Harian Kontan, 17 May 2016
Sebaiknya pajak kupon SBN atas reksadana juga dihapus
JAKARTA. Pemerintah berencana menghapus atau membebaskan pajak atas diskonto obligasi yang dicairkan pada saat jatuh tempo dan sebelum jatuh tempo. Tapi, wacana tersebut juga dapat memukul industri reksadana.
Fixed Income Fund Manager Ashmore Asset Management Anil Kumar menjelaskan, terpukulnya industri reksadana karena terdapat perbedaan antara membeli obligasi langsung dan reksadana pendapatan tetap adalah dari sisi pajak. Saat ini bila investor membeli obligasi negara secara langsung, terkena pajak atas bunga sebesar 15%. Sementara manajer investasi hanya dikutip pajak atas kupon dan kenaikan harga (capital gain) obligasi negara sebesar 5%.
Selama ini, selisih pajak sebesar 10% tersebut mengangkat daya tarik reksadana pendapatan tetap. "Kalau dibikin pajak 0% untuk semua orang dan jenis SBN, industri reksadana pasti kena," tegasnya. Pemain besar kemungkinan memilih langsung membeli obligasi yang tanpa pajak.
Anil menyarankan, jika pemerintah menghapus pajak atas bunga obligasi untuk semua jenis SBN dan pelaku pasar, sebaiknya para manajer investasi juga memperoleh keringanan yang sama.
Maklum, dengan insentif pajak 5% sekarang, industri reksadana masih menggenggam porsi SBN yang relatif mini. Mengutip situs Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan per 12 Mei 2016, akumulasi SBN di reksadana hanya Rp 73,31 triliun atau 4,53% dari total outstanding, sekitar Rp 1.617 triliun obligasi negara domestik.
Pindah dari deposito
Analisis Infovesta Utama Beben Feri Wibowo mengatakan, dengan penghapusan pajak, pendapatan atas bunga obligasi akan lebih tinggi. Niscaya, semua jenis investor baik asuransi, dana pensiun, perbankan, hingga manajer investasi akan kian gesit berburu obligasi negara.
Selain itu, kebijakan tersebut akan memicu sebagian investor mengalihkan dana mereka secara perlahan dari instrumen terkena pajak bunga 20% ke SBN. "Tapi besar peralihan dana belum diketahui, mengingat faktor likuiditas memaksa investor tetap menempatkan dana di deposito," jelas Beben.
Tapi pembebasan pajak ini tak akan berdampak banyak pada pasar obligasi korporasi. Meskipun investor SBN memperoleh insentif, para pelaku pasar masih terpapar risiko pergerakan harga obligasi negara yang lebih fluktuatif ketimbang obligasi korporasi.
Maklum, likuiditas pasar SBN memang jauh lebih tinggi ketimbang surat utang emiten. Intinya, instrumen obligasi korporasi tetap bakal diburu investor yang mengejar kupon besar.
Sementara itu, Analis Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) Roby Rushandie memperkirakan, insentif pemangkasan pajak akan menambah porsi kepemilikan industri keuangan non bank (IKNB) di SBN sekitar 5%-10%. "Saat ini investor IKNB secara gabungan memiliki porsi sekitar 21% atau terbesar ketiga setelah asing dan bank terhadap total SBN yang dapat diperdagangkan," jelasnya.