Harian Kontan, 17 December 2015
MUNDURNYA pembahasan Rancangan Undang-Undang pengampunan pajak atau tax amnesty membuat target penerimaan pajak pada tahun 2016 terancam. Bahkan, ada usulan agar pemerintah merevisi target penerimaan pajak tahun depan, karena dengan mundurnya pembahasan RUU tax amnesty maka potensi penerimaan pajak dari kebijakan itu juga akan berkurang.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai, dengan realisasi pengampunan pajak yang molor, target pajak 2016 tidak realistis. "Paling realistis target pajak tahun 2016 hanya tumbuh 15% dari realisasi 2015," katanya, Rabu (16/12). Sebab, menurutnya tax amnesty menjadi salah satu andalan pemerintah mengejar target penerimaan pajak tahun 2016 yang sebesar Rp 1.360 triliun.
Sementara untuk tahun ini dari target sebesar Rp 1.294 triliun, Yustinus memprediksi hanya akan terealisasi sebesar Rp 1.015 triliun. Nah, berdasarkan itu maka target penerimaan pajak yang paling realistis menurut CITA sekitar Rp 1.167,25 triliun. Selain masalah tax amnesty, revisi dianggap perlu karena kemampuan pemerintah mengejar target pajak tidak cukup kuat. Penerimaan pajak selama ini masih mengandalkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang sangat tergantung pertumbuhan industri.
Kenyataannya, pertumbuhan industri yang selama ini diandalkan seperti perkebunan dan pertambangan sedang melambat. Kemampuan pemerintah menarik Pajak Penghasilan (PPh) badan juga stagnan, sementara PPh pribadi sedikit naik. Untuk memperbaiki kondisi itu, pemerintah harus mendorong kepatuhan membayar pajak terutama WP orang pribadi. "Ini tantangan ketika Ditjen Pajak masih belum mendapatkan kepercayaan masyarakat," katanya.