Harian Kompas, 13 May 2016
Pemerintah Perlu Koreksi Target
JAKARTA, KOMPAS — Penerimaan pajak pada April 2016 tercatat Rp 98 triliun atau Rp 7 triliun lebih rendah ketimbang April 2015. Jika tren penurunan yang terjadi sejak Januari ini terus berlanjut, realisasi penerimaan pajak pada akhir tahun bisa meleset Rp 300 triliun di bawah target.
"Sebenarnya realisasi April lebih tinggi, tetapi karena restitusinya lebih besar dari tahun sebelumnya, jadi realisasi bersihnya lebih rendah. Lebih rendah 3 persen di bawah tahun lalu," kata Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi menjawab pertanyaan Kompas di Jakarta, Kamis (12/5).
Restitusi adalah kelebihan bayar pajak yang dikembalikan kepada wajib pajak. Sampai dengan April, menurut Ken, restitusi pajak sudah mencapai sekitar Rp 46 triliun. Pada periode yang sama tahun lalu, restitusi tercatat sejumlah Rp 32 triliun.
Guna meningkatkan penerimaan pajak pada bulan-bulan berikutnya, Ken menyatakan, pihaknya mulai melakukan ekstensifikasi kepada wajib pajak orang pribadi. Namun, ia tidak merinci lebih lanjut berapa wajib pajak yang sudah terjaring dan target yang diharapkan dari ekstensifikasi ini sampai akhir tahun.
Realisasi penerimaan pajak pada April sejumlah Rp 98 triliun atau Rp 7 triliun di bawah realisasi April 2015. Penurunan terbesar terjadi pada Pajak Penghasilan (PPh) badan, dari Rp 46 triliun pada April 2015 menjadi Rp 36,5 triliun pada April 2016.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) impor juga turun, dari Rp 11,4 triliun menjadi Rp 9,8 triliun. Berikutnya, penerimaan PPh wajib pajak (WP) luar negeri atas usahanya di Indonesia juga turun dari Rp 4,7 triliun menjadi Rp 3,2 triliun.
Pola realisasi penerimaan pajak pada Januari, Februari, dan Maret juga serupa, yakni lebih rendah ketimbang periode yang sama tahun lalu. Secara akumulatif, penerimaan pajak Januari-April 2016 adalah Rp 283 triliun atau 20,8 persen dari target Rp 1.360 triliun. Sementara pada Januari-April 2015, realisasinya Rp 309 triliun atau 23,8 persen dari target.
Pola penerimaan bulanan yang lebih rendah ketimbang tahun lalu sebenarnya sudah terjadi sejak 2015. Saat itu, penerimaan pajak pada 9 dari 12 bulan dalam setahun lebih rendah dibandingkan dengan realisasi periode yang sama tahun 2014.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menyatakan, tren tersebut sangat mengkhawatirkan. Tahun lalu, realisasi sampai akhir tahun hanya tercapai 82 persen dari target. Jika pola penerimaan pajak tahun ini lebih-kurang sama seperti tahun lalu, Prastowo memproyeksikan penerimaan sampai akhir tahun hanya akan berkisar 77 persen dari target.
Artinya, penerimaan pajak berpotensi meleset Rp 312 triliun di bawah target. Proyeksi ini tidak memperhitungkan tambahan penerimaan dari program pengampunan pajak.
Terlalu tinggi
Kalaupun program pengampunan pajak diperhitungkan, lanjut Prastowo, realisasi sampai akhir tahun hanya 81 persen dari target. Penerimaan dari program pengampunan pajak diasumsikan sekitar Rp 50 triliun sampai Rp 60 triliun. "Jadi, target pajak tahun ini memang harus dikoreksi karena terlalu tinggi," kata Prastowo.
Koreksi turun, menurut Prastowo, penting untuk menyesuaikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016. Di sisi lain, langkah itu penting agar Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tidak lalu agresif melakukan intensifikasi yang pada akhirnya memberatkan wajib pajak di tengah perekonomian yang masih lesu.
Oleh karena itu, Prastowo menekankan, program pengampunan pajak harus segera dipastikan, dilaksanakan atau tidak. Ini penting agar DJP bisa segera mengambil langkah konkret untuk mencapai target. Di sisi lain, wajib pajak yang ingin mengajukan permohonan pengampunan juga tidak terus menunggu-nunggu.
"Sekarang posisinya serba gamang, baik wajib pajak maupun Direktorat Jenderal Pajak," kata Prastowo.