebagai ilustrasi. Taruh kata seorang produsen rokok menyetorkan cukai rokok Rp 100 juta. Ia juga harus membayar tambahan pajak rokok sebesar Rp 10 juta.
Iswan Ramdana, Direktur Cukai Ditjen Bea Cukai, mengatakan, idealnya pajak rokok ini dipungut daerah. Sebab, pajak rokok akan menjadi pajak daerah. Namun, karena UU Nomor 28 Tahun 2009 mengamanatkan pemungutan pajak ini ke Bea Cukai, maka Ditjen Bea Cukai mulai menyiapkan mekanismenya.
Dengan begitu, ketika beleid ini diterapkan, proses pemungutan pajak rokok tidak menimbulkan masalah. "Kami masih mengkaji mekanisme pemungutan pajak ini," kata Iswan kepada KONTAN, kemarin (23/2).
Pajak rokok tersebut akan dibebankan kepada produsen rokok. Toh, kata Isman, ujung-ujungnya nanti para produsen rokok pasti akan membebankan pajak tersebut lagi ke konsumen dengan menaikkan harga jual rokok. "Ya seperti tarif cukai rokok kalau naik," ujar Iswan.
Sesuai UU Pajak Daerah dan retribusi Daerah, penerimaan pajak rokok tersebut, baik yang bagian provinsi maupun bagian kabupaten/kota, harus dialokasikan minimal 50% untuk mendanai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum.
Mematikan industri
Tentu saja, para produsen rokok keberatan dengan rencana pemungutan pajak rokok tersebut. Keberatan itu datang dari pengusaha rokok kecil menengah di daerah. Sekretaris Jenderal Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi) Suhardjo mengatakan, pengusaha rokok kecil yang paling terkena imbas pajak rokok tersebut. Ia khawatir pajak rokok ini akan mematikan mereka.
Saat ini saja banyak industri rokok menengah kecil yang berguguran. Sebagai perbandingan, tahun 2008, jumlah pabrik rokok kecil menengah di Malang, Jawa Timur, masih sebanyak 503 pabrik. Saat ini jumlahnya merosot dan tersisa hanya 147 pabrik. "Ini seperti sengaja menggali kuburan bagi pengusaha rokok," kata Suharjo.
Setoran naik
Pemerintah tengah menyiapkan rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2012. Rencananya, 1 Maret 2012 nanti, draf RAPBN Perubahan 2012 akan disodorkan ke DPR.
Sejumlah asumsi makro tahun ini, seperti pertumbuhan ekonomi, harga minyak mentah Indonesia, dan produksi minyak (lifting), rencananya bakal berubah. Konsekuensi dari perubahan asumsi makro ekonomi tersebut, sejumlah pos di APBN 2012 pun bakal ikut berubah.
Sebagai contoh, penerimaan negara dari bea dan cukai. Agung Kuswandono, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan mengatakan, target penerimaan bea cukai tahun ini kemungkinan akan dinaikkan. Cuma, ia belum bisa menyebutkan berapa target penerimaan bea cukai dalam APBN Perubahan 2012 kelak. "Saat ini masih dihitung oleh Kementerian Keuangan. Kami sih siap saja," ujarnya, kemarin.
Namun, Agung menyatakan, kemungkinan target baru penerimaan bea dan cukai nanti mendekati realisasi penerimaan tahun 2011 lalu. Sekadar informasi, tahun lalu penerimaan bea dan cukai mencapai Rp 131,08 triliun. APBN 2012 menetapkan target penerimaan bea dan cukai sekitar Rp 118,3 triliun (lihat tabel).
Agung menambahkan, semua pos penerimaan bea cukai, yakni bea masuk, bea keluar, dan cukai bakal ditambah dari target di APBN 2012. "Tahun lalu di APBN Perubahan 2011, kami ditambahi target penerimaan sekitar Rp 6 triliun," tuturnya.
Toh, tambahan target tersebut bisa terlewati. Mungkin yang akan berat adalah penerimaan dari bea masuk, karena tarif bea masuk kebanyakan saat ini sudah 0%.