Berita Pajak
Transaksi Ritel Bakal Kena Bea Meterai
Harian Kontan, 29 June 2015
Ada beberapa poin penting dalam revisi itu. Pertama, pemerintah akan menaikkan bea meterai. Sesuai UU Bea Meterai, batas maksimal kenaikan bea meterai adalah enam kali.
Rencananya, dalam aturan turunan UU kelak, bea meterai akan naik dari Rp 3.000 menjadi Rp 10.000 dan dari Rp 6.000 menjadi Rp 18.000.
Kedua, pemerintah akan menambah objek transaksi yang akan dikenakan bea meterai. Yakni properti dan jual beli saham di pasar modal akan dikenakan bea meterai sebesar dengan tarif 0,1% dari nilai transaksi.
Lalu, transaksi ritel kelak juga tidak akan luput dari bea meterai. Adapun transaksi ritel yang akan kena bea meterai adalah transaksi belanja di atas Rp 250.000. Besaran bea meterai untuk transaksi ritel akan diatur dalam peraturan pemerintah.
Meterai juga berlaku untuk surat yang memuat uang dengan nilai lebih dari Rp 1 juta, surat berharga di atas Rp 1 juta, dan efek dengan nama dan dalam bentuk apapun dengan nilai diatas Rp 1 juta.
Menariknya lagi, pemerintah dan parlemen akan memberikan fleksibilitas bagi Menteri Keuangan untuk menetapkan objek pajak baru yang kena bea meterai.
Juru bicara Ditjen Pajak Mekar Satria Utama enggan memberikan penjelasan detail isi revisi UU tersebut. "Bulan Juli, kami akan membahas revisi bersama parlemen," ujar Mekar ke KONTAN (28/6). Toh, revisi ini masuk program legislasi nasional (prolegnas) 2015, sesuai rapat paripurna DPR pekan lalu.
Sayangnya, ia bungkam dengan target selesainya revisi UU ini. Yang jelas, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia Tutum Rahanta mengatakan, pungutan bea meterai atas transaksi ritel akan menurunkan daya beli masyarakat.
Meski begitu, lantaran kebutuhan, mau tidak mau. masyarakat tetap akan berbelanja di toko-toko ritel. "Masyarakat tetap akan belanja, cuma, mereka akan bilang, kok negara kian mempersulit ya," kata Dus, pungutan bea meterai atas transaksi ritel jelas akan menambah beban masyarakat.
Ini juga kontra dengan rencana pemerintah mendorong daya beli lewat kenaikan penghasilan tak kena pajak atau PTKP menjadi Rp 3 juta per bulan atau Rp 36 juta per tahun.