Peraturan Pajak
PMK - 55/PMK.03/2016 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55/PMK.03/2016 TENTANG TATA CARA PERMINTAAN PENGHENTIAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN UNTUK KEPENTINGAN PENERIMAAN NEGARA
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 55/PMK.03/2016
TENTANG
TATA CARA PERMINTAAN PENGHENTIAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA
DI BIDANG PERPAJAKAN UNTUK KEPENTINGAN PENERIMAAN NEGARA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. | bahwa ketentuan mengenai tata cara permintaan penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan untuk kepentingan penerimaan negara telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 129/PMK.03/2012; |
b. | bahwa untuk memberikan kepastian hukum terhadap pelaksanaan penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan untuk kepentingan penerimaan negara, perlu mengatur kembali ketentuan mengenai tata cara permintaan penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan untuk kepentingan penerimaan negara; |
c. | bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 63 Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Permintaan Penghentian Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Untuk Kepentingan Penerimaan Negara; |
Mengingat :
1. | Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999); |
2. | Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 162, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5268); |
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PERMINTAAN PENGHENTIAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN UNTUK KEPENTINGAN PENERIMAAN NEGARA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: | |
1. | Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009. |
2. | Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan yang selanjutnya disebut Penyidikan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya. |
BAB II
RUANG LINGKUP WAJIB PAJAK YANG DAPAT MENGAJUKAN
PERMOHONAN PENGHENTIAN PENYIDIKAN
Pasal 2
(1) | Untuk kepentingan penerimaan negara, Menteri Keuangan mengajukan permintaan penghentian Penyidikan kepada Jaksa Agung atas tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh Wajib Pajak. | |
(2) | Permintaan penghentian Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah diajukan permohonan kepada Menteri Keuangan. | |
(3) | Permohonan kepada Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan oleh Wajib Pajak, termasuk: | |
a. | Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan tindak pidana di bidang perpajakan; | |
b. | wakil Wajib Pajak badan yang melakukan tindak pidana di bidang perpajakan; dan/atau | |
c. | kuasa atau pegawai dari Wajib Pajak atau pihak lain yang menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan. | |
(4) | Wakil sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b yaitu wakil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang KUP, termasuk orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang ikut menentukan kebijaksanaan dan/atau mengambil keputusan dalam menjalankan perusahaan. | |
(5) | Dalam hal tindak pidana di bidang perpajakan dilakukan oleh kuasa, pegawai, atau pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c atas nama atau melalui Wajib Pajak, permohonan penghentian Penyidikan dilakukan dengan menggunakan identitas perpajakan Wajib Pajak tersebut. | |
(6) | Dalam hal tindak pidana di bidang perpajakan dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi atau badan yang menyalahgunakan identitas perpajakan Wajib Pajak lain, Wajib Pajak orang pribadi atau badan tersebut termasuk Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang dapat dimintakan penghentian Penyidikan dengan menggunakan identitas perpajakan sendiri. | |
(7) | Dalam rangka pengajuan permohonan kepada Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), terhadap orang pribadi atau badan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b, dan/atau kuasa atau pegawai dari Wajib Pajak atau pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c, yang belum memiliki identitas perpajakan, diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
BAB III
PERMINTAAN INFORMASI PAJAK YANG TIDAK ATAU
KURANG DIBAYAR ATAU YANG TIDAK SEHARUSNYA
DIKEMBALIKAN
Pasal 3
(1) | Permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dapat dilakukan setelah Wajib Pajak melunasi pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan dan ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar 4 (empat) kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan. | |
(2) | Termasuk pajak yang dilunasi oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan sebagai akibat dari adanya: | |
a. | penerbitan dan/atau penggunaan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak, yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya; dan/atau | |
b. | penerbitan faktur pajak sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. |
Pasal 4
(1) | Untuk mengetahui besarnya jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan dan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Wajib Pajak harus meminta informasi secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak. |
(2) | Atas permintaan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak atau pejabat yang ditunjuk harus memberikan informasi tertulis mengenai besarnya jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan dan sanksi administrasi. |
Pasal 5
Jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan dan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dihitung berdasarkan berita acara pemeriksaan ahli pada saat Penyidikan.
BAB IV
TATA CARA PERMINTAAN PENGHENTIAN PENYIDIKAN
Pasal 6
(1) | Dalam rangka penghentian Penyidikan, Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 mengajukan permohonan kepada Menteri Keuangan dengan tembusan Direktur Jenderal Pajak. | |
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: | |
a. | diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan menyatakan pengakuan bersalah dan pelunasan jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan dan sanksi administrasi; | |
b. | ditandatangani oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan tidak dapat dikuasakan; dan | |
c. | dilampiri dengan surat setoran pajak dan/atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat setoran pajak sebagai bukti pelunasan jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan dan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3. |
Pasal 7
(1) | Setelah menerima permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), Menteri Keuangan meminta Direktur Jenderal Pajak untuk meneliti dan memberikan pendapat secara tertulis sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan. | |
(2) | Dalam rangka memenuhi permintaan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak menyampaikan hasil penelitian dan pendapat secara tertulis kepada Menteri Keuangan yang paling sedikit memuat: | |
a. | nama Wajib Pajak; | |
b. | Nomor Pokok Wajib Pajak; | |
c. | nama tersangka; | |
d. | kedudukan/jabatan tersangka; | |
e. | Masa Pajak/Tahun Pajak; | |
f. | tindak pidana di bidang perpajakan yang disangkakan; | |
g. | tahapan perkembangan Penyidikan; | |
h. | jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan dan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3; | |
i. | kebenaran pelunasan jumlah yang tercantum dalam surat setoran pajak dan/atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat setoran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf c; dan | |
j. | pendapat Direktur Jenderal Pajak. |
Pasal 8
(1) | Atas permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan dengan mempertimbangkan hasil penelitian dan pendapat secara tertulis dari Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), Menteri Keuangan memutuskan untuk menyetujui atau menolak permohonan Wajib Pajak. | |
(2) | Dalam hal Menteri Keuangan menyetujui permohonan Wajib Pajak, Menteri Keuangan menyampaikan surat permintaan penghentian Penyidikan kepada Jaksa Agung disertai dengan surat setoran pajak dan/atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat setoran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf c. | |
(3) | Dalam hal Menteri Keuangan menolak permohonan Wajib Pajak, berlaku ketentuan sebagai berikut: | |
a. | Menteri Keuangan memberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak; dan | |
b. | pelunasan sebagaimana tercantum dalam surat setoran pajak dan/atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat setoran pajak merupakan kelebihan pembayaran pajak. |
BAB V
KEPUTUSAN ATAS PERMINTAAN PENGHENTIAN PENYIDIKAN
Pasal 9
(1) | Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan Penyidikan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permintaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2). | |
(2) | Dalam hal keputusan dari Jaksa Agung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa menerima permintaan penghentian Penyidikan, berlaku ketentuan sebagai berikut: | |
a. | Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Pajak memberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak; dan | |
b. | proses Penyidikan terhadap Wajib Pajak dihentikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. | |
(3) | Dalam hal keputusan dari Jaksa Agung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa menolak permintaan penghentian Penyidikan, berlaku ketentuan sebagai berikut: | |
a. | Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Pajak memberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak; | |
b. | proses Penyidikan terhadap Wajib Pajak dilanjutkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan | |
c. | pelunasan sebagaimana tercantum dalam surat setoran pajak dan/atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat setoran pajak merupakan kelebihan pembayaran pajak. | |
(4) | Dalam hal berkas permintaan penghentian Penyidikan dikembalikan oleh Kejaksaan Agung untuk dilengkapi dan/atau diperbaiki, Menteri Keuangan menyampaikan kembali surat permintaan penghentian Penyidikan kepada Jaksa Agung dan jangka waktu 6 (enam) bulan penghentian Penyidikan dimulai sejak surat permintaan tersebut disampaikan. |
BAB VI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 10
(1) | Kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf b dan Pasal 9 ayat (3) huruf c, dapat diminta kembali oleh Wajib Pajak berdasarkan permohonan sesuai ketentuan yang mengatur mengenai tata cara pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. | |
(2) | Terhadap kelebihan pembayaran pajak yang diminta kembali oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak diberikan imbalan bunga. | |
(3) | Dalam hal keputusan Jaksa Agung menerima permintaan penghentian Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2), Wajib Pajak tidak dapat memohon: | |
a. | pemindahbukuan; dan/atau | |
b. | pengembalian kelebihan pembayaran pajak, | |
atas pelunasan sebagaimana tercantum dalam surat setoran pajak dan/atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat setoran pajak. |
Pasal 11
Dokumen berupa: | |
a. | surat permohonan penghentian Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6; dan |
b. | surat penolakan permohonan penghentian Penyidikan dari Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3), |
dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 12
Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, terhadap permohonan penghentian Penyidikan kepada Menteri Keuangan yang belum diselesaikan, proses penyelesaian permohonan tersebut dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 129/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Permintaan Penghentian Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Untuk Kepentingan Penerimaan Negara.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 13
Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 129/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Permintaan Penghentian Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Untuk Kepentingan Penerimaan Negara, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 14
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 8 April 2016
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BAMBANG P.S. BRODJONEGORO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 8 April 2016
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA