Berita Pajak
Paket Kebijakan Ekonomi Mulai Berlaku April 2015
Harian Kontan, 2 April 2015
Kewajiban L/C itu diatur lewat Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 4 tahun 2015 yang mewajibkan ekspor produk strategis menggunakan L/C. Sebelumnya, Kementerian Perdagangan mewajibkan empat produk ekspor strategis menggunakan L/C dalam pembayaran ekspor.
Keempat produk ekspor itu adalah minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan minyak inti sawit (CPKO), mineral, batu bara, serta minyak dan gas bumi. Namun, pemerintah akhirnya mengecualikan ketentuan wajib L/C ini terhadap keempat komoditas ini selama memenuhi syarat yang ditetapkan kementerian terkait.
Dengan alasan pemerintah akan menerapkan sanksi denda dan pidana jika diketahui permintaan penangguhan itu bohong belaka, pemerintah mengklaim ketentuan wajib LC ini tetap berlaku mulai 1 April bagi para eksportir.
Meskipun pemerintah telah memberikan celah agar pengusaha mendapatkan pengecualian, para pengusaha tetap ingin ingin kebijakan dievaluasi lagi. Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), beralasan, tidak dilibatkan dalam kebijakan kewajiban penggunaan letter of credit (L/C) untuk kegiatan ekspor produk batubara.
APBI meminta pemerintah harus mengevaluasi manakala kebijakan tersebut tidak sesuai dengan tujuannya. "Dari sisi pemerintah menginginkan ada perbaikan catatan ekspor, pelajarannya kebijakan ini tetap harus dicek dalam tiga bulan ke depan, apakah berjalan baik apa tidak," kata Pandu P Syahrir, Ketua Umum terpilih APBI periode 2015-2018, Rabu (1/4).
Ia menambahkan, meskipun merasa keberatan terhadap Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 4 Tahun 2015 tentang kewajiban L/C, APBI tetap akan mengikuti ketentuan yang sudah terlanjur berlaku.
Namun, syaratnya, pemerintah juga harus mau mengevaluasi kebijakan tersebut apabila tidak berjalan baik. Syahrir menambahkan, pemerintah seharusnya dalam menelurkan kebijakan baru melibatkan pengusaha sehingga penerapannya akan berjalan optimal. "Nanti, kalau membuat peraturan baru, harus melibatkan pengusaha dulu," kata Pandu.
Kejar setoran pajak Beleid kedua yang diterbitkan pemerintah pada April ini ialah fasilitas tax allowance. Rabu kemarin (1/4), Presiden Joko Widodo telah meneken revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 52/2011 tentang fasilitas pajak penghasilan untuk penanaman modal di bidang usaha tertentu atau di daerah-daerah tertentu.
Dirjen Pajak Sigit Priadi Pramudito bilang, kebijakan sunset policy tahun ini akan diperluas dengan tidak hanya memberlakukan Pajak Penghasilan (PPh). "Namun juga untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN)," terang Sigit.
Efek kebijakan ini diharapkan mendongkrak setoran pajak seperti tahun 2008 yang naik 30% ketika pemerintah menerapkan sunset policy.
Dengan catatan, Ditjen Pajak memiliki sistem pengawasan yang baik terhadap pungutan PPN di berbagai sektor. Keempat, pada April ini, Kemkeu juga berencana menerbitkan aturan baru terkait Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk hunian mewah. Sebelumnya, Wahju K. Tumakaka, Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas Direktorat Jenderal Pajak mengatakan, aturan PPnBM hunian mewah adalah pajak yang disesuaikan dengan harga rumah dari sebelumnya berdasarkan luas tanah. Tujuannya guna mengendalikan spekulasi harga properti.
“Aturan ini keluar sekitar April 2015,” ungkap Wahju. Ekonom Samuel Asset Manajemen Lana Soelistianingsih menilai, paket kebijakan pemerintah untuk memperbaiki defisit transaksi berjalan juga harus segera diterbitkan. Sebab, kebijakan ini penting untuk memperkuat rupiah.
Pada Juni mendatang, permintaan dollar Amerika Serikat akan besar karena ada repatriasi aset. Kendati realisasinya belum bisa terjadi tahun ini, sinyal positif bahwa pemerintah serius dengan kebijakannya sangat penting bagi investor.
"Itu membantu optimisme investor," papar Lana. Cuma, lanjut Lana, bukan berarti paket kebijakannya tidak spesifik. Pemerintah harus mengeluarkan kebijakan terperinci dan jelas. Kebijakan yang maju mundur akan buruk efeknya bagi investor.