Berita Pajak
Dana Repatriasi Mengincar Infrastruktur
Harian Kompas, 18 April 2016
JAKARTA, KOMPAS — Para pemilik dana yang diparkir di luar negeri mengincar pembiayaan infrastruktur dan turunannya dibanding diinvestasikan di sektor keuangan menyusul rencana pembahasan RUU Pengampunan Pajak. Mereka mengakui bisnis infrastruktur menarik.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Suryadi Sasmita menyatakan, repatriasi modal yang akan mengalir ke dalam negeri menyusul program pengampunan pajak mencapai lebih dari Rp 1.000 triliun. Sebagian besar akan ditanamkan dalam bentuk investasi langsung. Sisanya sebanyak 20-30 persen masuk ke sektor keuangan.
"Pengusaha sudah siap semua. Dokumennya sudah disiapkan. Menurut saya, repatriasi modal bisa lebih dari Rp 1.000 triliun. Saya yakin karena waktunya bagus. Apalagi sekarang dengan terungkapnya Dokumen Panama, orang jadi takut sehingga cenderung repatriasi," kata Suryadi, Minggu (17/4), di Jakarta.
Apindo melalui perusahaan profesional telah menyurvei 200 pengusaha besar Indonesia pada 2015. Hasilnya, total aset yang akan dilaporkan dalam program pengampunan pajak mencapai sekitar Rp 2.000 triliun.
Di luar repatriasi modal, menurut Suryadi, aset yang dilaporkan juga berupa aset tetap seperti properti. Ada yang di dalam negeri dan ada pula yang di luar negeri.
Suryadi berpendapat, pengusaha pada dasarnya lebih banyak mengincar investasi di sektor infrastruktur dan turunannya. Alasannya, peluang bisnisnya bagus. Namun, lagi-lagi semua terpulang kepada pemerintah. Sepanjang pemerintah menyiapkan prasyarat yang diperlukan investasi langsung akan tumbuh signifikan. Prasyarat yang dimaksud meliputi lima hal, yakni stabilitas politik, kemudahan perizinan, kepastian hukum, produktivitas tenaga kerja tinggi, dan infrastruktur siap.
Oleh karena itu, Suryadi melanjutkan, pengusaha berharap pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengampunan Pajak tuntas lebih cepat. Sebisa mungkin tuntas bulan ini atau bulan depan. Tiga bulan kemudian akan ada gelombang repatriasi modal. Dana yang banyak mengalir ke investasi langsung akan menciptakan lapangan kerja baru yang bisa menampung 1 juta tenaga kerja.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menyatakan, skema tarif dalam RUU Pengampunan Pajak terlalu kecil untuk batas terbawah. Karena itu, ia menyarankan skemanya diubah menjadi dua saja, yakni 4 dan 6 persen. Khusus untuk repatriasi modal, tarifnya separuhnya, yakni 2 dan 3 persen.
"Tarif dalam RUU terlalu kecil sehingga penerimaan negaranya juga akan terlalu kecil. Namun, jika dinaikkan sedikit, negara akan mendapatkan penerimaan yang lebih banyak dan pengusaha tetap tertarik. Tarif 4 dan 6 persen pun tetap kecil. Apalagi yang repatriasi hanya 2 dan 3 persen. Itu juga kecil," kata Prastowo.
OJK membahas
Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Nurhaida mengakui, OJK sudah membahas soal dana yang mungkin masuk ke Indonesia terkait pengampunan pajak. OJK berharap, dana tersebut bisa dimanfaatkan untuk membiayai proyek infrastruktur di Indonesia.
"Dana itu, misalnya, bisa masuk ke reksa dana penyertaan terbatas (RDPT) yang digunakan untuk membiayai sektor riil, terutama pembangunan infrastruktur," katanya di Bandung, Jawa Barat,.
Sebelumnya, pernah ada rencana obligasi khusus yang dikemukakan Kementerian Keuangan untuk menampung dana yang masuk dari program pengampunan pajak itu.
Menurut Nurhaida, yang juga Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, jika obligasi atau surat utang khusus itu berjangka waktu kurang dari setahun, tidak perlu dikoordinasikan dengan OJK.