SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 39/PJ/2017
TENTANG
PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 116/PMK.010/2017
TENTANG BARANG KEBUTUHAN POKOK YANG TIDAK DIKENAI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
A.
|
Umum Sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.010/2017 tanggal 15 Agustus 2017 tentang Barang Kebutuhan Pokok yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai yang pada intinya mengatur jenis barang kebutuhan pokok yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai, perlu diberikan penjelasan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan tersebut.
|
|
|
B.
|
Maksud dan Tujuan
1.
|
Maksud Surat Edaran Direktur Jenderal ini dimaksudkan sebagai pedoman pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.010/2017.
|
2.
|
Tujuan Surat Edaran Direktur Jenderal ini bertujuan untuk memberikan kejelasan serta keseragaman pemahaman dan perlakuan dalam pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.010/2017.
|
|
|
|
C.
|
Ruang Lingkup
Ruang lingkup Surat Edaran Direktur Jenderal ini meliputi:
1.
|
Penyampaian isi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.010/2017 serta implikasi perpajakannya untuk diketahui dan dipahami oleh petugas pajak di seluruh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dan Kantor Pelayanan Pajak.
|
2.
|
Meminta kepada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dan Kantor Pelayanan Pajak untuk menyosialisasikan Peraturan Menteri Keuangan tersebut beserta implikasi perpajakannya kepada para pengusaha khususnya pengusaha yang melakukan ekspor, impor, dan/atau penyerahan dalam negeri atas jenis barang yang sebelumnya berstatus sebagai Barang Kena Pajak yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai namun dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.010/2017 berubah menjadi barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai.
|
|
|
|
D.
|
Dasar Hukum
1.
|
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, mengatur antara lain:
- Pasal 1 angka 2, bahwa Barang adalah barang berwujud, yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud.
- Pasal 1 angka 3, bahwa Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang ini.
- Pasal 4A ayat (2) huruf b, bahwa jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah barang tertentu dalam kelompok barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak.
- Penjelasan Pasal 4A ayat (2) huruf b, bahwa barang kebutuhan pokok yang dibutuhkan oleh rakyat banyak antara lain meliputi beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, buah-buahan, dan sayur-sayuran.
|
2.
|
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 39/PUU-XIV/2016.
|
3.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012, mengatur antara lain:
- Pasal 7 ayat (1), bahwa jenis barang dan jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 4A Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
- Pasal 7 ayat (2), bahwa ketentuan mengenai kriteria dan/atau rincian barang dan jasa yang termasuk dalam jenis barang dan jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
|
4.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.010/2017 tentang Barang Kebutuhan Pokok yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai.
|
|
|
|
E.
|
Materi
1.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.010/2017 diterbitkan dalam rangka menyelaraskan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 39/PUU-XIV/2016 serta untuk lebih memberikan kepastian hukum dan kejelasan mengenai jenis-jenis barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan rakyat banyak yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai.
|
2.
|
Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.010/2017 menyatakan bahwa Peraturan Menteri Keuangan tersebut berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal 16 Agustus 2017, sehingga terhitung sejak 15 September 2017 berlaku ketentuan sebagai berikut:
a.
|
Jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah barang tertentu dalam kelompok barang kebutuhan pokok yang menyangkut hajat hidup rakyat banyak dengan skala pemenuhan kebutuhan yang tinggi serta menjadi faktor pendukung kesejahteraan masyarakat, berupa:
1)
|
beras dan gabah;
|
2)
|
jagung;
|
3)
|
sagu;
|
4)
|
kedelai;
|
5)
|
garam konsumsi;
|
6)
|
daging;
|
7)
|
telur;
|
8)
|
susu;
|
9)
|
buah-buahan;
|
10)
|
sayur-sayuran;
|
11)
|
ubi-ubian;
|
12)
|
bumbu-bumbuan; dan
|
13)
|
gula konsumsi.
|
|
b.
|
Kriteria dan/atau rincian barang kebutuhan pokok yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam huruf a adalah tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.010/2017.
|
c.
|
Kriteria dan/atau rincian barang kebutuhan pokok yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam huruf b juga memperhatikan definisi barang menurut pos tarif sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur tentang sistem klasifikasi barang.
|
d.
|
Kriteria dan/atau rincian barang sebagaimana dimaksud dalam huruf b berlaku untuk ekspor, impor, dan/atau penyerahan dalam negeri.
|
e.
|
Dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.010/2017 tersebut, beberapa hal yang perlu mendapat perhatian adalah sebagai berikut:
1)
|
Terdapat jenis barang yang sebelumnya adalah Barang Kena Pajak berubah menjadi jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai, yaitu ubi-ubian, bumbu-bumbuan, dan gula konsumsi.
|
2)
|
Perubahan status jenis barang sebagaimana dimaksud dalam angka 1) berdampak pada pengkreditan Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dari semula dapat dikreditkan menjadi tidak dapat dikreditkan. Memperhatikan tanggal mulai berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.010/2017 yaitu sejak tanggal 15 September 2017, maka terkait dengan hak atas pengkreditan Pajak Masukan tersebut dapat diberikan penjelasan bahwa Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang saat terutang Pajak Pertambahan Nilainya terjadi sebelum tanggal 15 September 2017, sedangkan:
a)
|
saat pembuatan Faktur Pajaknya terjadi sebelum tanggal 15 September 2017 dan Faktur Pajak tersebut diterima sebelum tanggal 15 September 2017.
|
b)
|
saat pembuatan Faktur Pajaknya terjadi sebelum tanggal 15 September 2017, namun Faktur Pajak tersebut baru diterima pada tanggal 15 September 2017 atau setelahnya.
|
c)
|
saat pembuatan Faktur Pajaknya terlambat namun belum melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak Faktur Pajak tersebut seharusnya dibuat sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012.
|
Pengkreditan Faktur Pajak Masukan sebagaimana dimaksud huruf b) dan c) tetap berpedoman pada ketentuan Pasal 9 ayat (9) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009
|
3)
|
Dalam hal Pengusaha Kena Pajak yang dalam suatu Masa Pajak melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak dihitung dengan menggunakan pedoman sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.011/2014.
|
|
|
3.
|
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dengan ini diminta kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak untuk segera menyosialisasikan Peraturan Menteri Keuangan tersebut kepada para pengusaha yang terdaftar di wilayah kerja masing-masing.
|
|
Demikian Surat Edaran ini disampaikan untuk diketahui dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 November 2017
DIREKTUR JENDERAL,
ttd.
KEN DWIJUGIASTEADI
NIP 195711081984081001