Berita Pajak
Sekitar 80 Persen Wajib Pajak Akui Fakturnya Fiktif
Harian Kompas, 22 April 2015
Direktur Intelijen dan Penyidikan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Yuli Kristiyono, di Serang, Banten, Selasa (21/4), mengatakan, kegiatan Satgas FP Fiktif telah dimulai di lima Kantor Wilayah (Kanwil) DJP di Jakarta sejak Juni 2014.
"Selama lebih kurang 6 bulan bertugas, satgas telah berhasil melakukan konfirmasi terhadap 499 WP atau wajib pajak. Sebanyak 403 WP mengakui perbuatannya," ujar Yuli.
Adapun sisanya, menyanggah hal itu dan melanjutkan proses berikutnya.
Yuli menambahkan, nilai faktur pajak yang diklarifikasi Rp 934,21 miliar. Dari jumlah tersebut, sebanyak Rp 715,02 miliar telah terklarifikasi. Wajib pajak setuju untuk membayar.
Penggunaan dan penerbitan faktur pajak fiktif merupakan perbuatan pidana yang diancam dengan penjara maksimal 6 tahun dan denda hingga 4 kali jumlah pajak terutang. Penanganan diupayakan secara persuasif dengan klarifikasi.
"Wajib pajak yang menggunakan faktur fiktif diharapkan kooperatif dan melaksanakan kewajibannya. Kalau tidak, akan dilanjutkan dengan pemeriksaan bukti permulaan, bahkan bisa dilakukan penyidikan," katanya.
Direktur Pelayanan, Penyuluhan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Mekar Satria Utama mengatakan, faktur pajak fiktif banyak digunakan dalam impor, industri menengah, dan perdagangan. Ke depan, kegiatan Satgas FP Fiktif diperluas ke Surabaya, Makassar, dan Bandung.
"Nilai total faktur pajak yang telah terklarifikasi dan disetujui WP untuk dibayar di Jakarta tergolong besar," kata Satria.
Di Banten, potensi penggunaan faktur pajak yang bermasalah mencapai Rp 750 miliar. Menurut Kepala Kanwil DJP Banten Catur Rini Widosari, pihaknya telah memulai kegiatan Satgas FP Fiktif Tahun 2015.
Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Polri Ajun Komisaris Besar Yayan Sofyan mengatakan, mendukung langkah-langkah DJP dengan memberikan berbagai bantuan teknis.
Penyanderaan
Kemarin, DJP menyandera dua penanggung pajak, yakni BLD dan ZS. BLD disandera di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Salemba, Jakarta, sedangkan ZS di Rumah Tahanan Kelas IIA Jakarta Timur. Penyanderaan (gijzeling) dilakukan DJP bekerja sama dengan Polri dan Ditjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM.
Siaran pers DJP yang diterima Kompas menyebutkan, BLD selaku penanggung pajak PT ANI, menunggak pajak Rp 1,69 miliar. Adapun ZS sebagai penanggung pajak CV GSP, menunggak pajak Rp 326 juta.
Penanggung pajak yang disandera dapat dilepaskan jika utang pajak dan biaya penagihan pajak telah dibayar lunas.