Harian Kompas, 15 June 2016
Pengampunan Pajak Tertutup
JAKARTA, KOMPAS — Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Pengampunan Pajak masih berlangsung tertutup. Kabar yang keluar terus saja simpang siur. Beberapa anggota Komisi XI DPR mengatakan hal berbeda. Pemerintah sendiri juga masih tertutup.
Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengampunan Pajak sudah berlangsung selama tiga pekan. Selalu pembahasan formalnya mengambil waktu Senin sampai dengan Rabu. Semuanya di hotel di Jakarta. Setiap pekan pindah hotel.
Pada Selasa (14/6), pembahasan berlangsung mulai pukul 13.00. Menurut salah seorang anggota panitia kerja, setelah diskors, rapat mulai lagi pada malam hari.
Pembahasan masih berkutat di Pasal 7, yakni seputar tata cara. RUU tentang Pengampunan Pajak terdiri atas 27 pasal.
Anggota panitia kerja tersebut menyatakan, konsep pemerintah tentang pengampunan pajak sejatinya tidak matang. Acap kali pertanyaan yang diajukan anggota panitia kerja tidak mampu dijawab secara tuntas oleh pemerintah. Ini terutama ketika bicara detail dan teknis. Misalnya, tata cara repatriasi berikut mekanisme klarifikasinya.
"Secara konsep belum matang. Kalau dibahas di ruang terbuka, bisa kelihatan. Antara visi repatriasi dan alur pemikiran berikut pasal-pasalnya kurang sinkron," katanya.
Sebelumnya, Ketua Komisi XI DPR Ahmadi Noor Supit mengatakan, secara umum tidak ada perbedaan tajam di antara fraksi-fraksi di Komisi XI DPR. Bahkan, ia optimistis mengupayakan pembahasan tuntas 20 Juni sehingga efektif berlaku 1 Juni.
Staf Ahli Menteri Keuangan Suryo Utomo menyatakan, diskusi dengan DPR masih terus berjalan. Semua isu didiskusikan secara mendalam.
Saat ditanya apakah ada isu yang buntu pembahasannya, Suryo menyatakan tidak. Hanya, untuk beberapa hal diskusinya lebih panjang.
"Yang jelas inti pembahasannya adalah bagaimana membuat Undang-Undang tentang Pengampunan Pajak ini mudah diaplikasikan. Itu bukan masalah yang mudah. Banyak yang harus didiskusikan, seperti tata cara, proses bisnis, dan lain sebagainya," kata Suryo, yang juga anggota Panitia Kerja RUU tentang Pengampunan Pajak.
Kepala Pusat Analisis Harmonisasi Kebijakan Kementerian Keuangan Luky Alfirman, pekan lalu, menyatakan, pemerintah berharap RUU tentang Pengampunan Pajak bisa segera tuntas. Ini penting sebab Rancangan APBN Perubahan 2016 mengasumsikan adanya tambahan penerimaan Rp 165 triliun dari uang tebusan.
Meski demikian, Luky menegaskan, pemerintah telah menyiapkan skenario manakala RUU tentang Pengampunan Pajak tidak kunjung selesai. Namun, Luki tidak bersedia merinci skenario tersebut.
"Yang bisa kami sampaikan saat ini adalah kalau seandainya program pengampunan pajak tidak jadi, kita sudah punya rencana lainnya. Untuk saat ini, kami belum bisa jelaskan karena kami fokus pada program pengampunan pajak," kata Luky.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menyatakan, pengungkapan data secara sukarela adalah pilihan realistis manakala RUU tentang Pengampunan Pajak tak jadi disahkan. Namun, karena insentif yang diberikan tidak mencakup penghapusan pidana pajak, peminatnya lebih sedikit.