Berita Pajak
Kepatuhan Pembayar Pajak Indonesia Turun
inilah.com, 10 October 2014
“Di antara negara-negara di Asia, pada periode 2008-2013, tax ratio kita terbilang rendah. Yaitu hanya 13,3%. Bandingkan dengan Korea Selatan, misalnya, yangtax ratio-nya sudah 24%,” ungkap Peneliti Analis Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo saat bicara pada diskusi panel berajuk “Pajak untuk Kesejahteraan Rakyat,” yang diselenggarakan Forum Purnabakti Eselon 1 Indonesia (Forpesi), di Jakarta, Kamis (9/10).
Berdasarkan data yang ada, nilai tax ratioyang rendah antara lain tersebar di sektor pertanian, perkebunan, dan kehutanan. Hal ini juga terjadi pada sektor konstruksi yang tax ratio-nya baru 1,59%.
“Padahal presiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah menargetkantax ratiokita 19%. Tapi sampai kini angkanya tidak jauh dari 13%. Itulah sebabnya dibandingkan negara-negara di Asia, Indonesia termasuk tertinggal,” kata Yustinus.
Menurut dia, tidak maksimalnya penerimaan sektor pajak disebabkan distribusi pendapatan yang tidak merata. Berdasarkan Palma Index, jumlah orang kaya Indonesia hanya 2%. Meski begitu, akumulasi pendapatan mereka semakin tinggi dan terus melonjak sejak 1999. Di sisi lain, pendapatan jumlah orang miskin dan menengah cenderung stagnan.
Yustinus berpendapat, burukya tax ratio ini masih ditambah dengan tingkat kepatuhan membayar pajak yang cenderung turun. Sejak 2012 kepatuhan pembayaran pajak baru 60%
“Kondisi perpajakan yang buruk ini terjadi karena distribusi pendapatan yang tidak merata.Contohnya nilai PPh non-karyawan, angkanya stagnan di Rp 5 triliun. Padahal PPh pegawai mencapai Rp 105 triliun lebih. Ini bukti kesadaran dan kepatuhan pembayar pajak kita memang rendah dan terus menurun,” paparnya.
Dia menilai, soal ini menjadi tugas presiden terpilih. Presiden harus meningkatkan koordinasi antarlembaga, agar tujuan utama pajak untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat bisa dicapai.