Berita Pajak
Debat Kusir Tax Amnesty di Gedung Parlemen Jumat Dini Hari
cnnindonesia.com, 30 October 2015
Tensi pembahasan sempat memanas dalam rapat yang berlangsung marathon sejak Kamis (29/10) hingga Jumat (30/10) dini hari di Badan Anggaran (Banggar) DPR.
Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro menegaskan, tax amnesty bukanlah solusi kebijakan dari permasalahan penerimaan pajak. Namun, pengampunan pidana pajak harus dilakukan sebelum implementasi keterbukaan dan pertukaran informasi perbankan untuk pajak dalam Automatic Exchange of Information (AEoI) dilakukan pada akhir 2017.
"Tax amnesty Ini bukan exit policy, tapi tax amnesty harus dilakukan karena 2017 ada kewajiban AEoI sehingga data-data WP akan terbuka dan bisa diakses otoritas pajak di manapun," jelasnya.
Untuk itu, lanjutnya, sebelum 2017 harus ada kebijakan rekonsiliasi pajak berupa pengampunan pidana pajak bagi WP-WP yang menyimpan asetnya di luar negeri. Apabila tidak ada upaya untuk menarik kembali atau repatriasi aset tersebut, Bambang khawatir harta negara tersebut hilang karena bisa diklaim sepihak oleh negara lain sebagai asetnya.
"Kalau tidak, uang mereka akan jadi milik negara lain. Tentu akan ada dampak psositif secara ekonomi dan fiskal bagi penerimaan pajak," tuturnya.
Menanggapi pernyataan Menkeu, Anggota Banggar DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sosial (PKS) Ecky Awal Muharram menolak keras rencana kebijakan tax amnesty menyusul gugurnya inisiatif DPR memperjuangkan pengampunan pidana umum (special amnesty).
Menurutnya, lebih baik tidak ada kebijakan tax amnesty karena bisa menjadi celah untuk membongkar rahasia kekayaan wajib pajak kepada publik.
"Tidak perlu tax amnesty karena semua publik dunia akan tahu si A simpan duit di mana, si B simpan di mana," ujarnya ketus.
Dia mencontohkan aset perbankan dari Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang dilarikan ke luar negeri oleh para koruptor. Tanpa adanya tax amnesty, katanya, aset tersebut seharusnya bisa ditarik kembali ke Indonesia karena perbankan luar negeri tidak bisa serta-merta menguasai aset haram tersebut.
"Yang terkait kasus BLBI, misal, tidak serta merta dikuasi bank di sana. Ketika ada fraud, itu harus ditarik ke Indonesia," katanya.
Direktur Jenderal Pajak, Sigit Priadi Pramudhito mengatakan target penerimaan pajak pada 2016 disepakati sebesar Rp 1.350 triliun atau naik 4,3 persen dibandingkan dengan target tahun ini Rp 1.294,2 triliun. Target tersebut menjadi lebih ringan untuk dicapai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) karena sebagian diharapkan tertutup dari kebijakan tax amnesty.
Bagi wajib pajak (WP) yang ingin mendapatkan fasilitas ini, Sigit mengatakan akan dikenai uang tebusan dengan tarif berjenjang sesuai dengan periode pengajuan permohonan dan pelaporan hartanya.
Untuk periode pengajuan permohonan tax amnesty November-Desember 2015, Sigit mengatakan tarif uang tebusannya sebesar 3 persen dari nilai aset yang dilaporkan.
Untuk periode pengajuan permohonan pada paruh pertama 2016, ia memastikan tarifnya naik menjadi 4 persen dari nilai aset. Tarifnya menjadi lebih tinggi atau sebesar 6 persen jika WP baru mengajukan permohonan pengampunan pidana pajak pada semester II 2016.