Berita Pajak
Sulit Hentikan Penghindaran Pajak
koran-jakarta.com, 19 September 2014
Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Fuad Rahmany, di Jakarta, Kamis (18/9), mengatakan aksi transfer pricing sudah menjadi isu global. Hal ini lantaran dampak ikutan adanya globalisasi dunia berkompetisi dikombinasi dengan tarif pajak yang tidak sama antar negara.
Pasalnya, negara-negara kecil cenderung tarif pajaknya lebih rendah sehingga mendapatkan keuntungan dari aksi transfer pricing.
“Sebagian negara tax-nya terlalu tinggi, kita saja tax rate-nya 25 persen, sedangkan Amerika Serikat sebesar 30 persen, jadi perusahaan AS diuntungkan kalau produksinya di Indonesia,” kata Fuad.
Jika Indonesia ingin menekan kerugian akibat transfer pricing, maka bisa dengan menurunkan tarif pajaknya setara dengan Singapura yang dipatok 16 persen.
“Sekarang kita berani tidak menurunkan sampai 16 persen,” kata Fuad.
Dia mengakui selama ini ada masukan dari pengusaha untuk menurunkan tarif pajak ke level 20 persen sehingga selisih antara kerugian dan keuntungan tidak terlalu jauh. Namun, pihaknya mengakui untuk mengubah kebijakan tersebut harus meminta persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) serta membuat kajian-kajian yang sangat matang.
“Sudah ada usul ke kita untuk turun ke 20 persen dan harus dipertimbangkan, sehingga transfer pricing ke Singapura akan berkurang. Karena tidak ada alasan bagi pengusaha untuk taruh kantornya di sana,” jelasnya.
Kendati demikian, sambung dia, ada kekhawatiran jika tarif pajak diturunkan ke 20 persen bisa menggerus keuntungan yang ada saat ini. Pasalnya, penurunan tarif ini memang bisa menekan transfer pricing tetapi potensi pendapatan negara bukan dari transfer pricing tetapi lebih besar di dalam negeri salah satunya wajib pajak pribadi.
“Cuma 11 persen perusahaan di Indonesia baru bayar pajak, kita dapat wajib pajak pribadi baru 45 persen misalnya kita ambil 20 juta wajib pajak itu bisa dapat 100 triliun–200 triliun rupiah jauh lebih besar dari transfer pricing,” kata Fuad.
Oleh karena itu, perlu ada opsi lainnya agar aksi transfer pricing ini bisa dihilangkan. Salah satunya dengan men-discourage para pengusaha Indonesia yang ada di luar negeri sehingga keuntungan pajak yang didapatkan tidak bisa menutup kerugian di negara mereka membangun produksi dan distribusinya.
“Kita sedang pikirkan itu dan secara legal juga sulit untuk digugat,” katanya.
Ada peningkatan
Fuad, dalam kesempatan itu, menyampaikan realisasi penerimaan pajak sampai 15 September 2014 mencapai 653 triliun rupiah atau 65 persen dari target penerimaan pajak dalam APBN-P 2014 sebesar 1.200 triliun rupiah. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu penerimaan pajak mengalami peningkatan karena periode tahun lalu realisasi penerimaan pajak baru mencapai 59 persen dari target.
“Mudah-mudahan 3 bulan ke depan penerimaan pajak bisa mencapai target,” jelasnya.
Dia mengatakan realisasi penerimaan pajak berdasarkan jenis pajaknya adalah PPH nonmigas 334 triliun rupiah, PPN dan PPnBM sebesar 245 triliun rupiah, dan PBB sebesar 1,4 triliun rupiah.