Berita Pajak
Potensi Belum Dimanfaatkan
Harian Kompas, 16 March 2016
Rekening dicocokkan dengan daftar wajib pajak yang nakal. Upaya ini, selain untuk mencegah tindak pidana pencucian uang, juga untuk meningkatkan kesadaran para wajib pajak.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan saat menjadi pembicara kunci dalam sosialisasi Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2016 di kantor Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menuturkan, kerja sama kementeriannya dengan PPATK amat penting. Berbagai data dan analisis transaksi keuangan yang dilaporkan PPATK kepada pemerintah memberi gambaran potensi pajak yang belum bisa dioptimalkan negara untuk pembangunan.
"Saya lihat masih banyak sekali potensi yang belum dimanfaatkan negeri ini untuk bertambah baik. Masih ada manipulasi pajak dan ada triliunan rupiah potensi pajak yang belum dibayarkan. Sejak delapan bulan terakhir, kami bekerja sama dengan PPATK untuk melakukan analisis secara acak tentang ketaatan membayar pajak," kata Luhut, di Jakarta, Selasa (15/3).
PPATK secara acak menemukan sedikitnya 102 rekening di Sulawesi Selatan yang nilainya besar, tetapi pemilik rekening ditengarai belum membayar pajak. Hal ini, menurut Luhut, menunjukkan pemerintah perlu bersikap tegas dan terukur terhadap para wajib pajak yang mengelak dari pembayaran pajak.
"Program tax amnesty diharapkan bisa menyelesaikan persoalan pajak pada masa lalu. Selanjutnya, kita harus maju. Untuk membuat negeri ini lebih baik, kita semua harus memberikan contoh. Jangan berlagak baik, tetapi ternyata tidak membayar pajak," ujarnya.
Tindakan tegas dan terukur ini, menurut Luhut, didasarkan perundang-undangan yang berlaku. Selain mengajukan rancangan undang-undang (RUU) pengampunan pajak (tax amnesty), pemerintah juga akan menurunkan pajak korporasi dari 25 persen menjadi 18-19 persen.
"Pajak korporasi diturunkan bertahap hingga mencapai 18 persen atau 19 persen," katanya.
Target penerimaan pajak tahun ini Rp 1.360 triliun. Pemerintah memperkirakan tercapai 1.200 triliun. Luhut optimistis, dengan optimalisasi pajak, angka itu akan membaik. Jika efisiensi tercapai dibarengi optimalisasi penerimaan pajak, pendapatan pajak Indonesia pada 2018-2019 bisa mencapai Rp 2.000 triliun.
Aset
Ketua PPATK Muhammad Yusuf mengatakan, Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyampaian Data dan Informasi oleh Instansi Pemerintah dan/atau Lembaga Swasta dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) mewajibkan instansi swasta atau pemerintah memberikan data transaksi keuangan seperti yang diminta PPATK.
"Sebelum ada aturan itu, kami kesulitan mengetahui aset atau transaksi keuangan yang berjalan di suatu institusi, di luar apa yang telah mereka laporkan kepada kami," katanya.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menyatakan, kondisi perekonomian tahun ini diperkirakan sama dengan tahun lalu. Hal ini terindikasi dari penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang sejauh ini stagnan.
Penggalian penerimaan pajak tahun ini cukup kritis. Di satu sisi, penerimaan pajak dituntut naik untuk membiayai belanja negara yang membengkak. Di sisi lain, dengan kondisi ekonomi yang masih sulit, penggalian yang terlalu agresif bisa mengerem pertumbuhan ekonomi.
"Target pajak yang tak direvisi akan memaksa Direktorat Jenderal Pajak mencari pajak dengan cara agresif. Swasta akan tertekan. Padahal, kondisi ekonomi masih sulit sehingga kontradiktif terhadap usaha pemerintah meningkatkan pertumbuhan ekonomi," kata Prastowo.