Peraturan Pajak
PMK - 52/PMK.010/2017 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52/PMK.010/2017 TENTANG PENGGUNAAN NILAI BUKU ATAS PENGALIHAN DAN PEROLEHAN HARTA DALAM RANGKA PENGGABUNGAN, PELEBURAN, PEMEKARAN, ATAU PENGAMBILALIHAN USAHA
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 52/PMK.010/2017
TENTANG
PENGGUNAAN NILAI BUKU ATAS PENGALIHAN DAN PEROLEHAN HARTA
DALAM RANGKA PENGGABUNGAN, PELEBURAN, PEMEKARAN, ATAU
PENGAMBILALIHAN USAHA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. | bahwa ketentuan mengenai penggunaan nilai buku atas pengalihan harta dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.03/2008 tentang Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan Harta dalam rangka Penggabungan, Peleburan, atau Pemekaran Usaha; |
b. | bahwa dalam rangka menyelaraskan kebijakan di bidang perpajakan dengan kebijakan di bidang ekonomi, investasi, dan moneter, khususnya kebijakan untuk mendorong penguatan badan hukum di Indonesia melalui penyatuan usaha dan mendorong pemisahan unit usaha syariah menjadi badan hukum tersendiri, perlu mengganti Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.03/2008 tentang Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan Harta dalam rangka Penggabungan, Peleburan, atau Pemekaran Usaha sebagaimana dimaksud dalam huruf a; |
c. | bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan dan Perolehan Harta dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, Pemekaran, atau Pengambilalihan Usaha; |
Mengingat :
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENGGUNAAN NILAI BUKU ATAS PENGALIHAN DAN PEROLEHAN HARTA DALAM RANGKA PENGGABUNGAN, PELEBURAN, PEMEKARAN, ATAU PENGAMBILALIHAN USAHA.
Pasal 1
(1) | Wajib Pajak menggunakan nilai pasar atas pengalihan harta dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha. | |
(2) | Wajib Pajak dapat menggunakan nilai buku atas pengalihan harta dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha, setelah mendapatkan persetujuan Direktur Jenderal Pajak. | |
(3) | Penggabungan usaha yang dapat menggunakan nilai buku sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yaitu: | |
a. | penggabungan dari dua atau lebih Wajib Pajak badan dalam negeri yang modalnya terbagi atas saham dengan cara mengalihkan seluruh harta dan kewajiban kepada salah satu Wajib Pajak badan yang tidak mempunyai sisa kerugian fiskal atau mempunyai sisa kerugian fiskal yang lebih kecil dan membubarkan Wajib Pajak badan yang mengalihkan harta dan kewajiban tersebut; atau | |
b. | penggabungan dari badan hukum yang didirikan atau bertempat kedudukan di luar negeri dengan Wajib Pajak badan dalam negeri yang modalnya terbagi atas saham, dengan cara mengalihkan seluruh harta dan kewajiban badan hukum yang didirikan atau bertempat kedudukan di luar negeri kepada Wajib Pajak badan dalam negeri yang modalnya terbagi atas saham dan membubarkan badan hukum yang didirikan atau bertempat kedudukan di luar negeri yang mengalihkan harta dan kewajiban tersebut. | |
(4) | Peleburan usaha yang dapat menggunakan nilai buku sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yaitu: | |
a. | peleburan dari dua atau lebih Wajib Pajak badan dalam negeri yang modalnya terbagi atas saham dengan cara mendirikan badan usaha baru di Indonesia dan mengalihkan seluruh harta dan kewajiban kepada Wajib Pajak badan baru serta membubarkan Wajib Pajak badan yang melebur tersebut; atau | |
b. | peleburan dari badan hukum yang didirikan atau bertempat kedudukan di luar negeri dengan Wajib Pajak badan dalam negeri yang modalnya terbagi atas saham, dengan cara mendirikan badan usaha baru di Indonesia dan mengalihkan seluruh harta dan kewajiban kepada badan usaha baru serta membubarkan badan hukum yang didirikan atau bertempat kedudukan di luar negeri dan Wajib Pajak badan dalam negeri yang melebur tersebut. | |
(5) | Pemekaran usaha yang dapat menggunakan nilai buku sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yaitu pemisahan satu Wajib Pajak badan dalam negeri yang modalnya terbagi atas saham menjadi dua Wajib Pajak badan dalam negeri atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha baru dan mengalihkan sebagian harta dan kewajiban kepada badan usaha baru tersebut yang dilakukan tanpa melakukan likuidasi usaha yang lama. | |
(6) | Wajib Pajak yang dapat melakukan pemekaran usaha dengan menggunakan nilai buku sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yaitu: | |
a. | Wajib Pajak yang belum Go Public yang bermaksud melakukan penawaran umum perdana (Initial Public Offering); | |
b. | Wajib Pajak yang telah Go Public sepanjang seluruh badan usaha hasil pemekaran melakukan penawaran umum perdana (Initial Public Offering); atau | |
c. | Wajib Pajak badan yang melakukan pemisahan unit usaha syariah dalam rangka menjalankan kewajiban pemisahan usaha berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. | |
(7) | Pengambilalihan usaha yang dapat menggunakan nilai buku sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yaitu penggabungan dari Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap yang menjalankan kegiatan di bidang usaha bank dengan Wajib Pajak badan dalam negeri yang modalnya terbagi atas saham, dengan cara mengalihkan seluruh atau sebagian harta dan kewajiban Bentuk Usaha Tetap kepada Wajib Pajak badan dalam negeri yang modalnya terbagi atas saham dan membubarkan Bentuk Usaha Tetap tersebut. |
Pasal 2
(1) | Wajib Pajak yang melakukan pengalihan atau menerima pengalihan harta dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha dengan menggunakan nilai buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) wajib memenuhi syarat sebagai berikut: | |
a. | mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak paling lama 6 (enam) bulan setelah tanggal efektif penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha dilakukan, dengan melampirkan alasan dan tujuan melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha; | |
b. | memenuhi persyaratan tujuan bisnis (business purpose test); dan | |
c. | memperoleh surat keterangan fiskal dari Direktur Jenderal Pajak untuk tiap Wajib Pajak badan dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang terkait. | |
(2) | Persyaratan tujuan bisnis (business purpose test) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terpenuhi apabila: | |
a. | tujuan utama dari penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha yaitu untuk menciptakan sinergi usaha yang kuat dan memperkuat struktur permodalan serta tidak dilakukan untuk penghindaran pajak | |
b. | kegiatan usaha Wajib Pajak yang mengalihkan harta masih berlangsung sampai dengan tanggal efektif dari penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha; | |
c. | kegiatan usaha Wajib Pajak yang mengalihkan harta sebelum penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan usaha terjadi, wajib dilanjutkan oleh Wajib Pajak yang menerima pengalihan harta paling singkat 5 (lima) tahun setelah tanggal efektif penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan usaha; | |
d. | kegiatan usaha Wajib Pajak yang menerima harta dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha tetap berlangsung paling singkat 5 (lima) tahun setelah tanggal efektif penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha; dan | |
e. | harta berupa aktiva tetap yang dimiliki oleh Wajib Pajak yang menerima harta yang berasal dari penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha tidak dipindahtangankan oleh Wajib Pajak yang menerima harta paling singkat 2 (dua) tahun setelah tanggal efektif penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan kecuali pemindahtanganan tersebut dilakukan untuk tujuan peningkatan efisiensi perusahaan. | |
(3) | Harta yang dapat diajukan permohonan untuk menggunakan nilai buku merupakan harta yang telah dialihkan pada tanggal efektif penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha. | |
(4) | Nilai buku sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan nilai buku pada tanggal efektif penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha. |
Pasal 3
(1) | Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a diajukan oleh: | |
a. | Wajib Pajak yang menerima harta, dalam hal dilakukan penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan usaha; atau | |
b. | Wajib Pajak yang mengalihkan harta dalam hal dilakukan pemekaran usaha. | |
(2) | Permohonan yang diajukan oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut: | |
a. | surat pernyataan yang mengemukakan alasan dan tujuan melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha; | |
b. | surat pernyataan yang menerangkan bahwa penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha yang dilakukan memenuhi persyaratan tujuan bisnis (business purpose test) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2); dan | |
c. | surat keterangan fiskal dari Direktur Jenderal Pajak untuk tiap Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang terkait. | |
(3) | Permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dengan dokumen pendukung atas surat pernyataan sebagaimana dimaksud, pada ayat (2) huruf a dan huruf b. | |
(4) | Dalam hal permohonan Wajib Pajak tidak dilengkapi dengan dokumen dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), Direktur Jenderal Pajak menyampaikan surat permintaan kelengkapan kepada Wajib Pajak paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak diterimanya permohonan. | |
(5) | Permintaan kelengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib dipenuhi oleh Wajib Pajak yang bersangkutan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya surat permintaan kelengkapan. | |
(6) | Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi permintaan kelengkapan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Direktur Jenderal Pajak menyampaikan surat pemberitahuan yang menyatakan bahwa permohonan Wajib Pajak tidak dipertimbangkan dan tidak diterbitkan surat keputusan. | |
(7) | Atas Permohonan Wajib Pajak yang tidak dipertimbangkan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Wajib Pajak dapat menyampaikan permohonan kembali secara lengkap sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dengan memperhatikan jangka waktu penyampaian permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a. |
Pasal 4
(1) | Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan keputusan persetujuan atau penolakan permohonan, paling lambat 1 (satu) bulan terhitung sejak diterimanya permohonan Wajib Pajak secara lengkap. |
(2) | Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan keputusan, terhadap permohonan Wajib Pajak dianggap disetujui. |
(3) | Terhadap permohonan yang dianggap disetujui sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak jangka waktu 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlampaui, harus menerbitkan keputusan persetujuan penggunaan nilai buku dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha. |
Pasal 5
(1) | Wajib Pajak yang telah melakukan pemindahtanganan harta dengan tujuan peningkatan efisiensi perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf e, harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak paling lama dalam jangka waktu 1 (satu) bulan setelah terjadinya pemindahtanganan harta. | ||
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut: | ||
a. | surat pernyataan yang mengemukakan bahwa harta tersebut layak dipindahtangankan demi meningkatkan efisiensi perusahaan; dan | ||
b. | rincian harta yang dipindahtangankan, dilengkapi data dengan informasi yang paling sedikit memuat: | ||
1. | nama harta; | ||
2. | tanggal perolehan harta; | ||
3. | nilai perolehan harta; | ||
4. | nilai buku harta saat penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha; | ||
5. | nilai buku, nilai jual, dan nilai pasar harta saat harta dipindahtangankan; dan | ||
6. | nama dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang akan menerima pemindahtanganan harta. | ||
(3) | Permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dengan dokumen pendukung atas surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a. | ||
(4) | Dalam hal permohonan Wajib Pajak tidak dilengkapi dengan dokumen dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), Direktur Jenderal Pajak menyampaikan surat permintaan kelengkapan kepada Wajib Pajak paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak diterimanya permohonan. | ||
(5) | Permintaan kelengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib dipenuhi oleh Wajib Pajak yang bersangkutan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya surat permintaan kelengkapan. | ||
(6) | Dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan kelengkapan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud, pada ayat (5), Direktur Jenderal Pajak menyampaikan surat pemberitahuan yang menyatakan bahwa permohonan Wajib Pajak tidak dipertimbangkan dan tidak diterbitkan surat keputusan. | ||
(7) | Atas permohonan Wajib Pajak yang tidak dipertimbangkan sebagaimana dimaksud, pada ayat (6), Wajib Pajak dapat menyampaikan permohonan kembali secara lengkap sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3). |
Pasal 6
(1) | Direktur Jenderal Pajak menerbitkan keputusan persetujuan atau penolakan atas permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud, dalam Pasal 5 ayat (1), paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan secara lengkap. |
(2) | Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan keputusan, terhadap permohonan Wajib Pajak dianggap disetujui. |
(3) | Terhadap permohonan yang dianggap disetujui sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak jangka waktu 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlampaui, Direktur Jenderal Pajak harus menerbitkan keputusan persetujuan permohonan Wajib Pajak untuk melakukan pemindahtanganan dengan tujuan peningkatan efisiensi perusahaan. |
Pasal 7
(1) | Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (6) huruf a dan huruf b yang bermaksud menjual sahamnya di bursa efek, dalam jangka waktu paling lambat 1 (satu) tahun terhitung sejak memperoleh persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak untuk melakukan pemekaran usaha dengan menggunakan nilai buku, harus telah mengajukan pernyataan pendaftaran kepada Otoritas Jasa Keuangan dalam rangka penawaran umum perdana (Initial Public Offering) dan pernyataan pendaftaran tersebut telah menjadi efektif. | |
(2) | Dalam hal terdapat keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak yang menyebabkan tidak dapat dipenuhinya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu tersebut kepada Direktur Jenderal Pajak. | |
(3) | Permohonan perpanjangan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus diajukan paling lama 1 (satu) bulan sebelum jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir. | |
(4) | Perpanjangan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir. | |
(5) | Permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut: | |
a. | surat penjelasan penundaan penawaran umum perdana (Initial Public Offering) dengan memberikan alasan yang lengkap dan terperinci; dan | |
b. | surat penjelasan mengenai harta yang dimiliki perusahaan hasil pemekaran usaha sejak tanggal efektif dilakukannya pemekaran usaha sampai dengan bulan terakhir sebelum pengajuan permohonan perpanjangan jangka waktu dari Wajib Pajak. | |
(6) | Permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilengkapi dengan dokumen pendukung atas surat penjelasan penundaan penawaran umum perdana (Initial Public Offering) sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a. | |
(7) | Dalam hal permohonan Wajib Pajak tidak dilengkapi dengan dokumen dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6), Direktur Jenderal Pajak menyampaikan surat permintaan kelengkapan paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak diterimanya permohonan. | |
(8) | Permintaan kelengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) wajib dipenuhi oleh Wajib Pajak yang bersangkutan dengan jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya surat permintaan kelengkapan dari Direktur Jenderal Pajak. | |
(9) | Dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan kelengkapan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (8) Direktur Jenderal Pajak menyampaikan surat pemberitahuan yang menyatakan bahwa permohonan Wajib Pajak tidak dipertimbangkan dan tidak diterbitkan surat keputusan. | |
(10) | Atas permohonan Wajib Pajak yang tidak dipertimbangkan sebagaimana dimaksud pada ayat (9), Wajib Pajak dapat menyampaikan permohonan kembali secara lengkap sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) dengan memperhatikan jangka waktu penyampaian permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3). |
Pasal 8
(1) | Direktur Jenderal Pajak menerbitkan keputusan persetujuan atau penolakan atas permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3), paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan secara lengkap. |
(2) | Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan keputusan, terhadap permohonan Wajib Pajak dianggap disetujui. |
(3) | Terhadap permohonan yang dianggap disetujui sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak jangka waktu 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlampaui, Direktur Jenderal Pajak harus menerbitkan keputusan persetujuan. |
Pasal 9
(1) | Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (7) dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal efektif pengalihan harta harus membubarkan kegiatan usaha dengan memperoleh surat keputusan pencabutan izin usaha bank yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan. | |
(2) | Dalam hal terdapat keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak, jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang dengan tambahan waktu paling lama 1 (satu) tahun, setelah mendapat persetujuan Direktur Jenderal Pajak. | |
(3) | Wajib Pajak yang melakukan perpanjangan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus: | |
a. | telah mengajukan permohonan persiapan pencabutan izin usaha kepada Otoritas Jasa Keuangan sebelum jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir; dan | |
b. | mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak paling lambat 1 (satu) bulan sebelum jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir. |
|
(4) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b harus dilengkapi dengan dokumen berupa: | |
a. | bukti telah menyampaikan permohonan persiapan pencabutan ijin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a; dan |
|
b. | surat penjelasan belum dilakukannya pembubaran kegiatan usaha dengan memberikan alasan yang lengkap dan terperinci beserta dokumen pendukungnya mengenai adanya keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak yang menyebabkan tidak dapat membubarkan usaha dalam jangka waktu 2 (dua) tahun. | |
(5) | Dalam hal permohonan Wajib Pajak tidak dilengkapi dengan dokumen dan/atau dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Direktur Jenderal Pajak menyampaikan surat permintaan kelengkapan paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak diterimanya permohonan. | |
(6) | Permintaan kelengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib dipenuhi oleh Wajib Pajak yang bersangkutan dengan jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya surat permintaan kelengkapan dari Direktur Jenderal Pajak. | |
(7) | Dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan kelengkapan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Direktur Jenderal Pajak menyampaikan surat pemberitahuan yang menyatakan bahwa permohonan Wajib Pajak tidak dipertimbangkan dan tidak diterbitkan surat keputusan. | |
(8) | Atas permohonan Wajib Pajak yang tidak dipertimbangkan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Wajib Pajak dapat menyampaikan permohonan kembali secara lengkap sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan memperhatikan jangka waktu penyampaian permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b. |
Pasal 10
(1) | Direktur Jenderal Pajak menerbitkan keputusan persetujuan atau penolakan atas permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) huruf b, paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan secara lengkap. |
(2) | Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan keputusan, terhadap permohonan Wajib Pajak dianggap disetujui. |
(3) | Terhadap permohonan yang dianggap disetujui sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak jangka waktu 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlampaui, Direktur Jenderal Pajak harus menerbitkan keputusan persetujuan. |
Pasal 11
(1) | Wajib Pajak yang menerima harta dengan menggunakan nilai buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2), tidak boleh mengompensasikan kerugian/sisa kerugian dari Wajib Pajak badan, Bentuk Usaha Tetap, atau badan hukum yang didirikan atau bertempat kedudukan di luar negeri yang mengalihkan harta dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan usaha. |
(2) | Wajib Pajak dalam negeri yang menerima harta dalam rangka penggabungan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3) huruf b atau peleburan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (4) huruf b, tidak dapat membebankan pajak dan/atau pungutan lain yang terutang di luar negeri dari badan hukum yang didirikan atau bertempat kedudukan di luar negeri yang mengalihkan harta. |
Pasal 12
(1) | Wajib Pajak yang menerima pengalihan harta dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) mencatat nilai perolehan harta tersebut sesuai nilai buku sebagaimana tercantum dalam pembukuan pihak yang mengalihkan. | |
(2) | Nilai buku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: | |
a. | nilai perolehan dikurangi akumulasi penyusutan atau akumulasi amortisasi, untuk harta yang dilakukan penyusutan atau amortisasi; atau | |
b. | nilai perolehan untuk harta yang tidak dilakukan penyusutan atau amortisasi. | |
(3) | Penyusutan atau amortisasi atas harta yang diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan masa manfaat yang tersisa sebagaimana tercantum dalam pembukuan pihak yang mengalihkan harta. | |
(4) | Dalam hal terdapat utang piutang antara Wajib Pajak yang melakukan pengalihan harta dan Wajib Pajak yang menerima pengalihan harta dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan usaha, pencatatannya dilakukan dengan cara saling hapus (offset) serta tidak diakui adanya pendapatan atas penghapusan utang dan biaya atas penghapusan piutang. |
Pasal 13
(1) | Dalam hal penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan usaha dilakukan dalam tahun pajak berjalan, jumlah angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 Wajib Pajak yang menerima harta setelah penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan usaha tidak lebih kecil dari penjumlahan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 dari seluruh Wajib Pajak yang terkait sebelum penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan usaha. |
(2) | Dalam hal pemekaran usaha dilakukan dalam tahun pajak berjalan, jumlah angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 dari seluruh Wajib Pajak setelah pemekaran usaha tidak lebih kecil dari angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 dari Wajib Pajak yang terkait sebelum pemekaran usaha. |
(3) | Ketentuan jumlah angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku sampai dengan kewajiban pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan disampaikan untuk tahun pajak atau bagian tahun pajak dilakukannya penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha. |
(4) | Dalam hal Wajib Pajak setelah melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha mengalami peningkatan usaha sehingga angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 seharusnya meningkat, besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dihitung kembali sesuai dengan ketentuan yang berlaku. |
(5) | Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan angsuran Pajak Penghasilan sebagaimana diatur dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. |
(6) | Pelunasan Pajak Penghasilan tahun pajak berjalan melalui pembayaran, pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan sebelum dilakukannya penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha dari Wajib Pajak badan dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang mengalihkan harta, dapat dipindahbukukan menjadi pelunasan Pajak Penghasilan tahun berjalan dari Wajib Pajak yang menerima pengalihan. |
Pasal 14
(1) | Dalam hal setelah mendapatkan persetujuan Direktur Jenderal Pajak untuk menggunakan nilai buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), diketahui bahwa Wajib Pajak: | |
a. | tidak memenuhi ketentuan persyaratan tujuan bisnis (business purpose test) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b; | |
b. | melakukan pemindahtanganan harta, tetapi tidak mengajukan permohonan pemindahtanganan harta dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1); | |
c. | memperoleh penolakan pemindahtanganan harta dari Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan harta tersebut telah dipindahtangankan; | |
d. | tidak mengajukan pernyataan pendaftaran kepada Otoritas Jasa Keuangan dalam rangka penawaran umum perdana (Initial Public Offering) atau pernyataan pendaftaran tersebut belum menjadi efektif dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) atau ayat (2); | |
e. | memperoleh penolakan perpanjangan jangka waktu penawaran umum perdana (Initial Public Offering) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1); | |
f. | tidak membubarkan Bentuk Usaha Tetap dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) atau ayat (2); dan/atau | |
g. | memperoleh penolakan perpanjangan jangka waktu pembubaran Bentuk Usaha Tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), | |
nilai pengalihan harta dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha berdasarkan nilai buku dihitung kembali berdasarkan nilai pasar pada saat pengalihan harta pada tanggal efektif penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha. | ||
(2) | Terhadap Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Jenderal Pajak: | |
a. | menerbitkan surat keputusan pencabutan atas surat keputusan persetujuan penggunaan nilai buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4; dan | |
b. | menghitung kembali nilai pengalihan harta berdasarkan nilai pasar untuk menetapkan pajak penghasilan yang terutang. | |
(3) | Pajak Penghasilan yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf b ditanggung oleh: | |
a. | Wajib Pajak yang menerima harta, dalam hal pengalihan harta dilakukan dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan usaha; atau | |
b. | Wajib Pajak yang mengalihkan harta, dalam dalam hal pengalihan harta dilakukan dalam rangka pemekaran usaha. |
Pasal 15
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan dan penerbitan keputusan mengenai penggunaan nilai buku atas pengalihan dan perolehan harta dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha, diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 16
Terhadap hak dan kewajiban perpajakan dari Wajib Pajak yang mengalihkan harta dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan usaha untuk masa pajak, bagian tahun pajak, dan/atau tahun pajak sebelum dilakukannya: | |
a. | penggabungan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3); |
b. | peleburan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (4); atau |
c. | pembubaran Bentuk Usaha Tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) atau (2), |
beralih kepada Wajib Pajak yang menerima pengalihan harta dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan usaha.
Pasal 17
(1) | Terhadap permohonan penggunaan nilai buku yang diajukan sebelum atau setelah berlakunya Peraturan Menteri ini dan belum diterbitkan surat keputusan penggunaan nilai buku oleh Direktur Jenderal Pajak, berlaku ketentuan sebagai berikut: | |
a. | atas penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha yang terjadi sampai dengan tanggal 31 Desember 2016, berlaku ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.03/2008 tentang Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan Harta dalam rangka Penggabungan, Peleburan, atau Pemekaran Usaha; atau | |
b. | atas penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha yang terjadi sejak tanggal 1 Januari 2017, berlaku ketentuan Peraturan Menteri ini. | |
(2) | Atas penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha yang terjadi sebelum Peraturan Menteri ini berlaku dan telah diterbitkan surat keputusan penggunaan nilai buku oleh Direktur Jenderal Pajak, surat keputusan tersebut dinyatakan tetap berlaku. |
Pasal 18
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.03/2008 tentang Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan Harta dalam rangka Penggabungan, Peleburan, atau Pemekaran Usaha (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 30), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 19
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
pada tanggal 13 April 2017
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SRI MULYANI INDRAWATI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 17 April 2017
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA