Berita Pajak
Sulit Dapat Data Potensi Pajak, Instansi Dan Lembaga Pemerintah Lainnya Menolak Membantu
Harian Kompas, 26 November 2013
"Hampir semua pengelola izin usaha sulit dimintai data potensi pajak. Bahkan, ada yang mengatakan ini rahasia kami. Implikasinya potensi pajak yang hilang kemungkinan besar," kata Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kismantoro Petrus di Jakarta, Senin (25/11).
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 35 A Ayat 1 menyebutkan, setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain, wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada DJP. Jika data yang diberikan dinilai tak cukup, sesuai Pasal 35 A Ayat 2, DJP berwenang meminta tambahan data dan informasi.
Ketentuan lebih lanjut sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2012 tentang Pemberian dan Penghimpunan Data dan Informasi yang Berkaitan dengan Perpajakan menyebutkan, instansi pemerintah yang wajib memberikan data dan informasi ke DJP meliputi kementerian, lembaga pemerintah non-kementerian, instansi pada pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan instansi lainnya. Di luar itu adalah asosiasi.
"Sebagian besar data semestinya otomatis diberikan ke DJP. Namun, kenyataannya banyak yang tidak melaporkan. Bahkan, diminta pun luar biasa sulitnya, baik dari kementerian, lembaga negara, pemerintah daerah, maupun asosiasi," kata Kismantoro.
Data milik DJP, menurut Kismantoro, dihimpun DJP sendiri dari berbagai sumber. Meski demikian, data itu tidak komprehensif, kurang mencerminkan kondisi riil. Artinya ada lubang besar dalam sistem perpajakan.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, misalnya, memiliki data izin usaha penambangan, jumlah tambang, tingkatan tambang, berikut produksinya. Kementerian Kehutanan memiliki data izin hak pengusahaan hutan (HPH) dan luas lahan berikut pihak yang mendapatkan konsesi. Kementerian Perhubungan memiliki antara lain data kepemilikan kapal pesiar dan jumlah kapal ikan berikut volume tangkapannya.
Contoh data-data tersebut, kata Kismantoro, tak seutuhnya diberikan kepada DJP. Demikian pula sebaliknya ketika DJP meminta, tak semuanya diberikan secara lengkap.
Secara terpisah ekonom Sustainable Development Indonesia, Dradjad Hari Wibowo, menyatakan keheranannya dengan kenyataan itu. Apalagi hal itu menyangkut koordinasi antar-instansi pemerintah.
"DJP, kan, bisa mengakses karena semua izin memerlukan NPWP (nomor pajak wajib pajak). Jadi, kalau tidak ada NPWP, tidak dikasih izin. Dan semua perusahaan ketika daftar di notaris harus mengurus NPWP. Jadi, kalau sistem itu jalan, seharusnya DJP langsung tahu," kata Dradjad.