Harian Kontan, 13 May 2016
JAKARTA. Isi Rancangan Undang-undang (RUU) Pengampunan Pajak terus menjadi tarik ulur. Salah satu poin krusial itu adalah tarif tebusan yang harus dibayar oleh pengemplang pajak sebelum diampuni.
Seluruh fraksi di Komisi XI DPR sudah mengajukan Daftar Inventaris Masalah (DIM). Di dalamnya ada sejumlah usulan perubahan atas draft yang diajukan pemerintah.
Salah satu substansi yang menimbulkan perdebatan adalah mengenai besaran tarif uang tebusan atas harta Wajib Pajak (WP) yang mengajukan pengampunan pajak atau tax amnesty. Sebagian anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menilai tarif yang diajukan pemerintah, dalam draft RUU pengampunan pajak masih terlalu rendah.
Dalam RUU Tax Amnesty, pemerintah mengusulkan tarif tebusan bagi WP yang hanya mendeklarasikan harta berkisar antara 2%,4% dan 6%. Sementara bagi WP yang sekaligus membawa harta tersebut ke dalam negeri diberikan ta-rif dengan kisaran 1%, 2% dan 3% sesuai jangka waktu permohonan tax amnesty.
Anggota fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Andreas Eddy Susetyo menilai dengan skema tarif seperti itu maka kecil kemungkinan RUU Tax Amnesty berhasil sesuai rencana pemerintah. Terutama, terkait tujuan pemerintah agar kebijakan ini bisa mendatangkan dana segar dari dana repatriasi. Sebab, gap tarif antara yang melakukan repatriasi dan hanya mendeklarasikan dananya sangatlah tipis.
Sehingga, tidak ada insentif bagi WP yang akan memutuskan melakukan repatriasi. "Gap-nya harus diperlebar," kata Andreas, Kamis (12/5).
Andreas menyarankan tarif uang tebusan dalam RUU Tax Amnesty dinaikkan menjadi 5% bagi yang melakukan repatriasi aset. Tarif naik menjadi 10% bagi yang hanya mendeklarasikan hartanya.
Sementara, anggota DPR lainnya dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ecky Awal Mucharam menilai, jika tarif terlalu rendah, pemerintah dinilai memberikan peluang terjadi moral hazard dalam perpajakan. Akibatnya tidak ada rasa keadilan bagi masyarakat yang membayar pajak dengan patuh.
Pengusaha protes
Staf Ahli Wakil Presiden, Sofjan Wanandi, yang juga seorang pengusaha, keberatan jika tarif tebusan dinaikkan. Ia menyatakan, tujuan pengampunan pajak bukan mencari sumber penerimaan negara dari uang tebusan.
Dia mengingatkan bahwa beleid ini bertujuan untuk mendorong sebanyak-banyaknya dana repatriasi masuk. "Yang penting uang masuk, tidak apa-apa tarif rendah," ujarnya. Semakin tinggi tarif uang tebusan, maka berbanding terbalik dengan minat pengusaha untuk mengajukan permohonan tax amnesty. Ia mengingatkan jangan sampai tujuan kebijakan ini, yaitu repatriasi dana, tidak tercapai.
Humas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Mekar Satria Utama mengatakan, masalah pengenaan tarif akan dibicarakan lagi antara pemerintah dan DPR. Dia menambahkan, ruang untuk menaikkan tarif tebusan masih terbuka.
Rencananya, rapat tax amnesty akan dilakukan pekan depan, yakni tanggal 17 Mei 2016 nanti. Sebelumnya pembahasan RUU Tax Amnesty hanya mengundang pakar dan ahli di Komisi XI DPR.