Berita Pajak
Rupiah Tembus Rp 12.000, BI Wacanakan Deposito Non Pajak
beritametro.co.id, 29 November 2013
Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diperparah dengan keraguan para investor bahwa Pemerintah Indonesia mampu merampingkan jumlah defisit transaksi berlajan dan perdagangan negara.
Analis pasar uang dari Universitas Indonesia, Lindawati Susanto, mengatakan pelemahan rupiah dipicu oleh laju permintaan dolar yang begitu tinggi menjelang akhir bulan. "Besarnya kebutuhan korporasi untuk membayar utang jatuh tempo menyebabkan likuiditas dolar berkurang," kata dia.
Berdasarkan siklus alamiah, menurut Lindawati, tekanan dolar sedang tinggi-tingginya di akhir bulan dan kembali normal ketika memasuki awal bulan. Sebab, pada dasarnya, pelemahan rupiah sangat tergantung pada seberapa besar likuiditas dolar di pasar domestik.
Angka klaim pengangguran Negeri Abang Sam turun menjadi 316 ribu dibandingkan dengan data bulan sebelumnya. "Data ini memunculkan spekulasi pengurangan stimulus Bank Sentral Amerika akan dipercepat di kuartal pertama tahun 2014," ungkap Lindawati. Kemungkinan penarikan dana stimulus Bank Sentral Amerika Serikat (tapering The Fed) ditambah sejumlah faktor internal di dalam negeri telah menghantam rupiah hingga amblas ke level Rp 12.000 per dolar AS.
Sementara itu, Gubernur BI Agus Martowardojo menilai rupiah saat ini masih dalam kondisi yang mencerminkan fundamental ekonomi Indonesia. Memang diakui Agus, penurunan nilai tukar rupiah dipicu sejumlah faktor eksternal dan peningkatan permintaan dolar menjelang akhir bulan.
"Soal deposito bebas pajak untuk menarik pulang dana orang Indonesia di luar negeri. Dana-dana tersebut dinilai bisa dimanfaatkan untuk pembiayaan di tanah air. Jadi kita tidak perlu pinjam dari pasar keuangan global. Hanya pinjam dari orang rantau di luar negeri,” kata Agus.
Kebijakan deposito bebas pajak tersebut, kata Agus, sudah diterapkan di India. Hasilnya, negara tersebut tak banyak meminjam valas dari pasar global. Agus tampaknya lebih melihat peluang penerapan kebijakan semacam ini daripada memberlakukan tax amnesty. “Itu (tax amnesty) tidak fair bagi penguasaha yang sudah tertib bayar pajak dan semakin tertib,” kata dia.
Menteri Keuangan Chatib Basri juga tak menyarankan adanya tax amnesty. Alasannya, secara politik kebijakan itu sulit dilakukan dan ia tak yakin secara legal hal itu dimungkinkan. “Kalau misal uang berasal dari sumber yang tidak bisa dipertanggungjawabkan, bagaimana itu?” kata dia.
Presiden Direktur Bank Central Asia, Jahja Setiaatmadja, berpendapat, ide deposito bebas pajak bisa saja menarik dana orang Indonesia di luar negeri. “Karena itu, masalah sensitivity orang terhadap bunga, kalau dibebaskan dari pajak tentu akan menarik,” kata dia. Ia menjelaskan, dana-dana orang Indonesia yang ditempatkan di luar negeri, dimanfaatkan oleh negara lain. Kalau dana itu bisa diinvestasikan di Indonesia dan dimanfaatkan untuk ekonomi Indonesia, dampaknya akan sangat positif dan bisa membantu penguatan rupiah terhadap dolar.