Solomon Consulting Group

 

Peraturan Pajak

PMK 237/PMK.010/2020 TENTANG PERLAKUAN PERPAJAKAN, KEPABEANAN, DAN CUKAI PADA KAWASAN EKONOMI KHUSUS

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 237/PMK.010/2020

TENTANG

PERLAKUAN PERPAJAKAN, KEPABEANAN, DAN CUKAI
PADA KAWASAN EKONOMI KHUSUS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :    

  1. bahwa untuk meningkatkan penanaman modal dan mempercepat pelaksanaan berusaha di Kawasan Ekonomi Khusus yang dapat menunjang pengembangan ekonomi nasional dan pengembangan ekonomi di wilayah tertentu untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja, telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2020 tentang Fasilitas dan Kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus;
  2. bahwa untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a serta memberikan perlakuan perpajakan, kepabeanan, dan/atau cukai di Kawasan Ekonomi Khusus, perlu menyusun Peraturan Menteri Keuangan mengenai perlakuan perpajakan, kepabeanan, dan/atau cukai pada Kawasan Ekonomi Khusus;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 26 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, ketentuan Pasal 30 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan, dan ketentuan Pasal 5 ayat (6), Pasal 18, Pasal 19 ayat (2), Pasal 20 ayat (5), Pasal 22 ayat (4), Pasal 23 ayat (2), Pasal 25 ayat (7), Pasal 26 ayat (2), Pasal 30 ayat (2), dan Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2020 tentang Fasilitas dan Kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perlakuan Perpajakan, Kepabeanan, dan Cukai pada Kawasan Ekonomi Khusus;


Mengingat :

  1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
  3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
  4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
  5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
  6. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755);
  7. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
  8. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5066);
  9. Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan (Lembaran Negara Indonesia Tahun 2010 Nomor 161, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5183);
  10. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2020 tentang Fasilitas dan Kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus (Lembaran Negara Indonesia Tahun 2020 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6472);
  11. Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
  12. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 180/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga National Single Window (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1825);
  13. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1862) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.01/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1745);

 

MEMUTUSKAN :


Menetapkan :


PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERLAKUAN PERPAJAKAN, KEPABEANAN, DAN CUKAI PADA KAWASAN EKONOMI KHUSUS.

 

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1


Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.
  2. Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.
  3. Dewan Nasional adalah dewan yang dibentuk di tingkat nasional untuk menyelenggarakan KEK.
  4. Dewan Kawasan adalah dewan yang dibentuk di tingkat provinsi untuk membantu Dewan Nasional dalam penyelenggaraan KEK.
  5. Administrator KEK adalah bagian dari Dewan Kawasan yang dibentuk untuk setiap KEK guna membantu Dewan Kawasan dalam penyelenggaraan KEK.
  6. Badan Usaha adalah perusahaan berbadan hukum yang berupa Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, koperasi, swasta, dan usaha patungan untuk menyelenggarakan kegiatan usaha KEK.
  7. Pelaku Usaha adalah perusahaan yang berbentuk badan hukum, tidak berbadan hukum, atau usaha orang perseorangan yang melakukan kegiatan usaha di KEK.
  8. Pembangunan adalah pendirian kawasan, perusahaan, atau pabrik baru untuk menghasilkan barang dan/atau jasa.
  9. Pengembangan adalah pengembangan kawasan, perusahaan, atau pabrik yang telah ada, meliputi penambahan, modernisasi, rehabilitasi, dan/atau restrukturisasi dari alat-alat produksi termasuk mesin untuk tujuan peningkatan jumlah, jenis, dan/atau kualitas hasil produksi barang dan/atau jasa.
  10. Tempat Penimbunan Berikat yang selanjutnya disingkat TPB adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan bea masuk.
  11. Kegiatan Utama adalah bidang usaha beserta rantai produksinya yang menjadi fokus kegiatan KEK dan ditetapkan oleh Dewan Nasional.
  12. Kegiatan Lainnya adalah bidang usaha di luar Kegiatan Utama di KEK.
  13. Kegiatan Usaha Utama adalah bidang usaha dan jenis produksi sebagaimana tercantum dalam izin prinsip, izin investasi, pendaftaran penanaman modal, atau Izin Usaha bagi Badan Usaha dan Perizinan Berusaha bagi Pelaku Usaha pada saat pengajuan permohonan pengurangan Pajak Penghasilan badan atau fasilitas Pajak Penghasilan.
  14. Penanaman Modal adalah investasi berupa aktiva tetap berwujud termasuk tanah yang digunakan untuk kegiatan utama, baik untuk penanaman modal baru maupun perluasan dari usaha yang telah ada.
  15. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.    
  16. Aktiva Tetap Berwujud adalah aktiva berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun  yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dibangun dan/atau dirakit lebih dahulu, yang digunakan dalam operasi perusahaan, dan tidak dimaksudkan untuk diperjualbelikan atau dipindahtangankan.
  17. Aktiva Tak Berwujud adalah aktiva tidak berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang digunakan dalam operasi perusahaan, dan tidak dimaksudkan untuk diperjualbelikan atau dipindahtangankan.
  18. Pajak Dalam Rangka Impor yang selanjutnya disingkat PDRI adalah Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 22.
  19. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari Daerah Pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan/atau cukai.
  20. Tempat Lain Dalam Daerah Pabean yang selanjutnya disingkat TLDDP adalah Daerah Pabean selain Kawasan Bebas dan TPB.
  21. Perizinan Berusaha adalah pendaftaran yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatan dan diberikan dalam bentuk persetujuan yang dituangkan dalam bentuk surat/keputusan atau pemenuhan persyaratan dan/atau komitmen.
  22. Izin Usaha adalah pendaftaran yang diberikan kepada Badan Usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatan dan diberikan dalam bentuk persetujuan yang dituangkan dalam bentuk surat/keputusan atau pemenuhan persyaratan dan/atau komitmen.
  23. Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission yang selanjutnya disebut OSS adalah Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik.
  24. Barang Modal adalah harta berwujud yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, termasuk pengeluaran berkaitan dengan perolehan barang modal yang dikapitalisasi ke dalam harga perolehan barang modal tersebut.
  25. Bahan Baku Usaha Habis Pakai adalah barang yang waktu penggunaannya relatif singkat serta akan hilang keberadaan dan/atau fungsinya jika sudah dipergunakan, yang digunakan dalam proses produksi yang menghasilkan barang dan/atau jasa.
  26. Lembaga Pengelola dan Penyelenggara Online Single Submission yang selanjutnya disebut Lembaga OSS adalah lembaga pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penanaman modal.
  27. Sistem Indonesia National Single Window yang selanjutnya disingkat SINSW adalah sistem elektronik yang mengintegrasikan sistem dan/atau informasi berkaitan dengan proses penanganan dokumen kepabeanan, dokumen kekarantinaan, dokumen perizinan, dokumen kepelabuhanan/kebandarudaraan, dan dokumen lain, yang terkait dengan ekspor dan/atau impor, yang menjamin keamanan data dan informasi serta memadukan alur dan proses informasi antar sistem internal secara otomatis.
  28. Saat Mulai Berproduksi Komersial adalah saat pertama kali hasil produksi atau jasa dari Kegiatan Usaha Utama dijual atau diserahkan, atau digunakan sendiri untuk proses produksi lebih lanjut.
  29. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan.
  30. Pemberitahuan Pabean Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat PPKEK adalah pemberitahuan pabean untuk kegiatan pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari KEK.
  31. Pemberitahuan Jasa Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat PJKEK adalah pemberitahuan yang digunakan dalam pemanfaatan jasa ke dan dari KEK.
  32. Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
  33. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
  34. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.

 

BAB II
FASILITAS DAN KEMUDAHAN PERPAJAKAN,
KEPABEANAN, DAN/ATAU CUKAI

Bagian Kesatu
Jenis Fasilitas dan Syarat Umum Penerima Fasilitas

Pasal 2

 

(1)

Terhadap Badan Usaha dan Pelaku Usaha di KEK diberikan fasilitas berupa:

  1. Pajak Penghasilan;
  2. Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
  3. bea masuk dan PDRI; dam/atau
  4. cukai.

(2)

Bidang usaha yang memperoleh fasilitas di KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

  1. bidang usaha yang merupakan Kegiatan Utama KEK; dan
  2. bidang usaha yang merupakan Kegiatan Lainnya di luar Kegiatan Utama KEK.

(3)

Untuk mendapatkan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Usaha harus memenuhi syarat sebagai berikut:

  1. merupakan Wajib Pajak badan dalam negeri, baik pusat maupun cabang, yang melakukan kegiatan usaha KEK;
  2. memiliki penetapan sebagai Badan Usaha untuk membangun dan/atau mengelola KEK dari pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, atau kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian sesuai dengan kewenangannya, atau Dewan Kawasan KPBPB, atau dari Administrator KEK berdasarkan pelimpahan kewenangan;
  3. mempunyai batas yang jelas sesuai dengan tahapan pembangunan KEK; dan
  4. memiliki Izin Usaha.

(4)

Untuk mendapatkan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaku Usaha harus memenuhi syarat umum sebagai berikut:

  1. merupakan Wajib Pajak badan dalam negeri, baik pusat maupun cabang, yang melakukan kegiatan usaha di KEK; dan
  2. memiliki Perizinan Berusaha.

 

Pasal 3

 

(1)

Untuk mendapatkan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d, Badan Usaha atau Pelaku Usaha di KEK dalam kegiatan pemasukan dan pengeluaran barang wajib melalui SINSW yang terhubung dengan sistem DJBC.

(2)

Untuk mendapatkan fasilitas penangguhan bea masuk, Badan Usaha atau Pelaku Usaha wajib mendayagunakan sistem persediaan berbasis teknologi informasi (IT Inventory).

(3)

SINSW di KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan prinsip-prinsip:

  1. dokumen tunggal (single document);
  2. melalui sistem elektronik;
  3. integrasi dengan sistem informasi persediaan berbasis komputer (IT inventory);
  4. standardisasi dan pertukaran data; dan
  5. integrasi dengan sistem perpajakan.

(4)

Badan Usaha atau Pelaku Usaha di KEK yang telah menyelesaikan masa Pembangunan atau Pengembangan, harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pada Saat Mulai  Berproduksi Komersial.

 

Bagian Kedua
Pajak Penghasilan

Paragraf 1
Jenis-jenis Fasilitas Pajak Penghasilan

Pasal 4

 

(1)

Fasilitas Pajak Penghasilan di KEK meliputi:

  1. fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan; atau
  2. fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu.

(2)

Badan Usaha yang menyelenggarakan kegiatan usaha di KEK, dapat diberikan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.

(3)

Pelaku Usaha di KEK yang melakukan Penanaman Modal pada Kegiatan Utama dapat diberikan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a atau huruf b.

(4)

Pelaku Usaha di KEK yang melakukan Penanaman Modal pada Kegiatan Lainnya dapat diberikan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.

(5)

Terhadap Penanaman Modal pada Kegiatan Utama yang dilakukan oleh Pelaku Usaha di KEK dan telah memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan di KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, tidak dapat diberikan fasilitas Pajak Penghasilan di KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.

(6)

Terhadap Penanaman Modal pada Kegiatan Utama yang dilakukan oleh Pelaku Usaha dan telah memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan di KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, tidak dapat diberikan fasilitas Pajak Penghasilan di KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.

 

Paragraf 2
Bentuk Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan

Pasal 5

 

(1)

Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a diberikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah Pajak Penghasilan badan yang terutang.

(2)

Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a diberikan untuk nilai Penanaman Modal paling sedikit Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar Rupiah).

 

Pasal 6

 

(1)

Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 diberikan kepada Badan Usaha:

  1. atas penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh Badan Usaha yang berasal dari pengalihan tanah dan/atau bangunan di KEK;
  2. atas penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh Badan Usaha yang berasal dari persewaan tanah dan/atau bangunan di KEK; dan
  3. atas penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh Badan Usaha yang berasal dari Kegiatan Usaha Utama di KEK selain penghasilan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b,

selama jangka waktu 10 (sepuluh) tahun pajak.

(2)

Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 diberikan kepada Pelaku Usaha yang melakukan Penanaman Modal pada Kegiatan Utama di KEK dengan jangka waktu sebagai berikut:

  1. 10 (sepuluh) tahun pajak untuk Penanaman Modal dengan nilai rencana Penanaman Modal paling sedikit Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar Rupiah) sampai dengan kurang dari Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar Rupiah);
  2. 15 (lima belas) tahun pajak untuk Penanaman Modal dengan nilai rencana Penanaman Modal paling sedikit Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar Rupiah) sampai dengan kurang dari Rp 1.000.000.000.000,00 (satu triliun Rupiah); atau
  3. 20 (dua puluh) tahun pajak untuk Penanaman Modal dengan nilai rencana Penanaman Modal paling sedikit Rp 1.000.000.000.000,00 (satu triliun Rupiah).

(3)

Setelah jangka waktu pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) berakhir, Badan Usaha atau Pelaku Usaha diberikan pengurangan Pajak Penghasilan badan sebesar 50% (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan badan terutang selama 2 (dua) tahun pajak berikutnya.

(4)

Terhadap penghasilan yang diterima atau diperoleh Badan Usaha dari Kegiatan Usaha Utama berlaku ketentuan sebagai berikut:

  1. tidak dilakukan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan selama jangka waktu pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
  2. diterbitkan surat keterangan bebas Pajak Penghasilan atas penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a; atau
  3. tidak diterbitkan surat keterangan bebas pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan atas penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c.

(5)

Terhadap penghasilan yang diterima atau diperoleh Pelaku Usaha dari Kegiatan Usaha Utama berlaku ketentuan sebagai berikut:

  1. tidak dilakukan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan selama jangka waktu pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (2); dan
  2. tidak diterbitkan surat keterangan bebas pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan.

(6)

Penghasilan yang diterima atau diperoleh Badan Usaha atau Pelaku Usaha dari luar Kegiatan Usaha Utama, tetap dilakukan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan.

(7)

Tata cara penerbitan surat keterangan bebas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di bidang Pajak Penghasilan.

 

Paragraf 3
Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal
di Bidang-Bidang Usaha Tertentu
dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu

Pasal 7


Fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b, meliputi:

a.

pengurangan penghasilan neto sebesar 30% (tiga puluh persen) dari jumlah nilai Penanaman Modal berupa aktiva tetap berwujud, termasuk tanah, yang digunakan untuk Kegiatan Usaha Utama, dibebankan selama 6 (enam) tahun masing-masing sebesar 5% (lima persen) pertahun;

b.

penyusutan yang dipercepat atas Aktiva Tetap Berwujud dan amortisasi yang dipercepat atas Aktiva Tak Berwujud yang diperoleh dalam rangka Penanaman Modal, dengan masa manfaat dan tarif penyusutan serta tarif amortisasi ditetapkan sebagai berikut:

1.

untuk penyusutan yang dipercepat atas aktiva tetap berwujud:

a)

bukan bangunan Kelompok I, masa manfaat menjadi 2 (dua) tahun dengan tarif penyusutan berdasarkan metode garis lurus sebesar 50% (lima puluh persen) atau tarif penyusutan berdasarkan metode saldo menurun sebesar 100% (seratus persen) yang dibebankan sekaligus;

b)

bukan bangunan Kelompok II, masa manfaat menjadi 4 (empat) tahun dengan tarif penyusutan berdasarkan metode garis lurus sebesar 25% (dua puluh lima persen) atau tarif penyusutan berdasarkan metode saldo menurun sebesar 50% (lima puluh persen);

c)

bukan bangunan Kelompok III, masa manfaat menjadi 8 (delapan) tahun dengan tarif penyusutan berdasarkan metode garis lurus sebesar 12,5% (dua belas koma lima persen) atau tarif penyusutan berdasarkan metode saldo menurun sebesar 25% (dua puluh lima persen);

d)

bukan bangunan Kelompok IV, masa manfaat menjadi 10 (sepuluh) tahun dengan tarif penyusutan berdasarkan metode garis lurus sebesar 10% (sepuluh persen) atau tarif penyusutan berdasarkan metode saldo menurun sebesar 20% (dua puluh persen);

e)

bangunan permanen, masa manfaat menjadi 10 (sepuluh) tahun dengan tarif penyusutan berdasarkan metode garis lurus sebesar 10% (sepuluh persen); dan

f)

bangunan tidak permanen, masa manfaat menjadi 5 (lima) tahun dengan tarif penyusutan berdasarkan metode garis lurus sebesar 20% (dua puluh persen);

2.

untuk amortisasi yang dipercepat atas Aktiva Tak Berwujud:

a)

Kelompok I, masa manfaat menjadi 2 (dua) tahun dengan tarif amortisasi berdasarkan metode garis lurus sebesar 50% (lima puluh persen) atau tarif amortisasi berdasarkan metode saldo menurun sebesar 100% (seratus persen) yang dibebankan sekaligus;

b)

Kelompok II, masa manfaat menjadi 4 (empat) tahun dengan tarif amortisasi berdasarkan metode garis lurus sebesar 25% (dua puluh lima persen) atau tarif amortisasi berdasarkan metode saldo menurun sebesar 50% (lima puluh persen);

c)

Kelompok III, masa manfaat menjadi 8 (delapan) tahun dengan tarif amortisasi berdasarkan metode garis lurus sebesar 12,5% (dua belas koma lima persen) atau tarif amortisasi berdasarkan metode saldo menurun sebesar 25% (dua puluh lima persen); dan

d)

Kelompok IV, masa manfaat menjadi 10 (sepuluh) tahun dengan tarif amortisasi berdasarkan metode garis lurus sebesar 10% (sepuluh persen) atau tarif amortisasi berdasarkan metode saldo menurun sebesar 20% (dua puluh persen);

c.

pengenaan Pajak Penghasilan atas dividen yang dibayarkan kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia sebesar 10% (sepuluh persen), atau tarif yang lebih rendah menurut perjanjian penghindaran pajak berganda yang berlaku; dan

d.

kompensasi kerugian selama 10 (sepuluh) tahun.

 

Paragraf 4
Kriteria untuk Memperoleh Fasilitas Pajak Penghasilan

Pasal 8

 

(1)

Untuk dapat memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, Badan Usaha harus memenuhi kriteria:

a.

merupakan Wajib Pajak badan dalam negeri yang menjalankan bidang usaha yang merupakan Kegiatan Utama di KEK dengan nilai Penanaman Modal paling sedikit Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar Rupiah);

b.

berstatus sebagai badan hukum Indonesia;

c.

memiliki Penanaman Modal yang belum pemah diterbitkan:

  1. keputusan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1);
  2. keputusan mengenai pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri mengenai pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan;
  3. keputusan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri mengenai perlakuan perpajakan, kepabeanan, dan cukai pada Kawasan Ekonomi Khusus; atau
  4. keputusan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu; dan

d.

memiliki komitmen untuk merealisasikan penanaman modal paling sedikit Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak Saat Mulai Berproduksi Komersial.

(2)

Untuk dapat memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, Pelaku Usaha harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

  1. merupakan Wajib Pajak badan dalam negeri yang menjalankan bidang usaha yang merupakan Kegiatan Utama di KEK dengan nilai Penanaman Modal paling sedikit Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar Rupiah);
  2. berstatus sebagai badan hukum Indonesia; dan
  3. memiliki Penanaman Modal yang belum pernah diterbitkan:
    1. keputusan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1);
    2. keputusan mengenai pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan yang diatur dalam Peraturan Menteri mengenai pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan;
    3. keputusan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri mengenai perlakuan perpajakan, kepabeanan, dan cukai pada Kawasan Ekonomi Khusus;
    4. keputusan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu yang diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu;
    5. keputusan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan yang diatur dalam Peraturan Menteri mengenai pemberian fasilitas perpajakan dan kepabeanan bagi perusahaan industri di kawasan industri dan perusahaan kawasan industri; dan
    6. pemberitahuan mengenai pemberian fasilitas perpajakan untuk penanaman modal yang diatur dalam Peraturan Menteri mengenai pemberian fasilitas pengurangan penghasilan netto atas penanaman modal baru atau perluasan usaha pada bidang usaha tertentu yang merupakan industri padat karya.

(3)

Dalam hal Pelaku Usaha melakukan Penanaman Modal pada KEK yang berlokasi di Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Banten, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Provinsi Jawa Timur, selain memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pelaku Usaha juga harus memenuhi komitmen untuk merealisasikan rencana Penanaman Modal dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya keputusan mengenai pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan.

(4)

Untuk dapat memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b, Pelaku Usaha harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

  1. merupakan Wajib Pajak badan dalam negeri yang menjalankan bidang usaha pada:
    1. Kegiatan Utama di KEK dengannilai Penanaman Modal paling sedikit Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar Rupiah) dan memilih untuk diberikan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b;
    2. Kegiatan Utama di KEK dengan nilai Penanaman Modal kurang dari Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar Rupiah); atau
    3. Kegiatan Lainnya di KEK;

 

  1. berstatus sebagai badan hukum Indonesia; dan
  2. Penanaman Modal yang diajukan untuk memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan belum pernah diterbitkan:
    1. keputusan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1);
    2. keputusan mengenai pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan yang diatur dalam Peraturan Menteri mengenai pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan;
    3. keputusan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri mengenai perlakuan perpajakan, kepabeanan, dan cukai pada Kawasan Ekonomi Khusus;
    4. keputusan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu yang diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu;
    5. keputusan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan yang diatur dalam Peraturan Menteri mengenai pemberian fasilitas perpajakan dan kepabeanan bagi perusahaan industri di kawasan industri dan perusahaan kawasan industri; dan
    6. pemberitahuan mengenai pemberian fasilitas perpajakan untuk penanaman modal yang diatur dalam Peraturan Menteri mengenai pemberian fasilitas pengurangan penghasilan netto atas penanaman modal baru atau perluasan usaha pada bidang usaha tertentu yang merupakan industri padat karya.

(5)

Dalam hal Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) dimiliki langsung oleh Wajib Pajak dalam negeri, selain memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan/atau ayat (4), Badan Usaha atau Pelaku Usaha harus melampirkan surat keterangan fiskal seluruh pemegang saham yang tercatat dalam akta pendirian atau akta perubahan terakhir.

(6)

Dalam hal terjadi perubahan pemegang saham, surat keterangan fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus dimiliki oleh pemegang saham yang tercatat dalam akta perubahan terakhir.

(7)

Surat keterangan fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

 

Paragraf 5
Prosedur Pengajuan Permohonan Fasilitas Pajak Penghasilan

Pasal 9

 

(1)

Penentuan kesesuaian dalam pemenuhan kriteria untuk:

  1. Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1); dan
  2. Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) dan ayat (4),

dilakukan secara daring melalui sistem OSS.

(2)

Sistem OSS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan pemberitahuan kepada Badan Usaha:

  1. bahwa Penanaman Modal memenuhi kriteria untuk memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, jika Badan Usaha memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1); atau
  2. bahwa Penanaman Modal tidak memenuhi kriteria untuk memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, jika Badan Usaha tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1).

(3)

Sistem OSS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan pemberitahuan kepada Pelaku Usaha:

  1. bahwa Penanaman Modal memenuhi kriteria untuk memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a dan huruf b, jika Pelaku Usaha memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) dan ayat (4);
  2. bahwa Penanaman Modal memenuhi kriteria untuk memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b, jika Pelaku Usaha memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) tetapi tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2); atau
  3. bahwa Penanaman Modal tidak memenuhi kriteria untuk memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a dan huruf b, jika Pelaku Usaha tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) dan ayat (4).

(4)

Badan Usaha atau Pelaku Usaha yang telah memperoleh pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, ayat (3) huruf a, atau ayat (3) huruf b, dapat melanjutkan permohonan fasilitas Pajak Penghasilan badan secara daring melalui sistem OSS.

(5)

Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dengan mengunggah dokumen yang meliputi:

  1. salinan digital rincian aktiva tetap dalam rencana nilai Penanaman Modal;
  2. salinan digital atau dokumen elektronik surat keterangan fiskal para pemegang saham Badan Usaha atau Pelaku Usaha; dan
  3. salinan digital penetapan sebagai Badan Usaha untuk membangun dan/atau mengelola KEK dari kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian sesuai dengan kewenangannya, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, atau dari Administrator KEK berdasarkan pelimpahan kewenangan bagi Badan Usaha.

(6)

Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yang telah diterima secara lengkap, disampaikan oleh sistem OSS kepada Menteri sebagai usulan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan, dan sistem OSS mengirimkan pemberitahuan kepada Badan Usaha atau Pelaku Usaha bahwa permohonan fasilitas Pajak Penghasilan sedang dalam proses.

(7)

Pengajuan permohonan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan sebelum Saat Mulai Berproduksi Komersial.

(8)

Permohonan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan:

  1. bersamaan dengan pendaftaran untuk mendapatkan nomor induk berusaha bagi Badan Usaha atau Pelaku Usaha baru; atau
  2. paling lambat 1 (satu) tahun setelah Izin Usaha atau Perizinan Berusaha di KEK diterbitkan oleh Lembaga OSS.

 

Pasal 10

 

(1)

Dalam hal sistem OSS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) tidak tersedia, penentuan kesesuaian pemenuhan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan pengajuan permohonan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (5) dapat dilakukan secara luring.

(2)

Pengajuan permohonan secara luring disampaikan kepada Menteri melalui Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal dengan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (7) dan ayat (8).

(3)

Tata cara penentuan pemenuhan kriteria dan pengajuan permohonan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal.

 

Paragraf 6
Prosedur Pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan

Pasal 11

 

(1)

Pemberian fasilitas Pajak Penghasilan di KEK diputuskan oleh Menteri.

(2)

Penetapan keputusan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan di KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah mendapat usulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6) atau pengajuan permohonan fasilitas Pajak Penghasilan secara luring sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.

(3)

Keputusan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan di KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal untuk dan atas nama Menteri.

(4)

Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah usulan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan di KEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6) atau Pasal 10 diterima secara lengkap dan benar.

(5)

Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a paling sedikit meliputi:

  1. nomor dan tanggal keputusan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan di KEK;
  2. identitas Badan Usaha atau Pelaku Usaha yang meliputi:
    1. nama Badan Usaha atau Pelaku Usaha;
    2. Nomor Pokok Wajib Pajak Badan Usaha atau Pelaku Usaha; dan
    3. alamat Badan Usaha atau Pelaku Usaha;

 

  1. persentase besaran dan jangka waktu fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di KEK;
  2. ketentuan mengenai pembebasan dari pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan;
  3. rincian Penanaman Modal yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan yang meliputi:
    1. nomor induk berusaha dan tanggal diterbitkannya nomor induk berusaha;
    2. tanggal izin prinsip, izin Penanaman Modal, pendaftaran Penanaman Modal, Izin Usaha, atau Perizinan Berusaha;
    3. lokasi usaha;
    4. rencana nilai Penanaman Modal dan rincian;
    5. bidang usaha;
    6. Kegiatan Usaha Utama;
    7. Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI);
    8. jenis produksi; dan
    9. cakupan produk;

 

  1. saat mulai berlakunya dan berakhirnya fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di KEK;
  2. ketentuan pemenuhan kewajiban perpajakan;
  3. kondisi tertentu lainnya yang harus dipenuhi antara lain pemenuhan pembukuan terpisah atas Penanaman Modal yang mendapatkan fasilitas dengan Penanaman Modal yang telah mendapatkan fasilitas atau yang tidak mendapatkan fasilitas; dan
  4. ketentuan pencabutan, pengenaan sanksi administratif, dan/atau penyesuaian fasilitas.

(6)

Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk fasilitas Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b paling sedikit meliputi:

  1. nomor dan tanggal keputusan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan;
  2. identitas Pelaku Usaha meliputi:
    1. nama Pelaku Usaha;
    2. Nomor Pokok Wajib Pajak Pelaku Usaha; dan
    3. alamat Pelaku Usaha;

 

  1. rincian fasilitas Pajak Penghasilan yang diberikan;
  2. rincian Penanaman Modal yang memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan meliputi:
    1. nomor induk berusaha dan tanggal diterbitkannya nomor induk berusaha;
    2. tanggal izin prinsip, izin Penanaman Modal, pendaftaran Penanaman Modal, atau Perizinan Berusaha;
    3. lokasi usaha atau proyek yang diajukan fasilitas;
    4. perincian rencana nilai Penanaman Modal;
    5. bidang usaha;
    6. Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI); dan
    7. cakupan produk;

 

  1. saat mulai berlaku dan berakhirnya fasilitas Pajak Penghasilan;
  2. ketentuan larangan:
    1. Aktiva Tetap Berwujud yang memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan dilarang digunakan selain untuk tujuan pemberian fasilitas atau dialihkan, kecuali diganti dengan aktiva berwujud lainnya; dan
    2. Aktiva Tak Berwujud yang memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan dilarang digunakan selain untuk tujuan pemberian fasilitas atau dialihkan, kecuali diganti dengan aktiva tak berwujud lainnya;

 

  1. ketentuan kewajiban:
    1. kewajiban pelaporan realisasi Penanaman Modal dan realisasi produksi; dan
    2. kewajiban memberitahukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak sebelum melakukan penggantian Aktiva Tetap Berwujud yang memperoleh fasilitas; dan
  2. ketentuan pencabutan fasilitas Pajak Penghasilan yang telah diberikan dan pengenaan sanksi administratif.

(7)

Pelaksanaan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan di KEK yang dilaksanakan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaporkan per triwulan.

(8)

Pemberian keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal.

 

Paragraf 7
Pemanfaatan Fasilitas Pajak Penghasilan

Pasal 12

 

(1)

Pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a mulai berlaku sejak tahun pajak Saat Mulai Berproduksi Komersial.

(2)

Pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b mulai berlaku:

  1. sejak tahun pajak Saat Mulai Berproduksi Komersial untuk fasilitas pengurangan penghasilan neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a;
  2. sejak bulan diterbitkannya keputusan mengenai persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan untuk fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b;
  3. sejak bulan diterbitkannya keputusan mengenai persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan untuk fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c dan berakhir pada saat Pelaku Usaha tidak lagi memenuhi kriteria dan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4); atau
  4. sejak tahun pajak diterbitkannya keputusan mengenai persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan untuk fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf d sampai dengan tahun pajak berakhirnya masa pemanfaatan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a.

(3)

Pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b, dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. kelompok Aktiva Tetap Berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b angka 1 dan kelompok Aktiva Tak Berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b angka 2, sesuai dengan ketentuan mengenai penyusutan dan amortisasi sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan;
  2. dasar penyusutan dan amortisasi dipercepat yakni:
    1. harga perolehan Aktiva Tetap Berwujud bagi Wajib Pajak yang menggunakan metode penyusutan garis lurus; atau
    2. nilai sisa buku Aktiva Tetap Berwujud bagi Wajib Pajak yang menggunakan metode penyusutan saldo menurun;

 

  1. tarif penyusutan yang dipercepat atas Aktiva Tetap Berwujud adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b angka 1 dan tarif amortisasi yang dipercepat atas Aktiva Tak Berwujud yakni sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b angka 2;
  2. masa manfaat dipercepat aktiva adalah setengah dari sisa masa manfaat aktiva sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan dengan ketentuan bagian bulan dihitung sebagai 1 (satu) bulan penuh; dan
  3. penghitungan penyusutan atas Aktiva Tetap Berwujud dan amortisasi atas Aktiva Tak Berwujud untuk bulan sebelum berlakunya keputusan persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan, dilakukan sesuai ketentuan mengenai penyusutan dan amortisasi sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan.

(4)

Pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c, dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. dalam hal Pelaku Usaha selain menghasilkan produk yang diberikan fasilitas juga menghasilkan produk yang tidak diberikan fasilitas, besaran dividen yang mendapat fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c yakni sebesar persentase total nilai penjualan produk yang mendapat fasilitas terhadap total nilai penjualan seluruh produk pada tahun pajak sebelum dividen dibagikan; dan
  2. kepada Pelaku Usaha yang melakukan perluasan usaha, besarnya dividen yang mendapat fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c sebanding dengan persentase nilai realisasi aktiva perluasan usaha terhadap total nilai buku fiskal aktiva yang diperoleh sebelum perluasan usaha yang tidak mendapatkan fasilitas Pajak Penghasilan ditambah dengan nilai realisasi aktiva perluasan usaha pada waktu selesainya perluasan usaha.

(5)

Pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf d, diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. dalam hal Pelaku Usaha melakukan pembukuan secara terpisah atas Penanaman Modal yang mendapatkan fasilitas dan yang tidak mendapatkan fasilitas, penghitungan besarnya kerugian yang mendapat fasilitas tambahan jangka waktu kompensasi kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf d sesuai dengan penghitungan berdasarkan pembukuan secara terpisah atas Penanaman Modal yang mendapatkan fasilitas dan yang tidak mendapatkan fasilitas.
  2. dalam hal Pelaku Usaha tidak melakukan pembukuan secara terpisah atas Penanaman Modal yang mendapatkan fasilitas dan yang tidak mendapatkan fasilitas, besarnya kerugian yang mendapat fasilitas tambahan jangka waktu kompensasi kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf d dihitung dengan formula yang tercantum dalam Lampiran Huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

 

Pasal 13

 

(1)

Pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan di KEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2) huruf a ditetapkan oleh Menteri berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan yang dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak setelah Direktur Jenderal Pajak menerima permohonan pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan di KEK dari Badan Usaha atau Pelaku Usaha.

(2)

Permohonan pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan di KEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) bagi Badan Usaha atau Pelaku Usaha disampaikan setelah Saat Mulai Berproduksi Komersial.

(3)

Permohonan pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Badan Usaha melalui sistem OSS dengan mengunggah dokumen yang meliputi:

  1. realisasi Penanaman Modal di KEK;
  2. surat keterangan fiskal Badan Usaha; dan
  3. dokumen-dokumen yang berkaitan dengan transaksi penjualan atau persewaan pertama kali antara lain berupa faktur pajak atau bukti tagihan.

(4)

Permohonan pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Pelaku Usaha melalui sistem OSS dengan mengunggah dokumen yang meliputi:

  1. realisasi aktiva tetap beserta gambar tata letak;
  2. surat keterangan fiskal Pelaku Usaha; dan
  3. dokumen-dokumen yang berkaitan dengan:
    1. transaksi penjualan ke pasaran pertama kali antara lain berupa faktur pajak atau bukti tagihan; atau
    2. pertama kali hasil produksi digunakan sendiri untuk proses produksi lebih lanjut antara lain berupa laporan pemakaian sendiri.

(5)

Pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 45 (empat puluh lima) hari kerja sejak surat pemberitahuan pemeriksaan disampaikan kepada Badan Usaha atau Pelaku Usaha, wakil dari Badan Usaha atau Pelaku Usaha, kuasa dari Badan Usaha atau Pelaku Usaha, atau pegawai dari Badan Usaha atau Pelaku Usaha.

(6)

Pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan:

  1. penentuan mengenai Saat Mulai Berproduksi Komersial dan pengujian atas pemenuhan ketentuan mengenai saat pengajuan permohonan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (7) dan ayat (8);
  2. pengujian:
    1. kesesuaian kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5) untuk fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a bagi Badan Usaha;
    2. realisasi komitmen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf d;
    3. kesesuaian kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) dan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5) untuk pengurangan fasilitas Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a bagi Pelaku Usaha;
    4. kesesuaian kriteria sebagaimana dimaksud Pasal 8 ayat (4) dan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5) untuk fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b; dan/atau
    5. realisasi komitmen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3);

 

  1. pengujian kesesuaian antara rencana realisasi dengan rencana Kegiatan Usaha Utama; dan
  2. penghitungan:
    1. nilai Penanaman Modal, termasuk nilai tanah/dan atau bangunan yang diperoleh dan diperuntukkan untuk dijual kembali, sebagaimana dimaksud. dalam Pasal 5 ayat (2) untuk fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a bagi Badan Usaha;
    2. nilai Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) untuk fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a bagi Pelaku Usaha; atau
    3. nilai Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a untuk fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b.

(7)

Jumlah nilai Penanaman Modal yang ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf d angka 2 menjadi dasar penentuan jangka waktu fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2).

(8)

Jumlah nilai aktiva tetap berwujud yang ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf d angka 3 menjadi dasar penghitungan fasilitas pengurangan penghasilan neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a.

(9)

Dalam rangka pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak:

  1. mengacu pada Peraturan Menteri mengenai tata cara pemeriksaan; dan
  2. dapat meminta keterangan dan/atau melibatkan tenaga ahli, kementerian pembina sektor dan/atau Badan Koordinasi Penanaman Modal.

 

Paragraf 8
Keputusan Pemanfaatan Fasilitas Pengurangan
Pajak Penghasilan Badan

Pasal 14


Hasil Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) terdiri atas temuan:

  1. jumlah nilai realisasi Penanaman Modal di KEK pada Saat Mulai Berproduksi Komersial paling sedikit Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar Rupiah) bagi Badan Usaha;
  2. jumlah nilai realisasi Penanaman Modal di KEK pada Saat Mulai Berproduksi Komersial kurang dari Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar Rupiah) bagi Badan Usaha;
  3. jumlah nilai realisasi Penanaman Modal pada Saat Mulai Berproduksi Komersial dalam batas minimal nilai rencana Penanaman Modal yang menjadi dasar pemberian jangka waktu pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) bagi Pelaku Usaha yang mengajukan permohonan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a;
  4. jumlah nilai realisasi penanaman modal baru pada Saat Mulai Berproduksi Komersial bagi Pelaku Usaha yang mengajukan permohonan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a:
    1. kurang dari batas minimal nilai rencana Penanaman Modal baru yang menjadi dasar pemberian jangka waktu fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2); dan
    2. lebih dari atau sama dengan Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar Rupiah);

 

  1. jumlah nilai realisasi Penanaman Modal pada Saat Mulai Berproduksi Komersial kurang dari Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar Rupiah) bagi Pelaku Usaha yang mengajukan permohonan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a;
  2. kesesuaian antara realisasi dengan rencana Kegiatan Usaha Utama;
  3. ketidaksesuaian antara realisasi dengan rencana Kegiatan Usaha Utama;
  4. Pelaku Usaha memenuhi komitmen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3);
  5. Pelaku Usaha tidak memenuhi komitmen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3);
  6. Pelaku Usaha memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4);
  7. Pelaku Usaha tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4);
  8. Badan Usaha atau Pelaku Usaha belum mulai berproduksi komersial;
  9. Badan Usaha atau Pelaku Usaha telah berproduksi komersial pada saat pengajuan permohonan pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a atau fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b; dan/atau
  10. Badan Usaha atau Pelaku Usaha, wakil dari Badan Usaha atau Pelaku Usaha, atau kuasa dari Badan Usaha atau Pelaku Usaha yang dilakukan pemeriksaan menyatakan menolak untuk dilakukan pemeriksaan.

 

Pasal 15

 

(1)

Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a dan huruf f terpenuhi bagi Badan Usaha, atau Pasal 14 huruf c, huruf f, dan huruf h terpenuhi bagi Pelaku Usaha yang mengajukan permohonan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, Menteri menetapkan keputusan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan yang memuat:

  1. tanggal Saat Mulai Berproduksi Komersial;
  2. kesesuaian antara realisasi dengan rencana Kegiatan Usaha Utama; dan
  3. jumlah nilai realisasi Penanaman Modal di KEK pada Saat Mulai Berproduksi Komersial bagi Badan Usaha atau Pelaku Usaha.

(2)

Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b dan huruf f terpenuhi bagi Badan Usaha, Menteri menetapkan keputusan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan yang memuat:

  1. tanggal Saat Mulai Berproduksi Komersial;
  2. kesesuaian antara realisasi dengan rencana Kegiatan Usaha Utama;
  3. jumlah nilai realisasi Penanaman Modal di KEK pada Saat Mulai Berproduksi Komersial bagi Badan Usaha; dan
  4. ketentuan kewajiban merealisasikan Penanaman Modal paling sedikit Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar Rupiah) dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak Saat Mulai Berproduksi Komersial.

(3)

Badan Usaha yang memperoleh keputusan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat memanfaatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sejak Saat Mulai Berproduksi Komersial.

(4)

Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf d, huruf f, dan huruf h terpenuhi bagi Pelaku Usaha yang mengajukan permohonan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, Menteri menetapkan keputusan penyesuaian jangka waktu dan penetapan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan bagi Pelaku Usaha yang memuat:

  1. penyesuaian jangka waktu pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan;
  2. tanggal Saat Mulai Berproduksi Komersial;
  3. jumlah nilai realisasi Penanaman Modal pada Saat Mulai Berproduksi Komersial; dan
  4. kesesuaian antara realisasi dengan rencana Kegiatan Usaha Utama.

(5)

Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf j terpenuhi, Menteri menetapkan keputusan pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b yang memuat:

  1. tanggal Saat Mulai Berproduksi Komersial;
  2. pemenuhan ketentuan melakukan kegiatan usaha di KEK; dan
  3. jumlah nilai Aktiva Tetap Berwujud yang menjadi dasar penghitungan fasilitas pengurangan penghasilan neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a.

(6)

Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf 1 terpenuhi, Menteri menerbitkan surat yang menyatakan bahwa Badan Usaha atau Pelaku Usaha belum berproduksi komersial dan Badan Usaha atau Pelaku Usaha dapat mengajukan kembali permohonan penetapan Saat Mulai Berproduksi Komersial.

(7)

Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf n terpenuhi, Menteri menerbitkan surat yang menyatakan bahwa permohonan Badan Usaha atau Pelaku Usaha tidak dapat diproses atau tidak dapat dipertimbangkan.

(8)

Penetapan keputusan pemanfaatan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (5), keputusan penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), serta penerbitan surat sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan ayat (7) dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Pajak untuk dan atas nama Menteri.

 

Paragraf 9
Kewajiban Badan Usaha dan Pelaku Usaha
yang Telah Memperoleh Fasilitas Pajak Penghasilan

Pasal 16

 

(1)

Badan Usaha atau Pelaku Usaha yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a harus:

  1. menyelenggarakan pembukuan secara terpisah atas penghasilan yang mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan dan penghasilan lainnya yang tidak mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan; dan
  2. melaksanakan kewajiban pemotongan dan pemungutan pajak kepada pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

(2)

Dalam hal terdapat biaya bersama bagi Badan Usaha atau Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yang tidak dapat dipisahkan dalam rangka penghitungan besarnya Penghasilan Kena Pajak, pembebanan biaya bersama dialokasikan secara proporsional.

(3)

Badan Usaha yang memperoleh keputusan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) Wajib merealisasikan rencana penanaman modal paling sedikit Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar Rupiah) dalam waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak Saat Mulai Berproduksi Komersial.

 

Pasal 17

 

(1)

Badan Usaha yang telah memperoleh keputusan pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), wajib menyampaikan laporan berupa realisasi Penanaman Modal sejak tahun pajak Saat Mulai Berproduksi Komersial sampai dengan jangka waktu pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan di KEK berakhir kepada Direktur Jenderal Pajak dan Kepala Badan Kebijakan Fiskal setiap 1 (satu) tahun pajak.

(2)

Pelaku Usaha yang telah memperoleh keputusan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), wajib menyampaikan laporan berupa:

  1. laporan realisasi nilai Penanaman Modal sejak diterima keputusan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan di KEK sampai dengan Saat Mulai Berproduksi Komersial; dan
  2. laporan realisasi produksi sejak tahun pajak Saat Mulai Berproduksi Komersial sampai dengan jangka waktu pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan di KEK berakhir,

setiap 1 (satu) tahun pajak kepada Direktur Jenderal Pajak dan Kepala Badan Kebijakan Fiskal.

(3)

Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), disampaikan dengan menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran Huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

(4)

Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan.

(5)

Dalam hal Badan Usaha atau Pelaku Usaha:

  1. tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2); atau
  2. menyampaikan laporan namun tidak memenuhi contoh format yang tercantum dalam Lampiran Huruf B,

Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat teguran kepada Badan Usaha atau Pelaku Usaha.

(6)

Dalam hal setelah jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak surat teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan kepada Badan Usaha atau Pelaku Usaha, wakil dari Badan Usaha atau Pelaku Usaha, kuasa dari Badan Usaha atau Pelaku Usaha, Badan Usaha atau Pelaku Usaha menyampaikan laporan namun tidak memenuhi contoh format yang tercantum dalam Lampiran Huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini, Badan Usaha atau Pelaku Usaha dapat diusulkan pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan.

 

Paragraf 10
Larangan Bagi Badan Usaha dan Pelaku Usaha
yang Telah Memperoleh Fasilitas Pajak Penghasilan

Pasal 18


Badan Usaha atau Pelaku Usaha yang telah mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, dilarang:

  1. mengimpor, membeli, atau memperoleh barang modal bekas, dalam rangka realisasi Penanaman Modal yang mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan, kecuali barang modal bekas dimaksud merupakan relokasi secara keseluruhan sebagai 1 (satu) paket Penanaman Modal baru dari negara lain dan tidak diproduksi di dalam negeri;
  2. menggunakan barang modal yang mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan selain untuk tujuan pemberian fasilitas selama jangka waktu pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan;
  3. memindahtangankan barang modal yang mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan selama jangka waktu pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan, kecuali pemindahtanganan tersebut dilakukan untuk tujuan peningkatan efisiensi dan tidak menyebabkan jumlah nilai realisasi Penanaman Modal kurang dari batas minimal nilai Penanaman Modal yang menjadi penentuan jangka waktu fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan dalam keputusan pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) atau keputusan penyesuaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4); dan/atau
  4. melakukan relokasi Penanaman Modal ke luar KEK atau ke luar negeri sejak tahun pajak dimulainya pemanfaatan fasilitas sampai dengan 5 (lima) tahun pajak sejak berakhirnya jangka waktu pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana tercantum dalam surat keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (5).

 

Pasal 19

 

(1)

Pelaku Usaha yang telah mendapatkan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b, dilarang menggunakan Aktiva Tetap Berwujud yang mendapatkan fasilitas pengurangan penghasilan neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a selain untuk tujuan pemberian fasilitas atau dialihkan, kecuali diganti dengan Aktiva Tetap Berwujud yang baru, sebelum berakhirnya jangka waktu yang lebih lama antara:

  1. jangka waktu 6 (enam) tahun sejak Saat Mulai Berproduksi Komersial; atau
  2. masa manfaat Aktiva Tetap Berwujud sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b angka 1.

(2)

Aktiva Tak Berwujud yang mendapatkan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b angka 2 dilarang digunakan selain untuk tujuan pemberian fasilitas atau dialihkan, kecuali diganti dengan Aktiva Tak Berwujud yang baru, sebelum berakhirnya masa manfaat Aktiva Tak Berwujud dimaksud sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b angka 2.

(3)

Dalam hal penggantian Aktiva Tetap Berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1):

a.

terjadi sebelum Saat Mulai Berproduksi Komersial, berlaku ketentuan sebagai berikut:

  1. nilai Aktiva Tetap Berwujud yang dijadikan dasar penyusutan adalah nilai perolehan Aktiva Tetap Berwujud yang baru; dan
  2. metode penyusutan yang digunakan yaitu metode sesuai dengan ketentuan mengenai penyusutan sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan; atau

b.

terjadi setelah Saat Mulai Berproduksi Komersial, berlaku ketentuan sebagai berikut:

1.

nilai Aktiva Tetap Berwujud yang menjadi dasar fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b, yaitu nilai yang lebih rendah antara nilai Aktiva Tetap Berwujud yang diganti dengan Aktiva Tetap Berwujud pengganti;

2.

dalam hal nilai Aktiva Tetap Berwujud pengganti:

a)

lebih rendah dari nilai Aktiva Tetap Berwujud yang diganti, fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b dapat dimanfaatkan sampai  berakhirnya jangka waktu pemanfaatan tersisa dengan nilai Aktiva Tetap Berwujud pengganti; atau

b)

lebih tinggi dari Nilai Aktiva Tetap Berwujud yang diganti, fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b dapat dimanfaatkan sampai berakhirnya jangka waktu pemanfaatan tersisa dengan nilai Aktiva Tetap Berwujud yang diganti;

3.

nilai Aktiva Tetap Berwujud yang dijadikan dasar penyusutan adalah nilai perolehan Aktiva Tetap Berwujud yang baru;

4.

metode penyusutan yang digunakan yaitu metode sesuai dengan ketentuan mengenai penyusutan sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan; dan

5.

sebelum Pelaku Usaha melakukan penggantian Aktiva Tetap Berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaku Usaha harus menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak.

(4)

Tata cara penghitungan terkait penggantian aktiva tetap berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam Lampiran Huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

(5)

Aktiva Tetap Berwujud pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diberikan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b.

 

Paragraf 11
Pencabutan Fasilitas Pajak Penghasilan

Pasal 20

 

(1)

Keputusan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) yang diperoleh Badan Usaha atau Pelaku Usaha dicabut, dalam hal:

  1. hasil pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf e terpenuhi;
  2. hasil pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf g terpenuhi bagi Badan Usaha atau Pelaku Usaha yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a;
  3. hasil pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf i terpenuhi;
  4. hasil pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf k terpenuhi;
  5. hasil pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf m terpenuhi;
  6. tidak lagi memenuhi kriteria dan persyaratan sebagai bidang usaha yang merupakan rantai produksi Kegiatan Utama di KEK bagi Badan Usaha atau Pelaku Usaha yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a;
  7. tidak lagi melakukan kegiatan usaha di KEK;
  8. tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3) berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan;
  9. tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 setelah diberikan 2 (dua) kali teguran tertulis oleh Direktur Jenderal Pajak; dan/atau
  10. melakukan pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dan Pasal 19.

(2)

Pencabutan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.

(3)

Pencabutan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Pajak untuk dan atas nama Menteri.

 

Pasal 21

 

(1)

Terhadap Pelaku Usaha yang dilakukan pencabutan keputusan sebagaimana dimaksud pada Pasal 20 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c, namun masih bertempat kedudukan di KEK, diberikan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b.

(2)

Terhadap Penanaman Modal Badan Usaha atau Pelaku Usaha yang telah dilakukan pencabutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, dan huruf j, fasilitas Pajak Penghasilan yang telah dimanfaatkan Badan Usaha atau Pelaku Usaha wajib dibayar kembali dan Badan Usaha atau Pelaku Usaha dikenai sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

(3)

Pajak Penghasilan yang wajib dibayarkan kembali beserta sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dihitung sejak tahun pajak saat ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 20 ayat (1) huruf e, huruf f, dan huruf i dilakukan.

(4)

Terhadap Badan Usaha atau Pelaku Usaha yang telah dilakukan pencabutan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat lagi diberikan fasilitas Pajak Penghasilan di KEK.

 

Bagian Ketiga
Pajak Pertambahan Nilai
dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah

Paragraf 1
Objek Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai

Pasal 22


Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut atas:

  1. impor Barang Kena Pajak tertentu ke KEK oleh Badan Usaha atau Pelaku Usaha;
  2. pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di KEK oleh Badan Usaha atau Pelaku Usaha;
  3. penyerahan Barang Kena Pajak tertentu ke KEK oleh pengusaha dari TLDDP, Kawasan Bebas, atau TPB kepada Badan Usaha atau Pelaku Usaha;
  4. penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak tertentu ke KEK oleh pengusaha dari TLDDP, Kawasan Bebas, atau TPB kepada Badan Usaha atau Pelaku Usaha;
  5. penyerahan Barang Kena Pajak tertentu antar Badan Usaha, antar Pelaku Usaha, atau antar Badan Usaha dengan Pelaku Usaha di KEK yang sama atau KEK lainnya; dan
  6. penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak, antar Badan Usaha, antar Pelaku Usaha, atau antar Badan Usaha dengan Pelaku Usaha di KEK yang sama atau KEK lainnya, tidak termasuk jasa persewaan tanah dan/atau bangunan untuk jangka waktu dibawah 5 (lima) tahun di KEK.

 

Pasal 23

 

(1)

Barang Kena Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf a, huruf c, dan huruf e meliputi;

  1. barang modal, termasuk tanah dan/atau bangunan, peralatan dan mesin serta suku cadangnya, untuk Pembangunan/konstruksi yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha serta Pembangunan/Pengembangan KEK sesuai dengan bidang usahanya;
  2. bahan baku, bahan pembantu, dan barang lain yang diolah, dirakit dan/atau dipasang pada barang lain untuk kegiatan manufaktur, logistik, dan/atau penelitian dan pengembangan; dan/atau
  3. barang yang diperuntukkan bagi kegiatan penyimpanan, perakitan, penyortiran, pengepakan, pendistribusian, perbaikan, dan perekondisian permesinan yang digunakan bidang usaha industri manufaktur dan logistik.

(2)

Jasa Kena Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf d diberikan pada masa Pembangunan/Pengembangan KEK sesuai dengan bidang usahanya berupa:

  1. jasa maklon;
  2. jasa perbaikan dan perawatan;
  3. jasa pengurusan transportasi (freight forwarding) terkait barang untuk tujuan ekspor;
  4. jasa konstruksi yang meliputi perencanaan, perancangan, pelaksanaan pembangunan, dan pengawasan pembangunan di KEK, termasuk konsultansi konstruksi yang meliputi pengkajian, perencanaan, dan perancangan konstruksi;
  5. jasa teknologi dan informasi;
  6. jasa penelitian dan pengembangan (research and development);
  7. jasa persewaan alat angkut berupa persewaan pesawat udara dan/atau kapal laut untuk kegiatan penerbangan atau pelayaran internasional;
  8. jasa konsultansi bisnis dan manajemen, jasa konsultansi hukum, jasa konsultansi desain arsitektur dan interior, jasa konsultansi sumber daya manusia, jasa konsultansi keinsinyuran (engineering services), jasa konsultansi pemasaran (marketing services), jasa akuntansi atau pembukuan, jasa audit laporan keuangan, dan jasa perpajakan;
  9. jasa perdagangan berupa jasa mencarikan penjual barang di dalam Daerah Pabean untuk tujuan ekspor;
  10. jasa interkoneksi, penyelenggaraan satelit dan/atau komunikasi/konektivitas data; dan
  11. jasa lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.

(3)

Dalam hal KEK berasal dari sebagian atau keseluruhan wilayah Kawasan Bebas, berlaku ketentuan sebagai berikut;

  1. penyerahan Jasa Kena Pajak dari dan ke Kawasan Bebas tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai; dan
  2. dikecualikan dari pengaturan sebagaimana dimaksud pada huruf a, atas penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri dan jasa telekomunikasi selain yang menggunakan jaringan tetap (fixed line) dari dan ke Kawasan Bebas dipungut PPN.

 

Paragraf 2
Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak
oleh Badan Usaha atau Pelaku Usaha

Pasal 24

 

(1)

Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Pelaku Usaha kepada pembeli dan/atau penerima jasa yang berkedudukan di TLDDP dikenai Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan.

(2)

Dikecualikan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada pihak yang mendapat fasilitas dan kemudahan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

 

Pasal 25


Badan Usaha atau Pelaku Usaha wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Pasal 26

 

(1)

Pelaku Usaha yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) dan pengeluaran barang yang bukan merupakan penyerahan ke TLDDP, wajib melunasi Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang terkait langsung dengan penyerahan yang pada saat impor, pemanfaatan, atau penyerahannya tidak dipungut.

(2)

Dikecualikan dari kewajiban melunasi Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terkait langsung dengan penyerahan Barang Kena Pajak ke TLDDP atas impor barang modal berupa mesin dan/atau peralatan yang digunakan secara langsung dalam proses menghasilkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha dalam masa Pembangunan dan/atau Pengembangan KEK yang pada saat impornya tidak dipungut dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. telah digunakan di KEK oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha yang bersangkutan paling singkat selama 2 (dua) tahun; dan
  2. setelah jangka waktu 4 (empat) tahun sejak diimpor.

 

Pasal 27

 

(1)

Dalam hal Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) berasal dari luar Daerah Pabean, Pelaku Usaha wajib melunasi Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang pada saat impor atau pemanfaatannya tidak dipungut.

(2)

Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang wajib dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dihitung berdasarkan Harga Jual dan/atau Penggantian pada saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dari KEK ke TLDDP.

(3)

Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilunasi paling lambat pada saat penyerahan Jasa Kena Pajak atau pengeluaran Barang Kena Pajak dari KEK.

(4)

Saat pengeluaran Barang Kena Pajak dari KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai dengan tanggal persetujuan pengeluaran barang dalam dokumen kepabeanan.

(5)

Pelunasan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas:

  1. impor Barang Kena Pajak, dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak, Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP), dan/atau bukti pungutan pajak yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; atau
  2. pemanfaatan Jasa Kena Pajak, dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan Surat Setoran Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Surat Setoran Pajak.

(6)

Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b, diisi dengan mencantumkan keterangan berupa Kode Akun Pajak 411212 (Pajak Pertambahan Nilai Impor) dan Kode Jenis Setoran 121 (pembayaran PPN Impor yang semula mendapatkan fasilitas).

(7)

Pajak Pertambahan Nilai yang dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat diperhitungkan sebagai Pajak Pertambahan Nilai disetor dimuka dalam Masa Pajak yang sama.

 

Pasal 28

 

(1)

Dalam hal Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) berasal dari TLDDP, Kawasan Bebas, dan/atau TPB, Pelaku Usaha wajib melunasi Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang pada saat perolehannya tidak dipungut.

(2)

Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang wajib dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dihitung berdasarkan Harga Jual dan/atau Penggantian pada saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dari KEK ke TLDDP.

(3)

Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilunasi paling lambat pada saat penyerahan Jasa Kena Pajak atau pengeluaran Barang Kena Pajak dari KEK.

(4)

Saat pengeluaran barang dari KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai dengan tanggal persetujuan pengeluaran barang dalam dokumen kepabeanan.

(5)

Pelunasan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan surat setoran pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Surat Setoran Pajak.

(6)

Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5), diisi dengan mencantumkan keterangan berupa Kode Akun Pajak 411211 (Pajak Pertambahan Nilai dalam negeri) dan Kode Jenis Setoran 121 (pembayaran PPN yang semula mendapatkan fasilitas).

(7)

Pajak Pertambahan Nilai yang dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat diperhitungkan sebagai Pajak Pertambahan Nilai disetor dimuka dalam Masa Pajak yang sama.

 

Paragraf 3
Perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak
oleh Badan Usaha atau Pelaku Usaha

Pasal 29


Pemasukan barang dan/atau jasa terkait impor Barang Kena Pajak, pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, dan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak ke KEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf a sampai dengan huruf f, hanya dapat dilakukan oleh Badan Usaha atau Pelaku Usaha yang telah memiliki Perizinan Berusaha di KEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4).

 

Paragraf 4
Perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak
oleh Badan Usaha atau Pelaku Usaha dari TLDDP

Pasal 30

 

(1)

Badan Usaha atau Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 harus membuat:

  1. dokumen kepabeanan berupa PPKEK atas setiap perolehan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf c; dan
  2. PJKEK atas setiap perolehan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf d, dari TLDDP.

(2)

Badan Usaha atau Pelaku Usaha yang memperoleh Jasa Kena Pajak yang melekat pada barang dari TLDDP, antara lain jasa konstruksi, maklon, serta perawatan dan perbaikan harus membuat PPKEK yang memuat nilai Jasa Kena Pajak atas pemasukan barang yang terkait dengan Jasa Kena Pajak tersebut.

(3)

PJKEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

  1. dilampiri dengan salinan kontrak perolehan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak;
  2. memuat keterangan mengenai rekening bank yang digunakan untuk pembayaran; dan
  3. disampaikan kepada Pengusaha yang menyerahkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dengan tembusan kepada Administrator KEK yang berwenang.

(4)

PPKEK dan/atau PJKEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar bagi Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak, Barang Kena Pajak tidak berwujud, dan/atau Jasa Kena Pajak ke KEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf c dan huruf d untuk membuat Faktur Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai.

(5)

Dalam hal Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang tercantum dalam PPKEK dan/atau PJKEK yang telah dibuatkan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4):

  1. Barang Kena Pajak tidak dimasukkan ke KEK;
  2. bukan merupakan Barang Kena Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1); atau
  3. bukan merupakan Jasa Kena Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2), 

Badan Usaha atau Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melunasi Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak ke KEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf c dan huruf d.

(6)

Termasuk Barang Kena Pajak tidak dimasukkan ke KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a apabila pemasukan Barang Kena Pajak tidak terdata pada gate-in SINSW yang terintegrasi antara DJP dan DJBC dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

(7)

Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diperkirakan tidak dapat terpenuhi, Badan Usaha dan Pelaku Usaha wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak sebelum jangka waktu 30 (tiga puluh) hari tersebut terlewati.

(8)

Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) hanya dapat diajukan satu kali dan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

  1. memberikan alasan yang jelas penyebab tidak terpenuhinya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (7);
  2. memuat rencana tanggal kedatangan barang yang paling lama 15 (lima belas) hari sejak berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (7); dan
  3. disampaikan melalui SINSW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).

(9)

Pelunasan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan Surat Setoran Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Surat Setoran Pajak.

(10)

Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (9), diisi dengan mencantumkan keterangan berupa Kode Akun Pajak 411211 (Pajak Pertambahan Nilai dalam negeri) dan Kode Jenis Setoran 122 (pembayaran PPN yang semula mendapatkan fasilitas).

(11)

Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang tercantum dalam Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (9) tidak dapat dikreditkan.

(12)

Badan Usaha atau Pelaku Usaha yang tidak melunasi Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) atau tidak membatalkan PPKEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, tidak dapat membuat PPKEK untuk transaksi berikutnya.

 

Paragraf 5
Perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak
oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha dari Tempat
Penimbunan Berikat dan KEK Lainnya

Pasal 31

 

(1)

Badan Usaha atau Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, harus membuat PJKEK atas setiap perolehan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf d dan huruf f dari TPB atau KEK.

(2)

Pengusaha TPB dan Pelaku Usaha sebagai penjual harus membuat dokumen kepabeanan atas setiap penyerahan Barang Kena Pajak dari TPB ke KEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf c dan/atau dari KEK ke KEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf e.

(3)

PJKEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

  1. dilampiri dengan salinan kontrak perolehan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak;
  2. memuat keterangan mengenai rekening bank yang digunakan untuk pembayaran; dan
  3. disampaikan kepada Pengusaha yang menyerahkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dengan tembusan kepada Administrator KEK yang berwenang.

(4)

Dokumen kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memuat keterangan mengenai dokumen pemesanan barang (purchase order) oleh Badan Usaha atau Pelaku Usaha kepada Pengusaha TPB atau Pelaku Usaha di KEK lainnya.

(5)

PJKEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau dokumen kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), menjadi dasar bagi Pengusaha TPB dan Pelaku Usaha sebagai Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak, Barang Kena Pajak tidak berwujud, dan/atau Jasa Kena Pajak ke KEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf c sampai dengan huruf f untuk membuat Faktur Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai.

(6)

Dalam hal Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang tercantum dalam dokumen kepabeanan dan/atau PJKEK yang telah dibuatkan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5):

  1. Barang Kena Pajak tidak dimasukkan ke KEK;
  2. bukan merupakan Barang Kena Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1); atau
  3. bukan merupakan Jasa Kena Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2),

Badan Usaha atau Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melunasi Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak ke KEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf c dan huruf e.

(7)

Termasuk Barang Kena Pajak tidak dimasukkan ke KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a apabila pemasukan Barang Kena Pajak tidak terdata pada gate-in sistem INSW yang terintegrasi antara DJP dan DJBC dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5).

(8)

Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diperkirakan tidak dapat terpenuhi, Badan Usaha dan Pelaku Usaha wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak sebelum jangka waktu 30 (tiga puluh) hari tersebut terlewati.

(9)

Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (8) hanya dapat diajukan satu kali dan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

  1. memberikan alasan yang jelas penyebab tidak terpenuhinya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (8);
  2. memuat rencana tanggal kedatangan barang yang paling lama 15 (lima belas) hari sejak berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (8); dan
  3. disampaikan melalui SINSW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).

(10)

Pelunasan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan Surat Setoran Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Surat Setoran Pajak.

(11)

Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (10), diisi dengan mencantumkan keterangan berupa Kode Akun Pajak 411211 (Pajak Pertambahan Nilai dalam negeri) dan Kode Jenis Setoran 122 (pembayaran PPN yang semula mendapatkan fasilitas).

(12)

Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang tercantum dalam Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (10) tidak dapat dikreditkan.

 

Paragraf 6
Perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak
oleh Badan Usaha atau Pelaku Usaha dari Kawasan Bebas

Pasal 32

 

(1)

Badan Usaha atau Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, harus membuat PJKEK atas setiap pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf d, dari Kawasan Bebas.

(2)

Pengusaha di Kawasan Bebas harus membuat dokumen kepabeanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan tentang kepabeanan atas setiap penyerahan Barang Kena Pajak dari Kawasan Bebas ke KEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf c.

(3)

PJKEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

  1. dilampiri dengan salinan kontrak perolehan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak;
  2. memuat keterangan mengenai rekening bank yang digunakan untuk pembayaran; dan
  3. disampaikan kepada Pengusaha yang menyerahkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dengan tembusan kepada Administrator KEK yang berwenang.

(4)

Dokumen kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memuat keterangan mengenai dokumen pemesanan barang (purchase order) oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha kepada Pengusaha di Kawasan Bebas.

(5)

PJKEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar bagi Badan Usaha atau Pelaku Usaha yang memanfaatkan Jasa Kena Pajak dan/atau Barang Kena Pajak tidak berwujud untuk tidak memungut dan menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari Kawasan Bebas ke KEK sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Kawasan Bebas.

(6)

Dokumen kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang memuat keterangan mengenai dokumen pemesanan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (4), menjadi dasar bagi Pengusaha di Kawasan Bebas yang menyerahkan Barang Kena Pajak ke KEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf c untuk tidak memungut dan menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas pengeluaran Barang Kena Pajak sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Kawasan Bebas.

(7)

Dalam hal Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang tercantum dalam Dokumen kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan/atau PJKEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memenuhi kondisi sebagai berikut:

  1. Barang Kena Pajak tidak dimasukkan ke KEK;
  2. bukan merupakan Barang Kena Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1); atau
  3. bukan merupakan Jasa Kena Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2),

Badan Usaha atau Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melunasi Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak ke KEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf c dan huruf d.

(8)

Termasuk Barang Kena Pajak tidak dimasukkan ke KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf a apabila pemasukan Barang Kena Pajak tidak terdata pada gate-in sistem INSW yang terintegrasi antara Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal PJKEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau Dokumen kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

(9)

Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (8) diperkirakan tidak dapat terpenuhi, Badan Usaha dan Pelaku Usaha wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak sebelum jangka waktu 30 (tiga puluh) hari tersebut terlewati.

(10)

Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (9) hanya dapat diajukan satu kali dan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

  1. memberikan alasan yang jelas penyebab tidak terpenuhinya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (9);
  2. memuat rencana tanggal kedatangan barang yang paling lama 15 (lima belas) hari sejak berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (9); dan
  3. disampaikan melalui SINSW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).

(11)

Pelunasan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan Surat Setoran Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Surat Setoran Pajak.

(12)

Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (11), diisi dengan mencantumkan keterangan berupa Kode Akun Pajak 411211 (Pajak Pertambahan Nilai dalam negeri) dan Kode Jenis Setoran 122 (pembayaran PPN yang semula mendapatkan fasilitas).

(13) 

Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang tercantum dalam Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (11) tidak dapat dikreditkan.

 

Paragraf 7
Dokumen PJKEK

Pasal 33

 

(1)

PJKEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf b, Pasal 31 ayat (1), dan Pasal 32 ayat (1) dibuat menggunakan format yang tercantum dalam Lampiran Huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

(2)

PJKEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf b, Pasal 31 ayat (1), dan Pasal 32 ayat (1) dapat dilakukan pembetulan dan/atau pembatalan oleh Badan Usaha atau Pelaku Usaha.

(3)

Pembetulan PJKEK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

  1. dilakukan atas kesalahan dalam pengisian atau penulisan sehingga PJKEK tidak memuat keterangan yang lengkap, jelas, dan benar;
  2. dilampiri dengan salinan perubahan kontrak perolehan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dalam hal terdapat perubahan kontrak; dan
  3. disampaikan kepada Pengusaha yang menyerahkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dengan tembusan kepada Administrator KEK yang berwenang.

(4)

Pembatalan PJKEK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

  1. dilakukan dalam hal terdapat pembatalan transaksi penyerahan Jasa Kena Pajak;
  2. dilampiri dengan salinan pembatalan kontrak perolehan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak; dan
  3. disampaikan kepada Pengusaha yang menyerahkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dengan tembusan kepada Administrator KEK yang berwenang.

 

Paragraf 8
Kewajiban Pengusaha Kena Pajak yang Menyerahkan
Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak
Kepada Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha

Pasal 34

 

(1)

Pengusaha Kena Pajak yang berkedudukan di TLDDP, TPB, dan KEK lainnya yang menyerahkan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Badan Usaha atau Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf c sampai dengan huruf f, wajib membuat Faktur Pajak.

(2)

Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak di TLDDP memuat keterangan kode transaksi 07 sepanjang Pengusaha Kena Pajak di TLDDP tersebut menerima PPKEK dan/atau PJKEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dari Badan Usaha atau Pelaku Usaha sebagai pembeli dan/atau penerima jasa.

(3)

Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak di TPB dan/atau KEK lainnya memuat keterangan kode transaksi 07 sepanjang Pengusaha Kena Pajak tersebut menerima:

  1. dokumen pemesanan barang (purchase order) dan mencantumkannya dalam dokumen kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2); dan/atau
  2. PJKEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1),

dari Badan Usaha atau Pelaku Usaha sebagai pembeli dan/atau penerima jasa.

(4)

Dokumen kepabeanan dan/atau PJKEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) serta Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2), dapat digunakan sebagai dasar pembuatan beberapa Faktur Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak atas setiap penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.

(5)

Dalam hal Pengusaha Kena Pajak tidak menerima dokumen kepabeanan, PJKEK, dan/atau dokumen pemesanan barang (purchase order) atau tidak mencantumkan keterangan mengenai dokumen pemesanan barang (purchase order) dalam dokumen kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), Pengusaha Kena Pajak wajib memungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha.

(6)

Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diberikan cap atau keterangan "PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TIDAK DIPUNGUT SESUAI DENGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 12 TAHUN 2020".

(7)

Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibetulkan berdasarkan pembetulan atau pembatalan dokumen kepabeanan dan PJKEK sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan.

 

Paragraf 9
Pengeluaran Barang Kena Pajak
yang Bukan Penyerahan oleh Pelaku Usaha

Pasal 35

 

(1)

Pelaku Usaha yang melakukan pengeluaran barang yang bukan merupakan penyerahan Barang Kena Pajak ke TLDDP, wajib melunasi Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang terkait dengan Barang Kena Pajak yang dikeluarkan yang pada saat impor, pemanfaatan, atau penyerahannya tidak dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26.

(2)

Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang wajib dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan Harga Jual, Penggantian, atau Nilai Impor pada saat pemasukan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak ke KEK.

(3)

Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilunasi paling lambat pada saat pengeluaran Barang Kena Pajak dari KEK.

(4)

Saat pengeluaran barang dari KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan tanggal persetujuan pengeluaran barang dalam dokumen kepabeanan.

(5)

Pelunasan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dalam hal Barang Kena Pajak:

  1. berasal dari TLDDP, KEK, TPB, atau Kawasan Bebas, dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan Surat Setoran Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Surat Setoran Pajak; atau
  2. berasal dari luar Daerah Pabean, dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP), dan/atau bukti pungutan pajak yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

(6)

Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a, diisi dengan mencantumkan keterangan berupa:

  1. dalam hal barang berasal dari luar Daerah Pabean, Kode Akun Pajak 411212 (Pajak Pertambahan Nilai impor) dan Kode Jenis Setoran 121 (pembayaran PPN yang semula mendapatkan fasilitas); atau
  2. dalam hal barang berasal dari TLDDP, Kode Akun Pajak 411211 (Pajak Pertambahan Nilai dalam negeri) dan Kode Jenis Setoran 121 (pembayaran PPN yang semula mendapatkan fasilitas).

(7)

Pajak Pertambahan Nilai yang dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat diperhitungkan sebagai Pajak Pertambahan Nilai disetor dimuka dalam Masa Pajak yang sama.

 

Bagian Keempat
Fasilitas dan Perlakuan Bea Masuk,
PDRI, dan/atau Cukai

Paragraf 1
Kawasan Pabean

Pasal 36

 

(1)

Lokasi yang ditetapkan sebagai KEK harus memiliki batas yang jelas sesuai tahapannya, yang dapat berupa batas alam atau batas buatan.

(2)

Untuk kepentingan pengawasan, sebagian atau seluruh KEK dapat ditetapkan sebagai Kawasan Pabean.

(3)

Pada batas Kawasan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus ditetapkan pintu masuk atau pintu keluar barang untuk melakukan pengawasan terhadap barang yang masih terkandung kewajiban perpajakan dan kepabeanan.

(4)

Penetapan sebagai Kawasan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilaksanakan oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atas nama Menteri.

(5)

Rekomendasi penetapan sebagai Kawasan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan berdasarkan usulan dari Administrator KEK setelah menerima permohonan dari Badan Usaha oleh:

  1. Kepala Kantor Pabean yang mengawasi KEK, dalam hal ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas nama Menteri; atau
  2. Kepala Bidang yang menangani kepabeanan, dalam hal ditetapkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atas nama Menteri.

(6)

Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) paling sedikit harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

  1. terdapat kegiatan lalu lintas barang ekspor dan/atau barang impor; dan
  2. kawasan memiliki batas-batas yang jelas dan terdapat pintu masuk atau pintu keluar yang ditentukan untuk kegiatan lalu lintas barang.

(7)

Badan Usaha yang mengelola KEK ditetapkan sebagai pengelola Kawasan Pabean.

(8)

Pemasukan dan/atau pengeluaran barang ke dan dari KEK dilakukan dengan menggunakan PPKEK atau dokumen kepabeanan lain yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.

(9)

Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari KEK dilakukan pemeriksaan pabean berdasarkan manajemen risiko.

(10)

Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari KEK, sepanjang menyangkut pemberian fasilitas tidak dipungut PPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, pengawasannya menjadi tanggung jawab Direktorat Jenderal Pajak.

 

Paragraf 2
Masa Pembangunan dan Pengembangan

Pasal 37

 

(1)

Atas pemasukan Barang Modal untuk pembangunan atau pengembangan KEK oleh Badan Usaha diberikan fasilitas perpajakan dan kepabeanan.

(2)

Atas pemasukan Barang Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang berasal dari:

  1. luar Daerah Pabean, Badan Usaha diberikan fasilitas pembebasan bea masuk dan tidak dipungut PDRI;
  2. Pelaku Usaha di KEK lain, TPB dan Kawasan Bebas yang barangnya berasal dari:
    1. luar Daerah Pabean, Badan Usaha diberikan fasilitas berupa pembebasan bea masuk dan tidak dipungut PDRI; atau
    2. TLDDP, Badan Usaha diberikan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah tidak dipungut; dan/atau
  3. perusahaan di TLDDP, Badan Usaha diberikan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

(3)

Pemberian fasilitas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas impor dan pemasukan Barang Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf a, huruf c, dan  huruf e.

(4)

Jumlah dan jenis Barang Modal asal luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, ditetapkan oleh Administrator KEK.

(5)

Pembebasan bea masuk dan tidak dipungut PDRI sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diberikan kepada Badan Usaha untuk jangka waktu pengimporan paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak berlakunya keputusan mengenai pemberian pembebasan bea masuk dan PDRI sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

(6)

Dalam hal Dewan Nasional memberikan perpanjangan jangka waktu pembangunan, jangka waktu pengimporan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat diperpanjang sesuai dengan perpanjangan jangka waktu pembangunan.

(7)

Badan Usaha yang telah memperoleh penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), tetapi belum merealisasikan seluruh importasinya dalam jangka waktu 5 (lima) tahun, dapat diberikan 1 (satu) kali perpanjangan jangka waktu pengimporan selama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal berakhirnya jangka waktu pengimporan.

(8)

Dalam hal terdapat perubahan atas keputusan pembebasan bea masuk, perubahan hanya dapat dilakukan jika:

  1. dokumen PPKEK atas Barang Modal yang mendapat fasilitas pembebasan belum mendapatkan nomor pendaftaran, dan
  2. masih dalam jangka waktu pembebasan.

(9)

Dalam hal pemasukan Barang Modal tidak digunakan untuk pembangunan atau pengembangan KEK, Badan Usaha wajib membayar bea masuk dan PDRI dan/atau Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang, serta dikenakan sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan/atau perpajakan.

(10) 

Bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2), termasuk bea masuk antidumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, dan/atau bea masuk pembalasan.

 

Pasal 38

 

(1)

Atas pemasukan Barang Modal untuk pembangunan atau pengembangan industri oleh Pelaku Usaha diberikan fasilitas perpajakan dan kepabeanan.

(2)

Atas pemasukan Barang Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang berasal dari:

  1. luar Daerah Pabean, Pelaku Usaha diberikan fasilitas pembebasan bea masuk dan tidak dipungut PDRI;
  2. Pelaku Usaha di KEK lain, TPB, dan Kawasan Bebas yang barangnya berasal dari:
    1. luar Daerah Pabean, Pelaku Usaha diberikan fasilitas pembebasan bea masuk dan tidak dipungut PDRI; atau
    2. TLDDP, Pelaku Usaha dapat diberikan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah; dan/atau
  3. perusahaan di TLDDP, Pelaku Usaha dapat diberikan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

(3)

Pemberian fasilitas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas impor dan pemasukan Barang Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf a, huruf c, dan huruf e.

(4)

Jumlah dan jenis Barang Modal asal luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, ditetapkan oleh Administrator KEK.

(5)

Pembebasan bea masuk dan tidak dipungut PDRI sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diberikan kepada Pelaku Usaha untuk jangka waktu pengimporan paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak dimulainya pembangunan atau pengembangan industri.

(6)

Pelaku usaha yang telah memperoleh penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tetapi belum merealisasikan seluruh importasinya dalam jangka waktu 5 (lima) tahun, dapat diberikan 1 (satu) kali perpanjangan jangka waktu pengimporan selama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal berakhirnya jangka waktu pengimporan.

(7)

Dalam hal terdapat perubahan atas keputusan pembebasan bea masuk, perubahan hanya dapat dilakukan jika:

  1. dokumen PPKEK atas Barang Modal yang mendapat fasilitas pembebasan belum mendapatkan nomor pendaftaran, dan
  2. masih dalam jangka waktu pembebasan.

(8)

Dalam hal pemasukan Barang Modal tidak digunakan untuk pembangunan atau pengembangan industri, Pelaku Usaha wajib membayar bea masuk dan PDRI dan/atau Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang, serta dikenakan sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan/atau perpajakan.

(9)

Bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2), termasuk bea masuk antidumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, dan/atau bea masuk pembalasan

 

Paragraf 3
Masa Produksi

Pasal 39

 

(1)

Di masa produksi, Pelaku Usaha di KEK diberikan fasilitas perpajakan, penangguhan bea masuk, dan/atau pembebasan cukai atas pemasukan barang berdasarkan kategori Pelaku Usaha.

(2)

Administrator KEK melakukan pengelompokan kategori Pelaku Usaha KEK berdasarkan rencana kegiatan usaha yang diajukan oleh Pelaku Usaha, meliputi:

  1. Pelaku Usaha Pengolahan;
  2. Pelaku Usaha Pusat Logistik; dan/atau
  3. Pelaku Usaha Jasa.

 

Pasal 40

 

(1)

Pelaku Usaha Pengolahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) huruf a, merupakan Pelaku Usaha di KEK yang melakukan kegiatan mengolah barang dan bahan dengan atau tanpa bahan penolong menjadi barang hasil produksi dengan nilai tambah yang lebih tinggi, termasuk perubahan sifat dan fungsinya.

(2)

Pelaku Usaha Pengolahan dapat melakukan kegiatan penggabungan barang hasil produksi yang bersangkutan sebagai produk utama dengan barang jadi maupun setengah jadi.

(3)

Barang untuk kegiatan pengolahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:

  1. bahan baku dan bahan penolong;
  2. mesin dan peralatan;
  3. pengemas dan alat bantu pengemas, barang contoh, barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan;
  4. barang jadi maupun setengah jadi untuk digabungkan dengan hasil produksi;
  5. barang yang dimasukkan kembali dari kegiatan pengeluaran sementara;
  6. hasil produksi yang dimasukkan kembali; dan/atau
  7. hasil produksi Pelaku Usaha di KEK lain, TPB, dan/atau Kawasan Bebas.

(4)

Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3):

  1. bukan merupakan barang untuk dikonsumsi di lokasi Pelaku Usaha Pengolahan; dan
  2. berkaitan dengan kegiatan produksi.

 

Pasal 41

 

(1)

Pemasukan Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3), ke Pelaku Usaha Pengolahan, berasal dari:

  1. luar Daerah Pabean;
  2. Pelaku Usaha pada KEK lain;
  3. TPB;
  4. Kawasan Bebas; dan/atau
  5. TLDDP.

(2)

Pemasukan Barang dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, diberikan fasilitas berupa:

  1. penangguhan bea masuk dan tidak dipungut PDRI; dan
  2. pembebasan cukai, sepanjang barang tersebut merupakan bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang bukan merupakan barang kena cukai.

(3)

Pemasukan Barang ke Pelaku Usaha Pengolahan dari Pelaku Usaha di KEK lain, TPB, dan Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d, yang barangnya berasal dari:

  1. luar Daerah Pabean, diberikan:
    1. fasilitas penangguhan bea masuk dan tidak dipungut PDRI; dan
    2. pembebasan cukai, sepanjang barang tersebut merupakan bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang bukan merupakan barang kena cukai; dan/atau
  2. TLDDP, diberikan pembebasan cukai, sepanjang barang tersebut merupakan bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang bukan merupakan barang kena cukai.

(4)

Pemasukan Barang ke Pelaku Usaha Pengolahan dari TLDDP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, diberikan fasilitas berupa pembebasan cukai, sepanjang barang tersebut merupakan bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang bukan merupakan barang kena cukai.

(5)

Pemberian fasilitas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas impor dan pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf a, huruf c, dan huruf e.

(6)

Dalam hal ditemukan adanya pemasukan barang ke Pelaku Usaha Pengolahan dilakukan dengan tidak menggunakan dokumen PPKEK, atas pemasukan barang tersebut tidak diberikan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4).

(7)

Bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) huruf a angka 1, termasuk bea masuk antidumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, dan/atau bea masuk pembalasan.

 

Pasal 42

 

(1)

Barang dari lokasi Pelaku Usaha Pengolahan, dapat dikeluarkan ke:

  1. luar Daerah Pabean;
  2. Pelaku Usaha pada KEK lainnya;
  3. TPB;
  4. Kawasan Bebas; dan/atau
  5. TLDDP.

(2)

Barang yang dikeluarkan dari Pelaku Usaha Pengolahan ke lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa:

  1. bahan baku dan/atau sisa bahan baku;
  2. bahan penolong dan/atau sisa bahan penolong;
  3. pengemas dan alat bantu pengemas;
  4. hasil produksi yang telah jadi maupun setengah jadi;
  5. barang contoh;
  6. Barang Modal;
  7. peralatan perkantoran;
  8. barang untuk keperluan dan/atau hasil penelitian dan pengembangan perusahaan;
  9. sisa dari proses produksi; dan/atau
  10. sisa pengemas dan limbah (waste).

(3)

Atas pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dari lokasi Pelaku Usaha Pengolahan ke luar Daerah Pabean, berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan kepabeanan dan perpajakan di bidang ekspor.

(4)

Atas pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dari lokasi Pelaku Usaha Pengolahan ke Pelaku Usaha pada KEK lain, TPB, dan Kawasan Bebas, diberikan fasilitas dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. bea masuk, PDRI, dan/atau cukai mengikuti fasilitas yang berlaku di tempat tujuan pengeluaran barang; dan/atau
  2. fasilitas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah mengikuti fasilitas yang berlaku di tempat tujuan pengeluaran barang sebagaimana diatur dalam Pasal 24 ayat (2).

(5)

Atas pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dari lokasi Pelaku Usaha Pengolahan ke TLDDP dan barangnya berasal dari:

  1. luar Daerah Pabean, Pelaku Usaha Pengolahan wajib melunasi bea masuk, cukai, dan/atau PDRI; atau
  2. TLDDP, Pelaku Usaha Pengolahan wajib melunasi kewajiban Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1).

(6)

Dalam hal atas pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (5):

  1. merupakan penyerahan Barang Kena Pajak, pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 23 ayat (1); atau
  2. bukan merupakan penyerahan Barang Kena Pajak, wajib melunasi Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang terkait langsung dengan penyerahan yang pada saat impor, pemanfaatan, atau penyerahannya tidak dipungut.

(7)

Dalam hal pengeluaran barang dari lokasi Pelaku Usaha Pengolahan ke TLDDP sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditujukan kepada perusahaan yang memperoleh fasilitas pembebasan bea masuk, Pelaku Usaha Pengolahan dikecualikan dari kewajiban melunasi bea masuk, cukai dan/atau PDRI.

(8) 

Dalam hal barang yang dikeluarkan dari Pelaku Usaha Pengolahan ke TLDDP berupa sisa pengemas dan limbah (waste) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf j, pengeluaran dilakukan tanpa pemberitahunan pabean dan dikecualikan dari kewajiban membayar bea masuk, cukai dan/atau PDRI.

 

Pasal 43

 

(1)

Dasar yang digunakan dalam menghitung besarnya bea masuk, cukai, dan/atau PDRI, atas pengeluaran barang hasil produksi dari lokasi Pelaku Usaha Pengolahan ke TLDDP, yakni sebagai berikut:

  1. bea masuk dihitung berdasarkan:
    1. harga jual pada saat pengeluaran barang hasil produksi dari KEK ke TLDDP;
    2. klasifikasi barang menggunakan klasifikasi pada saat barang hasil produksi dikeluarkan dari KEK; dan
    3. pembebanan pada saat pemberitahuan pabean KEK didaftarkan;
  2. cukai dihitung berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai; dan
  3. PDRI dihitung berdasarkan harga jual dan tarif pada saat pengeluaran barang dari KEK.

(2)

Dalam hal barang hasil produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki nilai kandungan lokal paling sedikit 40% (empat puluh persen) yang dibuktikan dengan surat kandungan lokal dari Administrator KEK, atas pengeluaran hasil produksi dari Pelaku Usaha Pengolahan ke TLDDP dikenakan tarif bea masuk sebesar 0% (nol persen).

(3)

Penghitungan bea masuk, cukai, dan PDRI dapat dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas pengeluaran hasil produksi dari Pelaku Usaha Pengolahan ke TLDDP yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

  1. Pelaku Usaha Pengolahan memiliki konversi pemakaian bahan baku dan/atau bahan penolong yang jelas, terukur dan konsisten; dan
  2. pada saat pemasukan ke Pelaku Usaha Pengolahan sudah terjadi transaksi jual beli.

(4)

Dasar yang digunakan untuk menghitung besarnya pengenaan bea masuk, cukai, dan PDRI atas pengeluaran barang hasil produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yakni sebagai berikut:

  1. bea masuk dihitung berdasarkan:
    1. nilai pabean dan klasifikasi yang berlaku pada saat barang impor dimasukkan ke KEK; dan
    2. pembebanan pada saat pemberitahuan pabean KEK didaftarkan;
  2. cukai dihitung berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai; dan
  3. PDRI dihitung berdasarkan:
    1. Nilai Impor yang berlaku pada saat barang impor dimasukkan ke KEK; dan
    2. tarif pada saat pemberitahuan pabean KEK didaftarkan.

(5)

Dalam hal pembebanan tarif untuk bahan baku lebih tinggi dari pembebanan tarif bea masuk untuk barang hasil produksi, dasar yang digunakan untuk menghitung besarnya pengenaan bea masuk dengan menggunakan pembebanan tarif bea masuk barang hasil produksi yang berlaku pada saat barang dikeluarkan dari Pelaku Usaha Pengolahan.

(6)

Konversi pemakaian bahan baku dan/atau bahan penolong sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan transaksi jual beli sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, dilakukan pengujian secara periodik oleh Kepala Kantor Pabean yang mengawasi.

(7)

Barang hasil produksi dalam kondisi rusak yang bahan bakunya seluruhnya atau sebagian berasal dari impor, dapat dikeluarkan ke TLDDP dengan melunasi bea masuk, cukai, dan PDRI dengan dasar perhitungan sebagai berikut:

  1. bea masuk dihitung berdasarkan:
    1. harga jual pada saat pengeluaran barang dari Pelaku Usaha Pengolahan ke TLDDP;
    2. klasifikasi barang yang berlaku pada saat pemberitahuan pabean KEK didaftarkan; dan
    3. pembebanan pada saat pemberitahuan pabean KEK didaftarkan;
  2. cukai dihitung berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai; dan
  3. PDRI dihitung berdasarkan harga jual.

(8)

Hasil produksi dalam kondisi rusak sebagaimana dimaksud pada ayat (7) merupakan hasil produksi yang mengalami kerusakan ataupun penurunan kualitas/standar mutu yang secara teknis tidak dapat diperbaiki untuk menyamai kualitas/standar mutu yang diharapkan.

(9)

Pengeluaran bahan baku dan/atau sisa bahan baku yang dalam kondisi baik, asal luar Daerah Pabean dengan tujuan dipindahtangankan ke perusahaan industri di TLDDP dilakukan dengan membayar bea masuk dan/atau cukai, dan PDRI.

(10)

Dasar yang digunakan untuk menghitung besarnya pengenaan bea masuk dan/atau cukai, dan PDRI atas pengeluaran bahan baku dan/atau sisa bahan baku, dengan tujuan dipindahtangankan ke perusahaan industri di TLDDP, sebagaimana dimaksud pada ayat (9) yakni sebagai berikut:

a.

bahan baku dan/atau sisa bahan baku tidak dalam kondisi rusak:

1.

bea masuk dihitung berdasarkan:

a)

nilai pabean dan klasifikasi yang berlaku pada saat bahan baku dan/atau sisa bahan baku dimasukkan ke Pelaku Usaha Pengolahan; dan

b)

pembebanan pada saat PPKEK didaftarkan;

2.

cukai dihitung berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai; dan

3.

PDRI dihitung berdasarkan nilai impor yang berlaku pada saat barang impor dimasukkan ke Pelaku Usaha Pengolahan; dan

b.

bahan baku dan/atau sisa bahan baku dalam kondisi rusak:

1.

bea masuk dihitung berdasarkan:

a)

harga jual pada saat pengeluaran barang dari Pelaku Usaha Pengolahan ke TLDDP;

b)

klasifikasi yang berlaku pada saat barang impor dimasukkan ke Pelaku Usaha Pengolahan; dan

c)

pembebanan pada saat PPKEK didaftarkan;

2.

cukai dihitung berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai; dan

3.

PDRI dihitung berdasarkan harga jual.

(11)

Penghitungan bea masuk, cukai, dan PDRI menggunakan Nilai Dasar Perhitungan Bea Masuk (NDPBM) yang ditetapkan oleh Menteri yang berlaku pada saat pembayaran.

 

Pasal 44

 

(1)

Pelaku Usaha Pusat Logistik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) huruf b merupakan Pelaku Usaha yang melakukan kegiatan menimbun barang logistik asal luar Daerah Pabean dan/atau dari TLDDP dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali, dan dapat disertai dengan 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana.

(2)

Kegiatan sederhana sebagaimana dimaksud pada pada ayat (1) dapat berupa:

  1. pengemasan atau pengemasan kembali;
  2. penyortiran;
  3. standardisasi (quality control);
  4. penggabungan (kitting);
  5. pengepakan;
  6. penyetelan;
  7. konsolidasi barang tujuan ekspor;
  8. penyediaan barang tujuan ekspor;
  9. pemasangan kembali dan/atau perbaikan;
  10. maintenance pada industri yang bersifat strategis, termasuk pengecatan;
  11. pembauran (blending);
  12. pemberian label berbahasa Indonesia;
  13. pelekatan pita cukai atau pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya atas Barang Kena Cukai;
  14. lelang barang modal;
  15. pameran barang;
  16. pemeriksaan dari lembaga atau instansi teknis terkait dalam rangka pemenuhan ketentuan pembatasan impor dan/atau ekspor;
  17. pemeriksaan untuk penerbitan Surat Keterangan Asal (SKA) oleh instansi teknis terkait dalam rangka impor dan/atau ekspor; dan/atau
  18. kegiatan sederhana lainnya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai.

(3)

Pelaku Usaha Pusat Logistik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan kegiatan penimbunan barang sesuai dengan jenis kegiatan usahanya.

(4)

Barang asal luar Daerah Pabean yang ditimbun oleh Pelaku Usaha Pusat Logistik ditujukan untuk:

  1. mendukung kegiatan industri di KEK, TPB, dan/atau Kawasan Bebas;
  2. mendukung kegiatan industri di TLDDP;
  3. diekspor;
  4. mendukung kegiatan industri yang mendapat fasilitas pembebasan bea masuk, keringanan bea masuk, dan/atau pengembalian bea masuk berdasarkan ketentuan perundang-undangan di bidang kepabeanan;
  5. mendukung kegiatan distribusi dan ketersediaan barang-barang di dalam negeri untuk program pemerintah; dan/atau
  6. mendukung kegiatan Industri Kecil Menengah (IKM) di KEK dan TLDDP.

(5)

Barang untuk mendukung kegiatan distribusi dan ketersediaan barang-barang tertentu di dalam negeri untuk program pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf e, yaitu:

  1. barang keperluan industri yang tidak bisa diimpor langsung oleh perusahaan industri karena adanya ketentuan pembatasan impor, seperti bahan peledak untuk industri pertambangan;
  2. barang yang secara nyata mempengaruhi biaya produksi bagi industri di dalam negeri, meskipun peredaran barang tersebut tidak semata-mata untuk perusahaan industri, yaitu:
    1. bahan bakar minyak, listrik, atau gas;
    2. barang untuk keperluan proyek pembangunan infrastruktur; dan
    3. barang untuk keperluan industri pertambangan minyak dan gas;

 

  1. barang yang importasinya mempengaruhi kegiatan ekonomi digital; dan/atau
  2. barang yang importasinya dapat mempengaruhi kelangsungan industri dalam negeri, mempengaruhi hajat hidup orang banyak, berperan penting dalam menentukan kelancaran pembangunan nasional, dan/atau mempengaruhi stabilitas ekonomi dan keamanan nasional.

(6)

Barang yang ditimbun oleh Pelaku Usaha Pusat Logistik diberikan waktu untuk ditimbun paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal pemasukan ke Pelaku Usaha Pusat Logistik.

(7)

Jangka waktu timbun sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat diperpanjang dalam hal barang yang ditimbun di Pelaku Usaha Pusat Logistik merupakan barang untuk keperluan:

  1. operasional minyak dan/atau gas bumi;
  2. pertambangan;
  3. industri tertentu; atau
  4. industri lainnya dengan izin Kepala Kantor Pabean.

(8)

Dalam hal barang yang ditimbun oleh Pelaku Usaha Pusat Logistik melewati jangka waktu timbun sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan ayat (7), barang tersebut harus:

  1. diekspor kembali dengan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ekspor;
  2. dikeluarkan ke Pelaku Usaha Pengolahan di KEK, TPB, dan/atau Kawasan Bebas; atau
  3. dikeluarkan ke TLDDP dengan dilunasi bea masuk, cukai, dan/atau PDRI serta memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengeluaran barang dari Pelaku Usaha Pusat Logistik ke TLDDP.

(9)

Dalam hal Pelaku Usaha Pusat Logistik tidak melakukan penyelesaian barang dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak jangka waktu 3 (tiga) tahun dan/atau jangka waktu perpanjangan terlewati, izin Pelaku Usaha Pusat Logistik dibekukan sampai dengan dilakukan penyelesaian atas barang dimaksud.

(10)

Barang yang ditimbun oleh Pelaku Usaha Pusat Logistik, dapat dimiliki oleh:

  1. Badan Usaha KEK atau Pelaku Usaha di KEK;
  2. pemasok di luar Daerah Pabean; atau
  3. importir atau eksportir di dalam Daerah Pabean.

(11)

Pelaku Usaha Logistik wajib melakukan penyimpanan dan penatausahaan barang secara tertib, yang dapat diketahui jenis, spesifikasi, jumlah pemasukan dan pengeluaran sediaan barang secara sistematis, serta posisisnya apabila dilakukan pencacahan (stock opname).

(12)

Dalam hal Pelaku Usaha Pusat Logistik menimbun barang yang dimiliki oleh pemasok di luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (10) huruf b, penentuan status Pelaku Usaha sebagai Bentuk Usaha Tetap (BUT) mengikuti ketentuan sesuai dengan:

  1. persetujuan penghindaran pajak berganda, dalam hal negara/yurisdiksi pemasok (supplier) memiliki persetujuan penghindaran pajak berganda dengan Indonesia; dan/atau
  2. ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan, dalam hal negara/yurisdiksi pemasok tidak memilki persetujuan penghindaran pajak berganda dengan Indonesia.

 

Pasal 45

 

(1)

Pemasukan barang ke lokasi Pelaku Usaha Pusat Logistik, berasal dari:

  1. luar Daerah Pabean;
  2. Pelaku Usaha pada KEK Lain;
  3. TPB;
  4. Kawasan Bebas; dan/atau
  5. TLDDP.

(2)

Pemasukan barang logistik ke Pelaku Usaha Pusat Logistik dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a:

  1. diberikan fasilitas penangguhan bea masuk dan tidak dipungut PDRI; dan/atau
  2. pembebasan cukai, sepanjang barang tersebut merupakan bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang bukan merupakan barang kena cukai.

(3)

Pemasukan barang logistik ke Pelaku Usaha Pusat Logistik dari Pelaku Usaha pada KEK lain, TPB, dan Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d, yang barangnya berasal dari:

  1. luar Daerah Pabean, diberikan:
    1. fasilitas penangguhan bea masuk dan tidak dipungut PDRI; dan
    2. pembebasan cukai, sepanjang barang tersebut merupakan bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang bukan merupakan barang kena cukai; dan/atau
  2. TLDDP, dapat diberikan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

(4)

Pemasukan barang logistik ke lokasi Pelaku Usaha Logistik dari TLDDP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, dapat diberikan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

(5)

Pemasukan barang dari TLDDP untuk ditimbun di lokasi Pelaku Usaha Pusat Logistik, dapat dilakukan hanya terhadap:

  1. barang untuk mendukung barang asal luar Daerah Pabean yang ditimbun oleh Pelaku Usaha Pusat Logistik;
  2. barang yang secara lazim dibutuhkan untuk mendukung kegiatan sederhana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2);
  3. barang yang berasal dari perusahaan Industri Kecil Menengah (IKM);
  4. barang untuk tujuan ekspor dalam rangka konsolidasi ekspor atau penyediaan barang ekspor; dan/atau
  5. barang untuk tujuan khusus di TLDDP.

(6)

Tujuan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf e, yaitu untuk keperluan:

  1. operasional perminyakan dan/atau gas bumi;
  2. operasional pertambangan;
  3. kegiatan industri tertentu;
  4. dipamerkan;
  5. mendukung kegiatan industri kecil dan menengah; dan/atau
  6. tujuan lainnya menurut kelaziman atau situasi bisnis, berdasarkan persetujuan Kepala Kantor Pabean.

(7)

Terhadap barang yang ditimbun di lokasi Pelaku Usaha Pusat Logistik wajib dilakukan pembongkaran (stripping) dari peti kemas, kecuali:

  1. barang cair, gas, atau sejenisnya; dan/atau
  2. barang lain berdasarkan persetujuan Kepala Kantor Pabean dengan mempertimbangkan profil risiko perusahaan.

(8)

Pemasukan barang ke Pelaku Usaha Pusat Logistik dari TLDDP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e yang ditujukan untuk ekspor dalam rangka konsolidasi ekspor atau penyediaan barang ekspor, dianggap telah terjadi ekspor.

(9)

Pemberian fasilitas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas impor dan pemasukan Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (8) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf a, huruf c, dan huruf e.

(10)

Penangguhan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) huruf a angka 1, termasuk bea masuk antidumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, dan/atau bea masuk pembalasan.

 

Pasal 46

 

(1)

Barang logistik yang ditimbun di lokasi Pelaku Usaha Pusat Logistik, dapat dikeluarkan ke:

  1. luar Daerah Pabean;
  2. Pelaku Usaha pada KEK lainnya;
  3. TPB;
  4. Kawasan Bebas; dan/atau
  5. TLDDP.

(2)

Atas pengeluaran barang logistik dari Pelaku Usaha Pusat Logistik ke luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan kepabeanan dan perpajakan di bidang ekspor.

(3)

Atas pengeluaran barang logistik dari Pelaku Usaha Pusat Logistik ke Pelaku Usaha di KEK Lain, TPB, Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d, berlaku ketentuan sebagai berikut:

  1. bea masuk, PDRI, dan/atau cukai mengikuti fasilitas yang berlaku di tempat tujuan pengeluaran barang; dan/atau
  2. Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah mengikuti fasilitas yang berlaku di tempat tujuan pengeluaran barang sebagaimana diatur dalam Pasal 24 ayat (2).

(4)

Atas pengeluaran barang dari Pelaku Usaha Pusat Logistik ke TLDDP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dan merupakan penyerahan Barang Kena Pajak, yang barangnya berasal dari:

a.

luar Daerah Pabean dan dimiliki oleh:

1.

Badan Usaha atau Pelaku Usaha di KEK, atau importir atau eksportir di dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (10) huruf a dan huruf c, Badan Usaha atau Pelaku Usaha di KEK atau importir atau eksportir di dalam Daerah Pabean wajib:

a)

melunasi bea masuk, cukai, dan/atau PDRI, dan/atau

b)

memungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1); dan/atau

2.

pemasok di luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (10) huruf b, Pembeli di TLDDP wajib melunasi bea masuk, cukai, dan/atau PDRI;

b.

TLDDP, dan dimiliki oleh Badan Usaha atau Pelaku Usaha di KEK, maka Badan Usaha atau Pelaku Usaha di KEK wajib:

  1. melunasi Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang yang pada saat penyerahannya tidak dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25; dan
  2. memungut Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1).

(5)

Atas pengeluaran barang dari Pelaku Usaha Pusat Logistik ke TLDDP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, yang bukan penyerahan Barang Kena Pajak, yang barangnya berasal dari:

  1. luar Daerah Pabean, pemilik barang wajib melunasi bea masuk, cukai, dan/atau PDRI; dan/atau
  2. TLDDP, pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.

(6)

Dalam hal pengeluaran barang dari Pelaku Usaha Pusat Logistik ke TLDDP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, ditujukan kepada perusahaan yang memperoleh fasilitas pembebasan bea masuk, Pelaku Usaha Logistik dikecualikan dari kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dan ayat (5) huruf a.

(7)

Bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a, dan ayat 5 huruf (a), termasuk bea masuk anti dumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, dan bea masuk pembalasan.

 

Pasal 47

 

(1)

Dasar yang digunakan dalam menghitung besarnya bea masuk, cukai, dan/atau PDRI atas pengeluaran barang asal luar Daerah Pabean dari Pelaku Usaha Pusat Logistik, yakni sebagai berikut:

  1. bea masuk dihitung berdasarkan harga jual, klasifikasi, dan pembebanan yang berlaku pada saat barang impor dikeluarkan dari KEK;
  2. cukai dihitung berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai; dan
  3. PDRI dihitung berdasarkan:
    1. tarif pada saat PPKEK didaftarkan; dan
    2. nilai impor yang berlaku pada saat barang impor dikeluarkan dari KEK.

(2)

Dalam hal pengeluaran barang asal luar Daerah Pabean dilakukan oleh Pelaku Usaha Pusat Logistik yang melakukan kegiatan e-commerce, bea masuk dan/atau PDRI dihitung dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. bea masuk dihitung berdasarkan nilai pabean dan tarif pembebanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai impor barang kiriman;
  2. tidak berlaku pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai impor barang kiriman;
  3. PDRI dihitung berdasarkan:
    1. tarif pada saat pemberitahuan pabean KEK didaftarkan; dan
    2. nilai impor yang berlaku pada saat barang impor dikeluarkan dari Pelaku Usaha Pusat Logistik; dan
  4. klasifikasi pada saat barang dikeluarkan dari Pelaku Usaha Pusat Logistik.

(3)

Dalam hal barang yang dikeluarkan dari Pelaku Usaha Pusat Logistik ke TLDDP berupa sisa pengemas dan limbah (waste) sisa hasil kegiatan sederhana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2), pengeluaran barang dapat dilakukan tanpa menggunakan pemberitahuan pabean KEK dan Pelaku Usaha Pusat Logistik dikecualikan dari kewajiban membayar bea masuk, cukai dan/atau PDRI.

(4)

Dalam hal hasil kegiatan sederhana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) menghasilkan sisa barang campuran yang mengandung kandungan barang impor dan barang asal TLDDP, dan atas barang campuran tersebut akan dikeluarkan ke TLDDP, atas barang dimaksud dikenakan bea masuk, cukai, dan/atau PDRI, dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. bea masuk dan PDRI dihitung berdasarkan persentase nilai kandungan barang impor yang terkandung pada sisa barang campuran;
  2. bea masuk dihitung berdasarkan harga jual, klasifikasi, dan pembebanan yang berlaku pada saat barang impor dikeluarkan dari Pelaku Usaha Pusat Logistik;
  3. cukai dihitung berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai; dan/atau
  4. PDRI dihitung berdasarkan:
    1. tarif pada saat pemberitahuan pabean impor didaftarkan; dan
    2. nilai impor yang berlaku pada saat barang impor dikeluarkan dari Pelaku Usaha Pusat Logistik.

(5)

Nilai impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (4), diperoleh dari penjumlahan nilai pabean atau harga jual pada saat barang dikeluarkan dari KEK serta ditambah bea masuk dan/atau cukai.

(6)

Penghitungan bea masuk, cukai, dan PDRI menggunakan Nilai Dasar Perhitungan Bea Masuk (NDPBM) yang ditetapkan oleh Menteri yang berlaku pada saat pembayaran.

 

Pasal 48

 

(1)

Penggunaan Surat Keterangan Asal (SKA) yang diterbitkan oleh negara asal barang di luar negeri dapat diberlakukan pada saat pemasukan ke KEK.

(2)

Penggunaan Surat Keterangan Asal (SKA) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diberlakukan pada saat pemasukan barang ke Pelaku Usaha Pengolahan dan/atau Pelaku Usaha Logistik, dan atas barang dimaksud diberlakukan tarif bea masuk sesuai dengan skema preferential tariff dimaksud pada saat dikeluarkan dari Pelaku Usaha Pengolahan dan/atau Pelaku Usaha Logistik ke TLDDP.

(3)

Pengeluaran barang dari Pelaku Usaha Pengolahan dan/atau Pelaku Usaha Logistik ke TLDDP sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat dilakukan secara parsial dengan menggunakan pemotongan kuota.

(4)

Besaran preferential tariff, ketentuan asal barang, dan prosedur penggunaan skema preferential tariff atas pemasukan barang ke KEK menggunakan skema sesuai dengan Peraturan Menteri mengenai skema preferential tariff dimaksud sepanjang belum diatur pada Peraturan Menteri ini.

(5)

Tata cara pengenaan skema preferential tariff untuk kawasan ekonomi khusus tercantum dalam Lampiran Huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

(6)

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dapat melakukan pengujian atas validitas penerbitan Surat Keterangan Asal (SKA).

 

Pasal 49

 

(1)

Pelaku Usaha Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) huruf c, merupakan Pelaku Usaha yang melakukan pemasukan Barang untuk melakukan kegiatan produksi jasa.

(2)

Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Barang Modal berupa mesin dan peralatan yang digunakan untuk kegiatan produksi jasa.

(3)

Mesin dan peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus memiliki masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan dan semata-mata digunakan sendiri untuk kegiatan produksi jasa dan/atau operasional Pelaku Usaha Jasa.

 

Pasal 50

 

(1)

Pemasukan Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) ke lokasi Pelaku Usaha Jasa, berasal dari:

  1. luar Daerah Pabean;
  2. Pelaku Usaha pada KEK Lain;
  3. TPB;
  4. Kawasan Bebas; dan/atau
  5. TLDDP.

(2)

Pemasukan Barang ke lokasi Pelaku Usaha Jasa dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, diberikan fasilitas berupa:

  1. penangguhan bea masuk; dan/atau
  2. tidak dipungut PDRI.

(3)

Pemasukan Barang ke lokasi Pelaku Usaha Jasa dari Pelaku Usaha pada KEK lain, TPB, dan Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d, yang barangnya berasal dari luar Daerah Pabean, diberikan fasilitas berupa:

  1. penangguhan bea masuk; dan/atau
  2. tidak dipungut PDRI.

(4)

Pemasukan Barang ke lokasi Pelaku Usaha Jasa dari TLDDP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, dapat diberikan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai.

(5)

Pemberian fasilitas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas impor dan pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf a, huruf c, dan huruf e.

(6)

Bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), termasuk bea masuk antidumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, dan/atau bea masuk pembalasan.

 

Paragraf 4
Perpindahan Barang Antar Pelaku Usaha dalam satu KEK

Pasal 51

 

(1)

Perpindahan Barang antar Pelaku Usaha dalam satu KEK diberikan fasilitas berupa:

  1. penangguhan bea masuk dan tidak dipungut PDRI; dan
  2. pembebasan cukai, sepanjang barang tersebut merupakan bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang bukan merupakan barang kena cukai;

(2)

Pemberian fasilitas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas impor dan perpindahan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf c.

(3)

Perpindahan barang antar Pelaku Usaha di KEK dilakukan dengan surat jalan yang tercetak dari aplikasi perpindahan barang antar Pelaku Usaha di KEK pada SINSW.

(4)

Dalam hal pengeluaran barang oleh Pelaku Usaha di KEK tidak terjadi penyerahan Barang kepada Pelaku Usaha lainnya di KEK, tanggung jawab bea masuk, cukai, dan/atau PDRI yang melekat pada barang yang telah dikeluarkan sementara tersebut, menjadi tanggung jawab Pelaku Usaha di KEK penerima barang terhitung sejak barang diterima oleh Pelaku Usaha penerima barang sampai dengan barang tersebut diterima kembali oleh Pelaku Usaha di KEK pengirim barang.

(5)

Pelaku Usaha di KEK yang mengirimkan barang dan Pelaku Usaha di KEK yang menerima barang membuat laporan perpindahan barang ke Kantor Pabean secara berkala.

 

Paragraf 5
Pengeluaran Sementara dan Subkontrak

Pasal 52

 

(1)

Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK dapat mengeluarkan sementara Barang Modal berupa mesin dan peralatan, serta barang dan/atau bahan baku ke:

  1. perusahaan di luar Daerah Pabean;
  2. Pelaku Usaha di KEK lainnya;
  3. TPB;
  4. Kawasan Bebas; dan/atau
  5. perusahaan industri di TLDDP.

(2)

Pengeluaran sementara barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu tertentu dan harus diberitahukan ke Kantor Pabean, dalam rangka:

  1. subkontrak;
  2. perbaikan/reparasi;
  3. peminjaman barang modal untuk keperluan produksi;
  4. pengetesan atau pengembangan kualitas produksi;
  5. penggunaan kemasan yang dipakai berulang (returnable package);
  6. dipamerkan; dan/atau
  7. tujuan lain dengan pemberitahuan kepada Kepala Kantor Pabean.

(3)

Pengeluaran sementara barang dari Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK ke luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan perpajakan.

(4)

Dalam hal pengeluaran sementara dari Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK ditujukan ke Pelaku Usaha pada KEK Lain, TPB, dan Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d, tanggung jawab bea masuk, cukai, dan/atau PDRI yang melekat pada barang yang dikeluarkan tersebut, menjadi tanggung jawab Pelaku Usaha pada KEK Lain, pengusaha di TPB, atau pengusaha di Kawasan Bebas sebagai penerima barang, terhitung sejak barang sampai di tujuan sampai dengan barang diterima kembali oleh Badan Usaha atau Pelaku Usaha di KEK.

(5)

Dalam hal barang yang dikeluarkan sementara berasal dari luar Daerah Pabean, pengeluaran sementara dari Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK ke perusahaan di TLDDP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, dilakukan dengan menyerahkan jaminan sebesar bea masuk, cukai, dan/atau PDRI, yang terutang.

(6)

Dalam hal barang yang dikeluarkan sementara dari Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK ke perusahaan di TLDDP tidak dimasukkan kembali ke Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK dalam jangka waktu yang telah diberitahukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), atas pengeluaran barang tersebut telah terjadi penyerahan Barang Kena Pajak dan:

  1. jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dicairkan;
  2. Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK dikenakan sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai sanksi administrasi di bidang kepabeanan; dan
  3. Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK wajib memenuhi kewajiban Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dan Pasal 25.

(7)

Dalam rangka pekerjaan subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, berlaku ketentuan sebagai berikut:

  1. Pelaku Usaha Pengolahan di KEK dapat meminjamkan barang modal berupa mesin produksi dan cetakan (moulding) kepada penerima subkontrak; dan/atau
  2. penerima pekerjaan subkontrak dapat menambahkan barang untuk kepentingan pengerjaan subkontrak; dan/atau
  3. Pemberian pekerjaan subkontrak dapat dilakukan pada seluruh kegiatan produksi jika terdapat kelebihan kapasitas produksi; dan/atau
  4. Pengeluaran sementara dalam rangka subkontrak dari Pelaku Usaha Pengolahan yang ditujukan ke Pelaku Usaha Pengolahan pada KEK Lain, pengusaha di TPB, atau pengusaha di Kawasan Bebas, kegiatan ekspor dapat langsung dilakukan oleh Pelaku Usaha Pengolahan pemberi subkontrak dari lokasi penerima subkontrak.

(8)

Pengeluaran sementara dalam rangka subkontrak dari Pelaku Usaha Pengolahan ke perusahaan di TLDDP, berlaku ketentuan sebagai berikut:

  1. dilakukan berdasarkan perjanjian subkontrak;
  2. batas waktu sesuai batas waktu dalam perjanjian subkontrak; dan
  3. pemeriksaan awal dan pemeriksaan akhir harus dilakukan oleh Pelaku Usaha Pengolahan pemberi subkontrak.

(9)

Pengeluaran barang sementara dari Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK dilakukan dengan menggunakan dokumen PPKEK.

(10)

Penambahan barang pada saat pengerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf d, wajib diberitahukan dengan dokumen PPKEK dan dapat diperhitungkan sebagai tingkat kandungan dalam negeri.

(11)

Pelaku Usaha Pengolahan atau Pelaku Usaha Pusat Logistik di KEK dapat menerima pekerjaan dari Pelaku Usaha di KEK lain, pengusaha di TPB, pengusaha di Kawasan Bebas, dan/atau perusahaan di TLDDP berupa:

  1. subkontrak;
  2. perbaikan/reparasi; dan/atau
  3. pekerjaan lain,

dengan memberitahukan ke Kepala Kantor Pabean.

 

Paragraf 6
Pemindahtanganan Barang Modal Berupa Mesin dan
Peralatan

Pasal 53

 

(1)

Mesin dan/atau peralatan yang dimasukan oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK yang belum diselesaikan kewajiban pembayaran bea masuk, dapat dikeluarkan dengan tujuan:

  1. diekspor kembali ke luar Daerah Pabean;
  2. dipindahtangankan ke Pelaku Usaha di KEK lainnya;
  3. dipindahtangankan ke pengusaha di TPB;
  4. dipindahtangankan ke pengusaha di Kawasan Bebas; dan/atau
  5. dipindahtangankan ke TLDDP.

(2)

Pengeluaran mesin dan/atau peralatan dari Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK ke luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan kepabeanan dan perpajakan di bidang ekspor.

(3)

Mesin dan/atau peralatan dapat dipindahtangankan dari Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK kepada Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK lain, pengusaha di TPB, atau pengusaha di Kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d, dengan diberikan fasilitas sesuai dengan fasilitas yang berlaku ditempat tujuan dengan ketentuan:

  1. setelah 2 (dua) tahun sejak diimpor dan telah dipergunakan oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha yang bersangkutan, dengan memberitahukan Kepala Kantor Pabean; atau
  2. sebelum 2 (dua) tahun sejak diimpor dan/atau belum dipergunakan oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha yang bersangkutan berdasarkan pertimbangan Kepala Kantor Pabean yang mengawasi KEK.

(4)

Mesin dan/atau peralatan yang telah dipergunakan oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha yang bersangkutan paling sedikit selama 2 (dua) tahun, dapat dipindahtangankan ke TLDDP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, sebelum jangka waktu 4 (empat) tahun terhitung sejak diimpor atau sejak dimasukkan dari Pelaku Usaha pada KEK lain, TPB, atau Kawasan Bebas, dengan ketentuan sebagai berikut:

a.

mesin dan/atau peralatan tidak dalam kondisi rusak:

1.

membayar bea masuk yang dihitung berdasarkan:

a)

nilai pabean dan klasifikasi yang berlaku pada saat mesin dan/atau peralatan dimasukkan ke KEK; dan

b)

pembebanan pada saat PPKEK pengeluaran didaftarkan; dan

2.

PDRI dihitung berdasarkan nilai impor yang berlaku pada saat barang impor dimasukkan ke KEK;

b.

mesin dan/atau peralatan dalam kondisi rusak:

1.

bea masuk dihitung berdasarkan:

a)

harga jual pada saat pengeluaran barang dari KEK;

b)

klasifikasi yang berlaku pada saat barang impor dimasukkan ke KEK; dan

c)

pembebanan pada saat PPKEK pengeluaran didaftarkan; dan

2.

membayar PDRI yang dihitung berdasarkan nilai pabean yang berlaku saat barang impor dikeluarkan dari KEK; dan/atau

c.

atas penyerahan barang dari KEK ke TLDDP, Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK wajib  memenuhi kewajiban Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dan Pasal 25.

(5)

Mesin dan/atau peralatan yang telah dipergunakan di KEK paling sedikit selama 2 (dua) tahun, dapat dipindahtangankan ke TLDDP setelah jangka waktu 4 (empat) tahun sejak diimpor atau sejak dimasukkan dari Pelaku Usaha lain, pengusaha TPB, atau pengusaha Kawasan Bebas, dengan ketentuan:

  1. mendapat pembebasan bea masuk, dengan menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai; dan
  2. atas penyerahan barang dari KEK ke TLDDP, Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK wajib memenuhi kewajiban Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam Pasal 24 dan Pasal 25.

(6)

Penghitungan bea masuk, cukai, dan/atau PDRI, menggunakan Nilai Dasar Perhitungan Bea Masuk (NDPBM) yang ditetapkan oleh Menteri yang berlaku pada saat pembayaran.

(7)

Dalam hal pengeluaran barang dari Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK ke TLDDP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e ditujukan kepada perusahaan yang memperoleh fasilitas pembebasan bea masuk, Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK dikecualikan dari kewajiban membayar bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

 

Pasal 54

 

(1)

Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK dapat melakukan pemusnahan atas barang yang busuk, rusak, dan/atau barang kadaluarsa.

(2)

Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan di dalam maupun di luar KEK.

(3)

Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di bawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai dan dibuatkan berita acara pemusnahan.

(4)

Pemusnahan dapat dilakukan dengan cara perusakan atas barang yang karena sifat dan bentuknya tidak dapat dimusnahkan setelah mendapat persetujuan Kepala Kantor Pabean.

(5)

Perusakan dilakukan dengan merusak kegunaan atau fungsi secara permanen dengan cara dipotong-potong atau dengan cara lain.

 

Paragraf 7
Pemberitahuan Pabean

Pasal 55

 

(1)

Pemasukan dan/atau pengeluaran barang ke dan dari KEK dilakukan dengan menggunakan PPKEK atau dokumen kepabeanan lain yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.

(2)

Dalam hal barang yang dimasukkan dan/atau dikeluarkan ke dan dari KEK berupa barang kena cukai, pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga sebagai pemberitahuan mutasi barang kena cukai dan dinyatakan sebagai dokumen cukai, kecuali pemasukan dan/atau pengeluaran dari dan ke TLDDP.

(3)

Kewajiban pembuatan PPKEK dalam hal:

  1. pemasukan barang dari luar Daerah Pabean dan dari TLDDP; dan/atau
  2. pengeluaran barang dari KEK,
  3. dilakukan oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK.

(4)

Pemasukan barang ke Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK dari:

  1. TPB, dilakukan dengan menggunakan Pemberitahuan Pabean pengeluaran barang dari TPB ke TPB lain;
  2. Kawasan Bebas, dilakukan dengan menggunakan Pemberitahuan Pabean untuk pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke TPB, Kawasan Bebas Lainnya, dan Kawasan Ekonomi Khusus; atau
  3. Badan Usaha atau Pelaku Usaha di KEK lain, dilakukan dengan menggunakan dokumen PPKEK untuk pengeluaran barang dari KEK asal.

(5)

Untuk pemasukan barang impor melalui perusahaan jasa titipan, pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh perusahaan pengurusan jasa kepabeanan.

(6)

Dalam hal pemasukan barang ke KEK dengan fasilitas pembebasan bea masuk dan tidak dipungut PDRI kedapatan barang yang dimasukkan lebih dari keputusan mengenai pemberian fasilitas pembebasan bea masuk dan tidak dipungut PDRI atas kelebihan tersebut dilakukan pemungutan bea masuk dan PDRI.

(7)

Dalam hal ditemukan jumlah barang yang diimpor dengan fasilitas penangguhan bea masuk kedapatan tidak sesuai dengan yang diberitahukan dalam dokumen PPKEK, dilakukan penelitian lebih lanjut oleh unit pengawasan.

(8)

Dalam hal ditemukan jumlah barang yang diimpor dengan fasilitas penangguhan bea masuk yang dibongkar kurang dari yang diberitahukan dalam dokumen PPKEK dan tidak dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut terjadi di luar kemampuannya, Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha wajib membayar bea masuk atas barang impor yang kurang pada saat dibongkar dan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(9)

Dalam hal ditemukan jumlah barang impor dengan fasilitas penangguhan bea masuk yang dibongkar lebih dari yang diberitahukan dalam dokumen PPKEK dan tidak dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut terjadi di luar kemampuannya, Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(10)

Badan Usaha dan Pelaku Usaha, dapat melakukan pembetulan dan/atau pembatalan PPKEK yang telah mendapat nomor dan tanggal pendaftaran dengan persetujuan Kepala Kantor Pabean.

(11)

Persetujuan pembetulan dan/atau pembatalan PPKEK sebagaimana dimaksud pada ayat (10) dapat diberikan dengan ketentuan:

  1. untuk PPKEK pemasukan dari TLDDP, sebelum sebagian atau seluruh barang tercatat pada gate in pintu masuk KEK;
  2. untuk PPKEK pemasukan dari Luar Daerah Pabean, sebagian atau seluruh barang belum gate out dari:
    1. Kawasan Pabean; dan/atau
    2. kondisi lain dengan persetujuan Kepala Kantor Pabean atau pejabat yang ditunjuk;

 

  1. untuk PPKEK pengeluaran, sebelum sebagian atau seluruh barang tercatat pada gate out pintu keluar KEK, dan/atau kondisi lain dengan persetujuan Kepala Kantor Pabean atau pejabat yang ditunjuk;
  2. kesalahan tersebut bukan merupakan temuan Pejabat; atau
  3. belum mendapatkan penetapan Pejabat.

(12) 

Pembetulan PPKEK sebagaimana dimaksud pada ayat (11) harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

  1. dilakukan atas kesalahan dalam pengisian atau penulisan sehingga PPKEK tidak memuat keterangan yang lengkap, jelas, dan benar; dan
  2. untuk pemasukan barang dari TLDDP, pembetulan PPKEK disampaikan kepada Pengusaha Kena Pajak di TLDDP yang menyerahkan Barang Kena Pajak.

(13) 

Pembatalan PPKEK sebagaimana dimaksud pada ayat (10), untuk pemasukan barang dari TLDDP harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

  1. dilakukan apabila terdapat pembatalan pemasukan Barang Kena Pajak berasal dari TLDDP; dan
  2. disampaikan kepada Pengusaha Kena Pajak di TLDDP yang menyerahkan Barang Kena Pajak.

 

Paragraf 8
Pelayanan Mandiri

Pasal 56

 

(1)

Berdasarkan pertimbangan Kepala Kantor Pabean yang mengawasi KEK, KEK dapat diberikan fasilitas pelayanan kepabeanan mandiri.

(2)

Beberapa kriteria yang dapat digunakan oleh Kepala Kantor Pabean untuk dapat melakukan pelayanan kepabeanan mandiri, diantaranya:

  1. sudah menggunakan sistem komputer yang terintegrasi dengan Indonesia National Single Window dalam proses pergerakan barang ke dan dari KEK, serta memiliki sistem penelusuran barang (traceability) dalam pengelolaan barang;
  2. Administrator KEK memiliki sistem pengawasan internal yang baik;
  3. Administrator KEK memiliki kesiapan sarana dan prasarana serta SDM yang mendukung pengawasan; dan/atau
  4. Pertimbangan lain yang dapat dipertanggungjawabkan, dengan mempertimbangkan faktor risiko.

(3)

Pelayanan kepabeanan mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi antara lain pelekatan dan/atau pelepasan tanda pengaman, pelayanan pemasukan barang, pelayanan pembongkaran barang, pelayanan penimbunan barang, pelayanan pemuatan barang, pelayanan pengeluaran barang, dan/atau pelayanan lainnya.

 

Paragraf 9
Tanggung Jawab dan Kewajiban

Pasal 57

 

(1)

Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK bertanggung jawab atas bea masuk, cukai, dan/atau PDRI yang terutang atas barang impor yang mendapat fasilitas perpajakan, kepabeanan, dan/atau cukai yang berada atau seharusnya berada di lokasi Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK yang bersangkutan.

(2)

Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK bertanggung jawab terhadap cukai dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang atas barang asal TLDDP yang mendapat fasilitas perpajakan, kepabeanan, dan/atau cukai yang berada atau seharusnya berada di lokasi Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK.

(3)

Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK dibebaskan dari tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika barang impor yang mendapat fasilitas perpajakan, kepabeanan, dan/atau cukai:

  1. musnah tanpa sengaja;
  2. diekspor atau diekspor kembali;
  3. diimpor untuk dipakai dengan menyelesaikan kewajiban pabean, cukai, dan/atau perpajakan;
  4. dikeluarkan ke perusahaan yang mendapatkan fasilitas kepabeanan, cukai, dan/atau perpajakan; dan/atau
  5. dimusnahkan di bawah pengawasan pejabat bea dan cukai.

(4)

Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK dapat mengajukan permintaan klarifikasi secara suka rela atas hasil pencacahan yang dilakukan sendiri, jika menemukan selisih kurang antara fisik barang yang seharusnya berada di lokasi Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha KEK dengan saldo pada Sistem Informasi Persediaan Berbasis Komputer (IT Inventory).

(5)

Jika hasil penelitian berdasarkan permintaan klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menyatakan tidak terdapat unsur pelanggaran, Pejabat Bea Cukai menerbitkan Surat Penetapan Pembayaran Bea Masuk dan PDRI atas barang yang hilang tanpa dikenakan denda administrasi.

(6)

Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK dapat melakukan Pembayaran Inisiatif atas:

  1. jumlah (Voluntary Payment on Quantity); atau
  2. nilai transaksi (Voluntary Payment on Transaction Value),

dengan melakukan pembayaran kekurangan Bea Masuk, cukai, dan/atau PDRI sebelum penetapan pejabat bea dan cukai atau belum dilakukan penelitian ulang atau Audit Kepabeanan.

 

Pasal 58


Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha KEK wajib:

  1. memasang tanda nama perusahaan sebagai Badan Usaha atau Pelaku Usaha di KEK;
  2. menyediakan sarana dan prasarana untuk penyelenggaraan pertukaran data secara elektronik untuk Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK yang diawasi oleh Kantor Pabean yang menerapkan SINSW;
  3. mendayagunakan teknologi informasi untuk pengelolaan pemasukan dan pengeluaran barang (IT inventory) yang merupakan subsistem dari sistem informasi akuntansi yang akan menghasilkan informasi laporan keuangan dan dapat diakses untuk kepentingan pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta Direktorat Jenderal Pajak;
  4. mendayagunakan Closed Circuit Television (CCTV) untuk pengawasan pemasukan dan pengeluaran barang yang dapat diakses secara langsung (realtime) dan daring (online) oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta Direktorat Jenderal Pajak serta memiliki data rekaman paling sedikit 7 (tujuh) hari sebelumnya;
  5. memiliki Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC) dalam hal jenis barang yang ditimbun berupa Barang Kena Cukai (BKC);
  6. melakukan pencacahan (stock opname) terhadap barang- barang yang ditimbun di Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK bersama-sama dengan Pejabat Bea dan Cukai dari Kantor Pabean yang mengawasi, paling sedikit 1 (satu) kali pencacahan (stock opname) dalam kurun waktu 1 (satu) tahun;
  7. menyimpan dan menatausahakan barang yang ditimbun di dalam Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK secara tertib, sehingga dapat diketahui jenis, spesifikasi, jumlah pemasukan, dan pengeluaran sediaan barang secara sistematis secara elektronik, serta posisinya jika dilakukan pencacahan (stock opname);
  8. menyimpan dan memelihara dengan baik buku dan catatan serta dokumen yang berkaitan dengan kegiatan usahanya dalam kurun waktu 10 (sepuluh) tahun;
  9. menyelenggarakan pembukuan berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia;
  10. mengajukan perubahan (update) data jika terdapat data yang berubah terkait perizinan Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK;
  11. memberikan akses terhadap data dan dokumen seluruh kegiatan Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK yang dibutuhkan dalam rangka pemeriksaan pabean oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; dan
  12. menyerahkan dokumen yang berkaitan dengan kegiatan Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha KEK jika dilakukan audit oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

 

Paragraf 10
Ketentuan Larangan dan Pembatasan

Pasal 59

 

(1)

Ketentuan larangan impor dan ekspor ke dan dari KEK berlaku sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai larangan impor dan ekspor.

(2)

Pemasukan barang dari luar Daerah Pabean ke KEK belum diberlakukan ketentuan pembatasan, kecuali instansi teknis yang berwenang menerbitkan kebijakan pembatasan menyatakan secara khusus bahwa ketentuan pembatasan dimaksud berlaku di KEK.

(3)

Pengeluaran barang impor untuk dipakai dari KEK ke TLDDP berlaku ketentuan pembatasan di bidang impor, kecuali sudah dipenuhi pada saat pemasukannya.

(4)

Pengeluaran barang impor untuk dipakai dari KEK ke:

  1. Pelaku Usaha di KEK lain;
  2. TPB;
  3. Kawasan Bebas; dan/atau
  4. perusahaan penerima fasilitas pembebasan dan pengembalian di luar KEK,

dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pembatasan di bidang impor yang berlaku di tempat tujuan.

 

Paragraf 11
Monitoring, Evaluasi, Audit Perpajakan,
Audit Kepabeanan dan Cukai, dan Sanksi

Pasal 60

 

(1)

Berdasarkan manajemen risiko, terhadap Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK dapat dilakukan:

  1. monitoring dan evaluasi kepabeanan dan/atau cukai;
  2. audit kepabeanan dan/atau cukai;
  3. audit perpajakan; dan/atau
  4. pemeriksaan sewaktu-waktu.

(2)

Kegiatan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilakukan terhadap pemanfaatan atas pemberian fasilitas kepabeanan, cukai, dan/atau perpajakan oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK.

(3)

Kegiatan audit kepabeanan dan/atau cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan menguji tingkat kepatuhan Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK terhadap peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan cukai.

(4)

Kegiatan audit perpajakan dan pemeriksaan sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf d dilakukan dengan menguji tingkat kepatuhan Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK terhadap peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

(5)

Pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memanfaatkan informasi yang diperoleh dari Sistem Informasi Persediaan Berbasis Komputer (IT Inventory) Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha.

(6)

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan Direktorat Jenderal Pajak, baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama, melakukan pengawasan terhadap kegiatan yang dilakukan oleh Badan Usaha atau Pelaku Usaha di KEK yang berada dalam pengawasannya sesuai dengan kewenangan masing-masing.

 

Pasal 61


Menteri melakukan evaluasi terhadap pemberian fasilitas perpajakan, kepabeanan, dan/atau cukai di KEK dengan mempertimbangkan perkembangan perekonomian kawasan paling sedikit 5 (lima) tahun sekali.

 

Pasal 62

 

(1)

Dalam hal terdapat indikasi pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, kepabeanan, dan/atau cukai atas pemasukan dan/atau pengeluaran barang ke dan/atau dari KEK, Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama melakukan penelitian secara mendalam.

(2)

Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan adanya:

  1. pelanggaran yang bersifat administratif, pelanggaran dimaksud segera ditindaklajuti dengan pengenaan sanksi administrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai sanksi administrasi di bidang perpajakan, kepabeanan, dan/atau cukai; atau
  2. bukti permulaan yang cukup telah terjadi tindak pidana perpajakan, kepabeanan, dan/atau cukai, bukti permulaan tersebut segera ditindaklajuti dengan penyidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai penyidikan di bidang perpajakan, kepabeanan, dan/atau cukai.

(3)

Dalam hal Badan usaha dan/atau Pelaku Usaha KEK terbukti melakukan tindak pidana di bidang perpajakan, kepabeanan, dan/atau cukai yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan orang tersebut merupakan warga negara asing, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktorat Jenderal Pajak dapat menyampaikan pemberitahuan kepada instansi yang berwenang menangani bidang keimigrasian untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang imigrasi.

 

Pasal 63


Direktur Jenderal Bea dan Cukai atas nama Menteri dapat membekukan dan/atau mencabut fasilitas pembebasan bea masuk atau penangguhan bea masuk kepada Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha jika Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha memenuhi kriteria pembekuan dan/atau pencabutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.

 

Bagian Kelima
Tambahan Fasilitas Perpajakan, Kepabeanan dan/atau Cukai
di KEK Pariwisata

Pasal 64

 

(1)

Pembelian rumah tinggal atau hunian yang menjadi Kegiatan Utama pada KEK Pariwisata diberikan pembebasan Pajak Penghasilan atas Penjualan barang yang tergolong sangat mewah.

(2)

Pembebasan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud ayat (1), dilakukan dengan penerbitan surat keterangan bebas.

(3)

Tata cara penerbitan surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

 

Pasal 65

 

(1)

Atas penyerahan properti/hunian di KEK pariwisata diberikan fasilitas pembebasan Pajak Penjualan Atas barang Mewah.

(2)

Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan properti/hunian di KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib membuat Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

(3)

Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus diberikan cap atau keterangan yang menyatakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dibebaskan.

 

Pasal 66

 

(1)

Pajak Pertambahan Nilai atas pembelian barang bawaan oleh orang pribadi pemegang paspor luar negeri dari toko retail di KEK pariwisata dapat dikembalikan.

(2)

Pengajuan dan penyelesaian permintaan kembali Pajak Pertambahan Nilai barang bawaan orang pribadi pemegang paspor luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

 

Pasal 67

 

(1)

Pelaku Usaha di KEK Pariwisata dapat diberikan fasilitas kepabeanan dan/atau cukai atas pemasukan barang modal dan/atau bahan baku usaha bagi kegiatan:

  1. penyediaan akomodasi;
  2. pusat pertemuan dan konferensi;
  3. marina dan/atau dermaga khusus kapal wisata;
  4. bandara khusus wisata;
  5. jasa transportasi wisata;
  6. pengembangan resort dan hunian;
  7. jasa makanan dan minuman;
  8. pusat perbelanjaan;
  9. pusat hiburan dan rekreasi;
  10. pusat edukasi dan/atau pelatihan;
  11. pusat dan sarana olahraga;
  12. pusat kesehatan;
  13. pusat perawatan lanjut usia (retirement center); dan/atau
  14. kegiatan lain yang mendukung pariwisata yang ditetapkan oleh dewan nasional.

(2)

Fasilitas kepabeanan dan/atau cukai di KEK Pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk:

  1. pembebasan bea masuk atas pemasukan Bahan Baku Usaha Habis Pakai untuk industri jasa; dan/atau
  2. penangguhan bea masuk untuk pemasukan barang yang akan dijual di toko atau pusat perbelanjaan di KEK Pariwisata.

(3)

Pelaku Usaha di KEK Pariwisata dapat diberikan fasilitas pembebasan bea masuk atas pemasukan Bahan Baku Usaha Habis Pakai untuk industri jasa dari luar Daerah Pabean, dengan ketentuan bahan baku yang diberikan fasilitas pembebasan bea masuk:

  1. sesuai dengan bidang usahanya;
  2. dimasukkan dalam jumlah yang wajar sesuai dengan kebutuhan usahanya; dan
  3. digunakan untuk kegiatan produksi jasa di KEK.

(4)

Jenis Bahan Baku Usaha Habis Pakai untuk industri jasa yang dapat diberikan pembebasan bea masuk, dicantumkan dalam daftar barang yang ditetapkan oleh Dewan Nasional.

(5)

Jenis dan jumlah Bahan Baku Usaha Habis Pakai untuk industri jasa yang boleh diimpor, ditetapkan oleh Administrator KEK dengan menggunakan skema/kriteria yang ditetapkan oleh Dewan Nasional.

(6)

Dalam hal Bahan Baku Usaha Habis Pakai untuk industri jasa berupa Barang Kena Cukai, harus dilunasi cukainya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang cukai pada saat pemasukkannya.

(7)

Ketentuan larangan impor dan ekspor di KEK berlaku sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang larangan dan pembatasan impor dan ekspor.

(8)

Pemasukan Bahan Baku Usaha Habis Pakai untuk industri jasa dari luar Daerah Pabean ke KEK belum diberlakukan ketentuan pembatasan dan tata niaga di bidang impor kecuali ditentukan lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(9)

Pemasukan barang dengan menggunakan dokumen ATA/CPD Carnet dapat dilakukan di KEK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.

 

Pasal 68

 

(1)

Pelaku Usaha di KEK Pariwisata yang berbentuk toko atau pusat perbelanjaan dapat menimbun barang asal luar Daerah Pabean dan/atau barang asal TLDDP untuk dijual ke wisatawan asing dan/atau domestik di lokasi KEK Pariwisata.

(2)

Barang asal luar Daerah Pabean yang dijual di toko atau pusat perbelanjaan di KEK Pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diberikan fasilitas penangguhan bea masuk dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. telah memenuhi perizinan sebagai Pelaku Usaha Logistik dan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2);
  2. dalam satu lokasi toko atau pusat perbelanjaan memiliki ruang/tempat penimbunan barang dan ruang/tempat penjualan yang terpisah; dan
  3. barang yang dijual di toko atau pusat perbelanjaan harus diserahkan di ruang/tempat penjualan.

(3)

Pemasukan barang asal Luar Daerah Pabean dengan diberikan fasilitas penangguhan bea masuk, harus ditimbun di ruang/tempat penimbunan barang di toko atau pusat perbelanjaan di KEK Pariwisata, dan sudah dipenuhi ketentuan pembatasannya saat pemasukannya.

(4)

Pengeluaran barang asal luar Daerah Pabean dari ruang/tempat penimbunan barang ke ruang/tempat penjualan di toko atau pusat perbelanjaan di KEK Pariwisata, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan mengenai pengeluaran barang dari Pelaku Usaha di KEK ke TLDDP dan pemenuhan kewajiban kepabeanannya dapat dilakukan secara berkala.

(5)

Barang Kena Cukai asal luar Daerah Pabean yang ditujukan untuk dijual oleh toko atau pusat perbelanjaan di KEK Pariwisata, harus dilakukan pelunasan cukainya dilakukan pada saat pemasukan ke KEK.

(6)

Pelaku Usaha Jasa dapat membeli Bahan Baku Usaha Habis Pakai untuk industri jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (2) huruf a dari toko atau pusat perbelanjaan di KEK Pariwisata, dan atas pembelian tersebut diberikan fasilitas pembebasan bea masuk dan PDRI setelah memenuhi persyaratan kuota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (5),

(7)

Pengeluaran Bahan Baku Usaha Habis Pakai, dari ruang/tempat penimbunan toko atau pusat perbelanjaan di KEK Pariwisata ke lokasi Pelaku Usaha Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (6), dilakukan sesuai ketentuan perpindahan barang antar Pelaku Usaha KEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51.

 

BAB III
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 69


Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, terhadap Badan Usaha atau Pelaku Usaha yang telah memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2015 tentang Fasilitas dan Kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus, tetap dapat memanfaatkan fasilitas Pajak Penghasilan sampai dengan berakhirnya jangka waktu pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan dimaksud.

Pasal 70


Terhadap usulan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2015 tentang Fasilitas dan Kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus yang telah disampaikan oleh Badan Usaha atau Pelaku Usaha kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2020 tentang Fasilitas dan Kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus, dapat diproses dengan Peraturan Menteri ini dengan ketentuan Badan Usaha atau Pelaku Usaha harus melengkapi persyaratan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (5).

 

Pasal 71

 

(1)

Terhadap Badan Usaha yang telah dibentuk sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2020 tentang Fasilitas dan Kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus, fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2020 dapat diberikan berdasarkan Peraturan Menteri ini dan berlaku ketentuan sebagai berikut:

  1. memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1);
  2. pengajuan permohonan:
    1. disampaikan dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan sejak berlakunya Peraturan Menteri ini;
    2. dikecualikan dari persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (7) dalam hal Badan Usaha telah mulai beroperasi komersial paling lama 60 (enam puluh) hari sejak Peraturan Menteri ini berlaku; dan
    3. memenuhi persyaratan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (5); dan
  3. dikecualikan dari ketentuan pencabutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf e.

(2)

Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b dan huruf f terpenuhi bagi Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan kewajiban merealisasikan Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf d dan Pasal 16 ayat (3) harus dipenuhi paling lama 4 (empat) tahun terhitung sejak surat keputusan pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) diterbitkan.

(3)

Terhadap Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah mulai berproduksi komersial sebelum Peraturan Menteri ini berlaku sampai dengan paling lama 60 (enam puluh) hari sejak Peraturan Menteri ini berlaku, fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan yang diberikan berlaku sejak ditetapkannya keputusan pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dengan ketentuan sebagai berikut:

a.

penghasilan yang diterima atau diperoleh sejak tanggal 24 April 2020 sampai dengan tanggal diterbitkannya keputusan pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan berupa:

1)

penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh Badan Usaha yang berasal dari pengalihan tanah dan/atau bangunan di KEK;

2)

penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh Badan Usaha yang berasal dari persewaan tanah dan/atau bangunan di KEK; dan

3)

penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh Badan Usaha yang berasal dari Kegiatan Usaha Utama di KEK selain penghasilan sebagaimana dimaksud pada angka 1) dan angka 2),

termasuk penghasilan yang diberikan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan; dan

b.

Pajak Penghasilan yang telah disetor sendiri atau dipotong dan/atau dipungut atas penghasilan sebagaimana dimaksud pada huruf a dapat diajukan pengembalian pembayaran pajak sesuai dengan Peraturan Menteri yang mengatur tentang tata cara pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang.

 

Pasal 72

 

(1)

Terhadap Badan Usaha yang dibentuk setelah berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2020 tentang Fasilitas dan Kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus sampai dengan 60 (enam puluh) hari sejak berlakunya Peraturan Menteri ini, fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan dapat diberikan berdasarkan Peraturan Menteri ini, dengan ketentuan sebagai berikut:

a.

memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1);

b.

pengajuan permohonan:

1)

paling lambat 1 (satu) tahun setelah Izin Usaha diterbitkan oleh Lembaga OSS;

2)

dikecualikan dari persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (7) dalam hal Badan Usaha telah mulai beroperasi komersial paling lama 60 (enam puluh) hari setelah berlakunya Peraturan Menteri ini; dan

3)

memenuhi persyaratan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (5); dan

c.

dikecualikan dari ketentuan pencabutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf e.

(2)

Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b dan huruf f terpenuhi bagi Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ketentuan kewajiban merealisasikan Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf d dan Pasal 16 ayat (3) harus dipenuhi paling lama 4 (empat) tahun terhitung sejak surat keputusan pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) diterbitkan.

(3)

Terhadap Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah mulai berproduksi komersial sebelum Peraturan Menteri ini berlaku sampai dengan paling lama 60 (enam puluh) hari sejak Peraturan Menteri ini berlaku, fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan yang diberikan berlaku sejak diterbitkannya keputusan pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dengan ketentuan sebagai berikut:

a.

penghasilan yang diterima atau diperoleh sejak tanggal penerbitan Izin Usaha sampai dengan tanggal diterbitkannya keputusan pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan berupa:

1)

penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh Badan Usaha yang berasal dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan di KEK;

2)

penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh Badan Usaha yang berasal dari persewaan tanah dan/atau bangunan di KEK; dan

3)

penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh Badan Usaha yang berasal dari Kegiatan Usaha Utama di KEK selain penghasilan sebagaimana dimaksud pada angka 1) dan angka 2), 

termasuk penghasilan yang diberikan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan; dan

b.

Pajak Penghasilan yang telah disetor sendiri atau dipotong dan/atau dipungut atas penghasilan sebagaimana dimaksud pada huruf a dapat diajukan pengembalian pembayaran pajak sesuai dengan Peraturan Menteri yang mengatur tentang tata cara pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang.

 

Pasal 73

Terhadap Pelaku Usaha dengan izin prinsip, izin investasi, pendaftaran Penanaman Modal yang telah diterbitkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal/Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi/Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten/Kota atau Perizinan Berusaha yang diterbitkan Lembaga OSS sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2020 tentang Fasilitas dan Kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus, pemberian fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2020 dapat diberikan berdasarkan Peraturan Menteri ini sepanjang:

1.

belum berproduksi komersial sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2020 tentang Fasilitas dan Kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus;

2.

izin prinsip, izin investasi, pendaftaran Penanaman Modal yang telah diterbitkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal/Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi/Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten/Kota atau izin usaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS tersebut belum pernah diterbitkan:

a.

keputusan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu;

b.

keputusan pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan;

c.

keputusan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2015 tentang Fasilitas dan Kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus;

d.

pemberitahuan pemberian fasilitas pengurangan penghasilan neto atas penanaman modal atau perluasan usaha di bidang industri padat karya; atau

e.

keputusan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan pada kawasan industri;

3.

Pelaku Usaha memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam:

a.

Pasal 8 ayat (2) untuk permohonan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a; atau

b.

Pasal 8 ayat (4) untuk permohonan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b;

4.

pengajuan permohonan, dilakukan:

a.

paling lama 6 (enam) bulan sejak berlakunya Peraturan Menteri ini;

b.

sebelum Saat Mulai Berproduksi Komersial; dan

c.

memenuhi persyaratan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (5);

5.

terhadap Pelaku Usaha yang telah berproduksi komersial sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2020 tentang Fasilitas dan Kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus sampai dengan 60 (enam puluh) hari sejak berlakunya Peraturan Menteri ini:

a.

dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 4 huruf b;

b.

dikecualikan dari ketentuan pencabutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf e;

c.

untuk fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, berlaku ketentuan:

1)

pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan berlaku sejak Saat Mulai Berproduksi Komersial;

2)

penghasilan yang diterima atau diperoleh Pelaku Usaha dari Kegiatan Usaha Utama sejak Saat Mulai Berproduksi Komersial sampai dengan tanggal diterbitkannya keputusan pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan termasuk ke dalam penghasilan yang diberikan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan; dan

3)

Pajak Penghasilan yang telah disetor sendiri atau dipotong dan/atau dipungut dapat diajukan pengembalian pembayaran pajak sesuai dengan Peraturan Menteri yang mengatur tentang tata cara pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang; dan

d.

untuk fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b, berlaku ketentuan sebagai berikut:

1)

pemanfaatan fasilitas dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2); dan

2)

dasar perhitungan fasilitas pengurangan penghasilan neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a ditetapkan melalui pemeriksaan lapangan berdasarkan, nilai realisasi aktiva tetap berwujud pada Saat Mulai Berproduksi Komersial.

 

Pasal 74

Terhadap Pelaku Usaha dengan Perizinan Berusaha yang diterbitkan sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2020 tentang Fasilitas dan Kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus sampai dengan 60 (enam puluh) hari sejak berlakunya Peraturan Menteri ini, fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2020 dapat diberikan berdasarkan Peraturan Menteri ini, sepanjang:

1.

Perizinan Berusaha tersebut belum pernah diterbitkan:

  1. keputusan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu;
  2. keputusan pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan;
  3. pemberitahuan pemberian fasilitas pengurangan penghasilan neto atas penanaman modal atau perluasan usaha di bidang industri padat karya; atau
  4. keputusan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan pada kawasan industri;

2.

Pelaku Usaha memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam:

  1. Pasal 8 ayat (2) untuk permohonan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a; atau
  2. Pasal 8 ayat (4) untuk permohonan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b;

3.

pengajuan permohonan, dilakukan:

  1. paling lama 1 (satu) tahun sejak Perizinan Berusaha diterbitkan oleh Lembaga OSS;
  2. sebelum Saat Mulai Berproduksi Komersial; dan
  3. memenuhi persyaratan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (5);

4.

terhadap Pelaku Usaha yang telah berproduksi komersial sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2020 tentang Fasilitas dan Ke.mudahan di Kawasan Ekonomi Khusus sampai dengan 60 (enam puluh) hari sejak berlakunya Peraturan Menteri ini:

II.

dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 3 huruf b;

III.

dikecualikan dari ketentuan pencabutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf e;

IV.

untuk fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, berlaku ketentuan:

1)

pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan berlaku sejak Saat Mulai Berproduksi Komersial;

2)

penghasilan yang diterima atau diperoleh Pelaku Usaha dari Kegiatan Usaha Utama sejak Saat Mulai Berproduksi Komersial sampai dengan tanggal diterbitkannya keputusan pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan termasuk ke dalam penghasilan yang diberikan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan; dan

3)

Pajak Penghasilan yang telah disetor sendiri atau dipotong dan/atau dipungut dapat diajukan pengembalian pembayaran pajak sesuai dengan Peraturan Menteri yang mengatur tentang tata cara pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang; dan

V.

untuk fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b, berlaku ketentuan:

1)

pemanfaatan fasilitas dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2); dan

2)

dasar perhitungan fasilitas pengurangan penghasilan neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a ditetapkan melalui pemeriksaan lapangan berdasarkan nilai realisasi aktiva tetap berwujud pada Saat Mulai Berproduksi Komersial.

 

Pasal 75

 

(1)

Perusahaan yang telah berada di lokasi KEK sebelum lokasi tersebut ditetapkan menjadi KEK, menjadi Pelaku Usaha di KEK dengan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. atas mesin, peralatan, serta barang dan bahan baku yang diimpor oleh pengusaha di TPB sebelum lokasi TPB ditetapkan menjadi KEK;
  2. atas barang dan bahan baku yang diimpor oleh pengusaha KITE Pembebasan; dan
  3. atas barang dan bahan baku yang diimpor oleh pengusaha di Kawasan Bebas yang digunakan dalam kegiatan proses produksi,

diperlakukan sebagai barang yang mendapat fasilitas penangguhan bea masuk.

(2)

Atas barang modal berupa mesin dan peralatan yang telah diimpor oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha dengan mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk yang belum digunakan di lokasi KEK selama 4 (empat) tahun sejak diimpor beralih menjadi barang modal dengan fasilitas penangguhan bea masuk.

(3)

Atas barang modal berupa mesin dan peralatan yang telah diimpor oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha dengan mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk yang telah digunakan di lokasi KEK lebih dari 4 (empat) tahun sejak diimpor diperlakukan sebagai barang yang berasal dari TLDDP.

(4)

Atas barang modal berupa mesin dan peralatan yang telah diimpor dengan fasilitas kawasan bebas diperlakukan sebagai barang yang diberikan fasilitas pembebasan bea masuk dalam rangka pembangunan dan pengembangan sejak ditetapkan menjadi KEK.

 

Pasal 76

 

(1)

Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2020 yang telah dibayar oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau jasa Kena Pajak sejak tanggal 24 April 2020 sampai dengan Peraturan Menteri ini berlaku, dapat dikembalikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

(2)

Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut yang telah dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf d dan huruf f, dapat dikembalikan sepanjang Badan Usaha/Pelaku Usaha membuat PJKEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf b dan Pasal 31 ayat (1) paling lama dua bulan sejak Peraturan Menteri ini berlaku.

(3)

Dalam hal SINSW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) belum tersedia, kewajiban pembuatan dokumen kepabeanan dan PJKEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), Pasal 31 ayat (1)  dan ayat (2), serta Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2), diganti dengan pembuatan Rencana Perolehan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak (Proforma), dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. dibuat secara manual oleh Badan Usaha, Pelaku Usaha, Pengusaha di Kawasan Bebas, atau Pengusaha TPB; dan
  2. disampaikan oleh Badan Usaha atau Pelaku Usaha, kepada Pengusaha Kena Pajak di TLDDP yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak paling lambat sebelum Faktur Pajak diterbitkan.

(4)

Bentuk Rencana Perolehan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak (Proforma) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menggunakan format yang tercantum dalam Lampiran Huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

 

Pasal 77

 

(1)

Untuk mendukung kelancaran pelayanan kepabeanan serta untuk mengisi kekosongan hukum dalam masa peralihan, diatur ketentuan sebagai berikut:

  1. Pelaku Usaha yang sudah beroperasi komersial, sejak berlakunya Peraturan Menteri ini sampai dengan diberlakukannya SINSW dan penggunaan dokumen PPKEK, kegiatan pemasukan dan/atau pengeluaran barang ke dan dari KEK dilakukan dengan menggunakan sistem dan dokumen TPB setelah ditetapkan sebagai kawasan pabean; dan/atau
  2. Pelaku Usaha yang masih dalam proses pembangunan, pemasukan barang dari luar daerah pabean diberikan fasilitas pembebasan bea masuk dan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang impor umum.

(2)

Badan Usaha dan Pelaku Usaha yang sudah beroperasi di lokasi KEK wajib mendayagunakan IT Inventory dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak menggunakan fasilitas kepabeanan dan perpajakan.

 

BAB IV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 78


Direktur Jenderal Bea dan Cukai, menetapkan petunjuk pelaksanaan mengenai:

  1. tata cara penetapan serta kriteria IT Inventory, dan
  2. tata cara penetapan Kawasan Pabean, dan tatacara pemasukan, pergerakan, dan pengeluaran barang ke dan dari KEK.

 

Pasal 79


Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 104/PMK.010/2016 tentang Perlakuan Perpajakan, Kepabeanan, dan Cukai pada Kawasan Ekonomi Khusus (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 997), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 80


Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

 

 

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 Desember 2020
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI


Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 30 Desember 2020

DIREKTUR JENDERAL

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,


ttd.

WIDODO EKATJAHJANA

 

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2020 NOMOR 1685

 

Loading

Arsip Peraturan

Pajak

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan

 

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 135/PMK.04/2021 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 98/PMK.04/2019 Tentang Tarif Atas Sanksi Administratif Berupa Denda Dan Tata Cara Pengenaan, Pemungutan, Dan Penyetoran Sanksi Admin

 

PMK Nomor 149/PMK.03/2021 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2021 Tentang Insentif Pajak Untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 141/PMK.010/2021 TENTANG PENETAPAN JENIS KENDARAAN BERMOTOR YANG DIKENAI PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH DAN TATA CARA PENGENAAN, PEMBERIAN DAN PENATAUSAHAAN PEMBEBASAN, DAN PENGEMBALIAN PAJAK PENJUAL

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 136/PMK.02/2021 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN IMBALAN YANG BERASAL DARI PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK ROYALTI HAK CIPTA KEPADA PENCIPTA, ROYALTI PATEN KEPADA INVENTOR, DAN/ATAU ROYALTI HAK PERLINDUNGAN VARI

 

PENGUMUMAN NOMOR PENG - 12/PJ.09/2021 TENTANG PENGEMBANGAN FITUR BARU DALAM APLIKASI LAYANAN PERPAJAKAN DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DI TAHUN 2021

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 134/PMK.03/2021 TENTANG PEMBAYARAN BEA METERAI, CIRI UMUM DAN CIRI KHUSUS PADA METERAI TEMPEL, KODE UNIK DAN KETERANGAN TERTENTU PADA METERAI ELEKTRONIK, METERAI DALAM BENTUK LAIN, DAN PENENTUAN KEABSAH

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 133/PMK.03/2021 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 86 TAHUN 2021 TENTANG PENGADAAN, PENGELOLAAN, DAN PENJUALAN METERAI

 

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2021 TENTANG PENCANTUMAN DAN PEMANFAATAN NOMOR INDUK KEPENDUDUKAN DAN/ATAU NOMOR POKOK WAJIB PAJAK DALAM PELAYANAN PUBLIK

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 120/PMK.010/2021 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 31/PMK.010/2021 TENTANG PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH BERUPA KEN

 

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 18/PJ/2021 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENYERAHAN/PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN PENJUALAN PULSA DAN KARTU PERDANA

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109/PMK.09/2021 TENTANG TATA KELOLA PENGAWASAN INTERN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEUANGAN

 

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 49/PJ/2020 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PROSEDUR PERSETUJUAN BERSAMA

 

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 48/PJ/2021 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN KEWAJIBAN PENYAMPAIAN PEMBERITAHUAN, PENGAWASAN, SANKSI, DAN PENCABUTAN PENYEDIA JASA APLIKASI PERPAJAKAN

 

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 47/PJ/2021 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN TINDAK LANJUT PENGHAPUSAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK DAN/ATAU PENCABUTAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK BENDAHARA OLEH KANTOR PELAYANAN PAJAK

 

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 45/PJ/2021 TENTANG PENGUJIAN FAKTUR PAJAK YANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAINYA DAPAT DIKREDITKAN SEBAGAI PAJAK MASUKAN

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 116/PMK.07/2021 TENTANG PETA KAPASITAS FISKAL DAERAH

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 115/PMK.03/2021 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN FASILITAS DIBEBASKAN DARI PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS, TATA CARA PEMBA

 

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2021 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN BERUPA BUNGA OBLIGASI YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK DALAM NEGERI DAN BENTUK USAHA TETAP

 

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2021 TENTANG PENGADAAN, PENGELOLAAN, DAN PENJUALAN METERAI

 

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP - 282/PJ/2021 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP-238/PJ/2015 TENTANG KODE KHUSUS PADA NASKAH DINAS KEPUTUSAN KEBERATAN DAN KEPUTUSAN NONKEBERATAN DI LINGKUNGAN KANTOR WILAYAH

 

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 17/PJ/2021 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PEMBUATAN BUKTI PEMOTONGAN DAN/ATAU PEMUNGUTAN PAJAK, SERTA BENTUK, ISI, TATA CARA PENGISIAN, DAN PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA BAGI INSTANSI PEMERINTAH

 

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 14/PJ/2021 TENTANG BENTUK DAN ISI NOTA PENGHITUNGAN, SURAT KETETAPAN PAJAK, SERTA SURAT TAGIHAN PAJAK

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104/PMK.02/2021 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK LAYANAN UJI VALIDITAS RAPID DIAGNOSTIC TEST ANTIGEN YANG BERLAKU PADA KEMENTERIAN KESEHATAN

 

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 16/PJ/2021 TENTANG DOKUMEN TERTENTU YANG KEDUDUKANNYA DIPERSAMAKAN DENGAN FAKTUR PAJAK

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 103/PMK.010/2021 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN RUMAH TAPAK DAN UNIT HUNIAN RUMAH SUSUN YANG DITANGGUNG PEMERINTAH TAHUN ANGGARAN 2021

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102/PMK.010/2021 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN JASA SEWA RUANGAN ATAU BANGUNAN KEPADA PEDAGANG ECERAN YANG DITANGGUNG PEMERINTAH TAHUN ANGGARAN 2021

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96/PMK.03/2021 TENTANG PENETAPAN JENIS BARANG KENA PAJAK SELAIN KENDARAAN BERMOTOR YANG DIKENAI PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH DAN TATA CARA PENGECUALIAN PENGENAAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77/PMK.010/2021 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 31/PMK.010/2021 TENTANG PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH BERUPA KENDARAAN

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54/PMK.03/2021 TENTANG TATA CARA MELAKUKAN PENCATATAN DAN KRITERIA TERTENTU SERTA TATA CARA MENYELENGGARAKAN PEMBUKUAN UNTUK TUJUAN PERPAJAKAN

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62/PMK.03/2021 TENTANG TATA CARA PELIBATAN PEMERINTAH PUSAT DAN/ATAU PEMERINTAH DAERAH DALAM RANGKA PEMBEBANAN SUMBANGAN DAN/ATAU BIAYA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SOSIAL YANG DAPAT DIKURANGKAN DARI PENGH

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95/PMK.05/2021 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 107/PMK.05/2020 TENTANG MEKANISME PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PAJAK DITANGGUNG PEMERINTAH DALAM RANGKA PENANGANAN

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93/PMK.04/2021 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 57/PMK.04/2017 TENTANG PENUNDAAN PEMBAYARAN CUKAI UNTUK PENGUSAHA PABRIK ATAU IMPORTIR BARANG KENA CUKAI YANG MELAKSANAKAN PE

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 92/PMK.04/2021 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 34/PMK.04/2020 TENTANG PEMBERIAN FASILITAS KEPABEANAN DAN/ATAU CUKAI SERTA PERPAJAKAN ATAS IMPOR BARANG UNTUK KEPERLUAN PENA

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91/PMK.04/2021 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 191/PMK.04/2016 TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR PERSENJATAAN, AMUNISI, PERLENGKAPAN MILITER DAN KEPOLISIAN, TERMASUK

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83/PMK.03/2021 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 239/PMK.03/2020 TENTANG PEMBERIAN FASILITAS PAJAK TERHADAP BARANG DAN JASA YANG DIPERLUKAN DALAM RANGKA PENANGANAN PANDEMI C

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74/PMK.04/2021 TENTANG PENGELUARAN BARANG IMPOR UNTUK DIPAKAI DENGAN PELAYANAN SEGERA (RUSH HANDLING)

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68/PMK.010/2021 TENTANG BEA MASUK DITANGGUNG PEMERINTAH ATAS IMPOR BARANG DAN BAHAN UNTUK MEMPRODUKSI BARANG DAN/ATAU JASA OLEH INDUSTRI SEKTOR TERTENTU YANG TERDAMPAK PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65/PMK.04/2021 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 131/PMK.04/2018 TENTANG KAWASAN BERIKAT

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63/PMK.03/2021 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN SERTA PENERBITAN, PENANDATANGANAN, DAN PENGIRIMAN KEPUTUSAN ATAU KETETAPAN PAJAK SECARA ELEKTRONIK

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/PMK.03/2021 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN BAGI PEMEGANG IZIN USAHA PERTAMBANGAN, IZIN USAHA PERTAMBANGAN KHUSUS, IZIN PERTAMBANGAN RAKYAT, IZIN USAHA PERTAMBANGAN KHUSUS OPERASI PRODUKSI SEBAG

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56/PMK.010/2021 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 52/PMK.010/2017 TENTANG PENGGUNAAN NILAI BUKU ATAS PENGALIHAN DAN PEROLEHAN HARTA DALAM RANGKA PENGGABUNGAN, PELEBURAN, PEME

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45/PMK.01/2021 TENTANG ACCOUNT REPRESENTATIVE PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK

 

PMK 18/PMK.03/2021 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA DI BIDANG PAJAK PENGHASILAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, SERTA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

 

PMK 21/PMK.010/2021 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN RUMAH TAPAK DAN UNIT HUNIAN RUMAH SUSUN YANG DITANGGUNG PEMERINTAH TAHUN

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20/PMK.010/2021 TENTANG PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH BERUPA KENDARAAN BERMOTOR TERTENTU YANG DITANGGUNG PEMERINTAH TAHUN ANGGARAN 2021

 

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 169 TAHUN 2021 TENTANG KENDARAAN BERMOTOR DENGAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH DITANGGUNG OLEH PEMERINTAH PADA TAHUN ANGGARAN 2021

 

PER - 03/PJ/2021 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN DAN PENERBITAN KEPUTUSAN MENGENAI PENGGUNAAN NILAI BUKU ATAS PENGALIHAN DAN PEROLEHAN HARTA DALAM RANGKA PENGGABUNGAN, PELEBURAN, PEMEKARAN, ATAU PENGAMBILALIHAN USAHA

 

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2021 TENTANG PERLAKUAN PERPAJAKAN UNTUK MENDUKUNG KEMUDAHAN BERUSAHA

 

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2021 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DALAM RANGKA MENDUKUNG KEMUDAHAN BERUSAHA DAN LAYANAN DAERAH

 

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2021 TENTANG PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS TRANSAKSI YANG MELIBATKAN LEMBAGA PENGELOLA INVESTASI DAN/ATAU ENTITAS YANG DIMILIKINYA

 

PMK 9/PMK.03/2021 TENTANG INSENTIF PAJAK UNTUK WAJIB PAJAK TERDAMPAK PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019

 

KMK 30/KMK.03/2021 TENTANG PENETAPAN PERUSAHAAN TERTENTU YANG DIMILIKI SECARA LANGSUNG OLEH BADAN USAHA MILIK NEGARA SEBAGAI PEMUNGUT PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

 

PMK 8/PMK.03/2021 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PPN ATAU PPnBM ATAS BARANG MEWAH OLEH BADAN USAHA MILIK NEGARA DAN PERUSAHAAN TERTENTU YANG DIMILIKI SECARA LANGSUNG OLEH BADAN USAHA MILIK NEGARA SEBAGAI PEMUNGUT PPN

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6/PMK.03/2021 TENTANG PENGHITUNGAN DAN PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI SERTA PAJAK PENGHASILAN ATAS PENYERAHAN/PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN PENJUALAN PULSA, KARTU PERDANA, TOKEN, DAN VOUCER

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4/PMK.03/2021 TENTANG PEMBAYARAN BEA METERAI, CIRI UMUM DAN CIRI KHUSUS METERAI TEMPEL, METERAI DALAM BENTUK LAIN, DAN PENENTUAN KEABSAHAN METERAI, SERTA PEMETERAIAN KEMUDIAN

 

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2021 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

 

PMK 237/PMK.010/2020 TENTANG PERLAKUAN PERPAJAKAN, KEPABEANAN, DAN CUKAI PADA KAWASAN EKONOMI KHUSUS

 

PMK 236/PMK.010/2020 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 202/PMK.010/2017 TENTANG PELAKSANAAN PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN YANG DIDASARKAN PADA KETENTUAN DALAM PERJANJIAN INTERNASIONAL

 

PMK 235/PMK.010/2020 TENTANG ORGANISASI INTERNASIONAL DAN PEJABAT PERWAKILAN ORGANISASI INTERNASIONAL YANG TIDAK TERMASUK SUBJEK PAJAK PENGHASILAN

 

PMK 234/PMK.05/2020 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 225/PMK.05/2019 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH PUSAT

 

PMK 230/PMK.07/2020 TENTANG RINCIAN DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU MENURUT DAERAH PROVINSI/KABUPATEN/KOTA TAHUN ANGGARAN 2021

 

PMK 225/PMK.05/2020 TENTANG SISTEM PENERIMAAN NEGARA SECARA ELEKTRONIK

 

PER - 24/PJ/2020 TENTANG TATA CARA PERMOHONAN, PEMBERITAHUAN, PEMBERIAN, PEMBATALAN SERTA PERMOHONAN DAN PENERBITAN KEMBALI IZIN PENYELENGGARAAN PEMBUKUAN ATAU PENCATATAN DENGAN MENGGUNAKAN BAHASA INGGRIS ATAU PEMBUKUAN DENGAN MENGGUNAKAN BAHASA INGGRIS

 

SE - 01/PJ/2021 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBUBUHAN CAP BUKTI PELUNASAN SELISIH KURANG BEA METERAI

 

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 01/PJ/2021 TENTANG TATA CARA PELUNASAN SELISIH KURANG BEA METERAI YANG TERUTANG ATAS DOKUMEN BERUPA CEK DAN BILYET GIRO

 

PER - 23/PJ/2020 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PEMBUATAN BUKTI PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN UNIFIKASI SERTA BENTUK, ISI, TATA CARA PENGISIAN, DAN PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PENGHASILAN UNIFIKASI

 

SE - 50/PJ/2020 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELESAIAN PENYAMPAIAN PEMBERITAHUAN PENGGUNAAN NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO

 

PMK 220/PMK.03/2020 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN LIQUEFIED PETROLEUM GAS TERTENTU

 

PMK 221/PMK.05/2020 TENTANG PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL NOMOR 10 KEBIJAKAN AKUNTANSI, PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI, KESALAHAN, PERUBAHAN ESTIMASI AKUNTANSI, DAN OPERASI YANG DIHENTIKAN (REVISI 2020)

 

PENGUMUMAN NOMOR PENG-14/PJ.09/2020 TENTANG PENGUMUMAN PENETAPAN DAN PENGAKTIFAN KEMBALI WAJIB PAJAK NON-EFEKTIF

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 199/PMK.012/2020 TENTANG PENGELOLAAN INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW DAN PENYELENGGARAAN SISTEM INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 198/PMK.010/2020 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU

 

PERATURAN BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2020 TENTANG RINCIAN BIDANG USAHA DAN JENIS PRODUKSI INDUSTRI PIONIR SERTA TATA CARA PEMBERIAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN

 

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 92 TAHUN 2020 TENTANG PERDAGANGAN ANTARPULAU

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 189/PMK.03/2020 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK ATAS JUMLAH PAJAK YANG MASIH HARUS DIBAYAR

 

PMK NOMOR 188/PMK.04/2020 TENTANG PEMBERIAN FASILITAS KEPABEANAN DAN/ATAU CUKAI SERTA PERPAJAKAN ATAS IMPOR PENGADAAN VAKSIN DALAM RANGKA PENANGANAN PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19)

 

PMK NOMOR 176/PMK.04/2020 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 67/PMK.04/2018 TENTANG PERDAGANGAN BARANG KENA CUKAI YANG PELUNASAN CUKAINYA DENGAN CARA PELEKATAN PITA CUKAI ATAU PEMBUBUHAN TANDA PELUNASAN CUKAI LAINNYA

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 147/PMK.01/2020 TENTANG PELAKSANAAN KONFIRMASI STATUS WAJIB PAJAK DALAM RANGKA PEMBERIAN PELAYANAN PUBLIK TERTENTU DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEUANGAN

 

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 20/PJ/2020 TENTANG PEDOMAN AKUNTANSI PIUTANG PAJAK

 

PER NOMOR PER - 19/PJ/2020 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBERIAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK SECARA JABATAN SEHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN SUBSIDI BUNGA/SUBSIDI MARGIN KEPADA DEBITUR DALAM RANGKA MENDUKUNG PELAKSANAAN PROGRAM PEMULIHAN EKONOMI NASIONAL

 

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR SE - 17/BC/2020 TENTANG PELAYANAN PITA CUKAI TERKAIT PERGANTIAN TAHUN ANGGARAN 2020 KE TAHUN ANGGARAN 2021

 

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 483/KMK.03/2020 TENTANG PENUGASAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEUANGAN SEBAGAI ANGGOTA TIM PELAKSANA PADA TIM PEMBARUAN SISTEM INTI ADMINISTRASI PERPAJAKAN (PSIAP) TAHUN 2020

 

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2020 TENTANG BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH SELAIN KENDARAAN BERMOTOR YANG DIKENAI PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

 

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2020 TENTANG BEA METERAI

 

PMK 166/PMK.010/2020 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 13/PMK.010/2017 TENTANG PENETAPAN BARANG EKSPOR YANG DIKENAKAN BEA KELUAR DAN TARIF BEA KELUAR

 

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2020 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN, KERINGANAN, DAN PENGEMBALIAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

 

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2020 TENTANG PENGELOLAAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

 

PER-18/PJ/2020 TENTANG TATA KELOLA SITUS WEB DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

 

PMK NOMOR 149/PMK.04/2020 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 34/PMK.04/2020 TENTANG PEMBERIAN FASILITAS KEPABEANAN DAN/ATAU CUKAI SERTA PERPAJAKAN ATAS IMPOR BARANG UNTUK KEPERLUAN PENANGANAN PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019

 

PMK 153/PMK.010/2020 TENTANG PEMBERIAN PENGURANGAN PENGHASILAN BRUTO ATAS KEGIATAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TERTENTU DI INDONESIA

 

PMK 130/PMK.010/2020 TENTANG PEMBERIAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN

 

PMK 143/PMK.03/2020 TENTANG PEMBERIAN FASILITAS PAJAK TERHADAP BARANG DAN JASA YANG DIPERLUKAN DALAM RANGKA PENANGANAN PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019 DAN PERPANJANGAN PEMBERLAKUAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN BERDASARKAN PP NOMOR 29 TAHUN 2020 TENTANG

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 138/PMK.05/2020 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN SUBSIDI BUNGA/SUBSIDI MARGIN DALAM RANGKA MENDUKUNG PELAKSANAAN PROGRAM PEMULIHAN EKONOMI NASIONAL

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 134/PMK.010/2020 TENTANG BEA MASUK DITANGGUNG PEMERINTAH ATAS IMPOR BARANG DAN BAHAN UNTUK MEMPRODUKSI BARANG DAN/ATAU JASA OLEH INDUSTRI SEKTOR TERTENTU YANG TERDAMPAK PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 132/PMK.012/2020 TENTANG TATA CARA PENYAMPAIAN, PENCANTUMAN, DAN PENGHAPUSAN KETENTUAN TATA NIAGA POST BORDER PADA SISTEM INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW

 

PMK 131/PMK.04/2020 TENTANG TATA CARA PENGENAAN TARIF BEA MASUK ATAS BARANG IMPOR BERDASARKAN PERSETUJUAN PERDAGANGAN BARANG ASEAN

 

PMK 123/PMK.03/2020 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PENYAMPAIAN LAPORAN SERTA DAFTAR WAJIB PAJAK DALAM RANGKA PEMENUHAN PERSYARATAN PENURUNAN TARIF PAJAK PENGHASILAN BAGI WAJIB PAJAK BADAN DALAM NEGERI YANG BERBENTUK PERSEROAN TERBUKA

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 120/PMK.07/2020 TENTANG PETA KAPASITAS FISKAL DAERAH

 

PENGUMUMAN NOMOR PENG - 10/PJ.09/2020 TENTANG BATAS WAKTU PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN FINAL BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 23 TAHUN 2018 BAGI WAJIB PAJAK BADAN

 

SE - 47/PJ/2020 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 86/PMK.03/2020 TENTANG INSENTIF PAJAK UNTUK WAJIB PAJAK TERDAMPAK PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019 SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 110/PMK.03

 

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2020 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 81 TAHUN 2015 TENTANG IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS YANG DIBEBASKAN DARI PENGENAAN PAJAK PERTAMBA

 

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2020 TENTANG PEMBERIAN PEMBEBASAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH KEPADA PERWAKILAN NEGARA ASING DAN BADAN INTERNASIONAL SERTA PEJABATNY

 

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 16/PJ/2020 TENTANG PENANGANAN PERMINTAAN PELAKSANAAN PROSEDUR PERSETUJUAN BERSAMA DAN PENYELESAIAN TINDAK LANJUT PERSETUJUAN BERSAMA

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109/PMK.04/2020 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108/PMK.04/2020 TENTANG PEMBONGKARAN DAN PENIMBUNAN BARANG IMPOR

 

SE - 46/PJ/2020 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 23 TAHUN 2018 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110/PMK.03/2020 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 86/PMK.03/2020 TENTANG INSENTIF PAJAK UNTUK WAJIB PAJAK TERDAMPAK PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99/PMK.010/2020 TENTANG KRITERIA DAN/ATAU RINCIAN BARANG KEBUTUHAN POKOK YANG TIDAK DIKENAI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

 

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP - 368/PJ/2020 TENTANG PENETAPAN PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 DAN/ATAU PASAL 26 YANG DIHARUSKAN MEMBUAT BUKTI PEMOTONGAN DAN DIWAJIBKAN MENYAMPAIKAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PENGHASILAN PASAL 23

 

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 15/PJ/2020 TENTANG BADAN/LEMBAGA YANG DIBENTUK ATAU DISAHKAN OLEH PEMERINTAH YANG DITETAPKAN SEBAGAI PENERIMA ZAKAT ATAU SUMBANGAN KEAGAMAAN YANG SIFATNYA WAJIB YANG DAPAT DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107/PMK.05/2020 TENTANG MEKANISME PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PAJAK DITANGGUNG PEMERINTAH DALAM RANGKA PENANGANAN PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19)

 

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 14/PJ/2020 TENTANG TATA CARA PENYAMPAIAN SURAT KEBERATAN SECARA ELEKTRONIK (E-FILING)

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 89/PMK.010/2020 TENTANG NILAI LAIN SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK ATAS PENYERAHAN BARANG HASIL PERTANIAN TERTENTU

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 92/PMK.03/2020 TENTANG KRITERIA DAN/ATAU RINCIAN JASA KEAGAMAAN YANG TIDAK DIKENAI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90/PMK.03/2020 TENTANG BANTUAN ATAU SUMBANGAN, SERTA HARTA HIBAHAN YANG DIKECUALIKAN SEBAGAI OBJEK PAJAK PENGHASILAN

 

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87/PMK.07/2020 TENTANG PENGELOLAAN DANA INSENTIF DAERAH TAMBAHAN TAHUN ANGGARAN 2020

 

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 42/PJ/2020 TENTANG PERSYARATAN PERJALANAN BAGI PEGAWAI DAN TINDAK LANJUT PANDUAN UMUM PELAKSANAAN TUGAS DALAM TATANAN KENORMALAN BARU DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86/PMK.03/2020 TENTANG INSENTIF PAJAK UNTUK WAJIB PAJAK TERDAMPAK PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019

 

PENGUMUMAN NOMOR PENG - 75/PJ/2020 TENTANG PENYESUAIAN IMPLEMENTASI SURAT PEMBERITAHUAN MASA UNIFIKASI BAGI INSTANSI PEMERINTAH

 

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 13/PJ/2020 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBERIAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK SECARA JABATAN SEHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN SUBSIDI BUNGA/SUBSIDI MARGIN UNTUK KREDIT/PEMBIAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DALAM RANG

 

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 12/PJ/2020 TENTANG BATASAN KRITERIA TERTENTU PEMUNGUT SERTA PENUNJUKAN PEMUNGUT, PEMUNGUTAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PEMANFAATAN BARANG KENA PAJAK TIDAK BERWUJUD DAN/ATAU JASA K

 

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 11/PJ/2020 TENTANG PENETAPAN SATU TEMPAT ATAU LEBIH SEBAGAI TEMPAT PEMUSATAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TERUTANG

 

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 10/PJ/2020 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-11/PJ/2019 TENTANG PENYEDIA JASA APLIKASI PERPAJAKAN

 

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 38/PJ/2020 TENTANG IMPLEMENTASI APLIKASI TAXPAYER ACCOUNTING MODUL REVENUE ACCOUNTING SYSTEM DALAM RANGKA PENCATATAN TRANSAKSI PERPAJAKAN

 

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2020 TENTANG PENURUNAN TARIF PAJAK PENGHASILAN BAGI WAJIB PAJAK BADAN DALAM NEGERI YANG BERBENTUK PERSEROAN TERBUKA

 

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 34/PJ/2020 TENTANG PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN TUGAS DALAM TATANAN KENORMALAN BARU DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

 

PENGUMUMAN NOMOR PENG - 65/PJ/2020 TENTANG DAFTAR YURISDIKSI PARTISIPAN DAN YURISDIKSI TUJUAN PELAPORAN DALAM RANGKA PERTUKARAN INFORMASI SECARA OTOMATIS (AUTOMATIC EXCHANGE OF FINANCIAL ACCOUNT INFORMATION)

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68/PMK.03/2020 TENTANG PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS BEASISWA YANG MEMENUHI PERSYARATAN TERTENTU DAN SISA LEBIH YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH BADAN ATAU LEMBAGA NIRLABA YANG BERGERAK DALAM BIDANG PEND

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67/PMK.03/2020 TENTANG PEMBERIAN FASILITAS PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, SERTA PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PADA KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN G

 

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2020 TENTANG FASILITAS PAJAK PENGHASILAN DALAM RANGKA PENANGANAN CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19)

 

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 33/PJ/2020 TENTANG PANDUAN UMUM PELAKSANAAN TUGAS DALAM TATANAN NORMAL BARU DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

 

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 31/PJ/2020 TENTANG PEMBUKAAN KEMBALI LAYANAN INFORMASI DAN PENGADUAN VIA TELEPON 1500200

 

KEP - 237/PJ/2020 TENTANG PENERBITAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK DAN/ATAU PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK BAGI INSTANSI PEMERINTAH PUSAT DAN INSTANSI PEMERINTAH DESA SECARA JABATAN

 

PENGUMUMAN NOMOR PENG - 5/PJ.09/2020 TENTANG PENGUMUMAN PERPANJANGAN MASA BERLAKU SURAT KEPUTUSAN PEMUSATAN TEMPAT PPN TERUTANG

 

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 27/PJ/2020 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-04/PJ/2020 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN ADMINISTRASI NOMOR POKOK WAJIB PAJAK, SERTIFIKAT ELEKTRONIK, DAN PEN

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48/PMK.03/2020 TENTANG TATA CARA PENUNJUKAN PEMUNGUT, PEMUNGUTAN, DAN PENYETORAN, SERTA PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PEMANFAATAN BARANG KENA PAJAK TIDAK BERWUJUD DAN/ATAU JASA KENA PAJAK DARI

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41/PMK.03/2020 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA IMPOR DAN PENYERAHAN ALAT ANGKUTAN TERTENTU SERTA PENYERAHAN DAN PEMANFAATAN JASA KENA PAJAK TERKAIT ALAT ANGKUTAN TERTENTU YANG TIDAK DIPUNGUT PAJAK

 

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 29/PJ/2020 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 44/PMK.03/2020 TENTANG INSENTIF PAJAK UNTUK WAJIB PAJAK TERDAMPAK PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44/PMK.03/2020 TENTANG INSENTIF PAJAK UNTUK WAJIB PAJAK TERDAMPAK PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019

 

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 09/PJ/2020 TENTANG BENTUK, ISI, DAN TATA CARA PENGISIAN SURAT SETORAN PAJAK

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41/PMK.03/2020 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA IMPOR DAN PENYERAHAN ALAT ANGKUTAN TERTENTU SERTA PENYERAHAN DAN PEMANFAATAN JASA KENA PAJAK TERKAIT ALAT ANGKUTAN TERTENTU YANG TIDAK DIPUNGUT PAJAK

 

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 07/PJ/2020 TENTANG TEMPAT PENDAFTARAN WAJIB PAJAK DAN PELAKU USAHA MELALUI SISTEM ELEKTRONIK DAN/ATAU TEMPAT PELAPORAN USAHA PENGUSAHA KENA PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK DI LINGKUNGAN KANTOR WILAYAH DIREK

 

SP-16/2020 RELAKSASI PENYAMPAIAN DOKUMEN KELENGKAPAN SPT TAHUNAN TAHUN PAJAK 2019

 

SURAT EDARAN NOMOR SE-23/PJ/2020 TENTANG PERPANJANGAN MASA PENCEGAHAN PENYEBARAN CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19) DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/PMK.04/2020 TENTANG INSENTIF TAMBAHAN UNTUK PERUSAHAAN PENERIMA FASILITAS KAWASAN BERIKAT DAN/ATAU KEMUDAHAN IMPOR TUJUAN EKSPOR UNTUK PENANGANAN DAMPAK BENCANA PENYAKIT VIRUS CORONA (CORONAVIRUS DIS

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PMK.03/2020 TENTANG PELAKSANAAN PELAYANAN ADMINISTRASI PERPAJAKAN DALAM KEADAAN KAHAR AKIBAT PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019

 

DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN NOMOR SE-22/PJ/2020 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERPANJANGAN JANGKA WAKTU PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN DALAM PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2020 TENTANG KEBI

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PMK.03/2020 TENTANG PEMBERIAN FASILITAS PAJAK TERHADAP BARANG DAN JASA YANG DIPERLUKAN DALAM RANGKA PENANGANAN PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019

 

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 20/PJ/2020 TENTANG PEDOMAN INTERAKSI DAN KORESPONDENSI DALAM MELAKSANAKAN TATA KELOLA PROYEK PEMBARUAN SISTEM INTI ADMINISTRASI PERPAJAKAN SELAMA MASA PENCEGAHAN PENYEBARAN CORONA VIRUS DISEASE (COVID-19)

 

PENGUMUMAN NOMOR PENG - 2/PJ.09/2020 TENTANG PENGUMUMAN PERPANJANGAN WAKTU PELAYANAN PERPAJAKAN TANPA TATAP MUKA

 

SP-13 Tahun 2020 Implementasi Penurunan Tarif Pajak Penghasilan Badan Dalam Penghitungan PPh Pasal 29 Dan Angsuran PPh Pasal 25

 

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2020 TENTANG KEBIJAKAN KEUANGAN NEGARA DAN STABILITAS SISTEM KEUANGAN UNTUK PENANGANAN PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19) DAN/ATAU DALAM RANGKA MENGHADAPI ANCAMAN YAN

 

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP - 156/PJ/2020 TENTANG KEBIJAKAN PERPAJAKAN SEHUBUNGAN DENGAN PENYEBARAN WABAH VIRUS CORONA 2019

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/PMK.03/2020 TENTANG INSENTIF PAJAK UNTUK WAJIB PAJAK TERDAMPAK WABAH VIRUS CORONA

 

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 04/PJ/2020 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN ADMINISTRASI NOMOR POKOK WAJIB PAJAK, SERTIFIKAT ELEKTRONIK, DAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PMK.010/2020 TENTANG PEMBERIAN FASILITAS PENGURANGAN PENGHASILAN NETO ATAS PENANAMAN MODAL BARU ATAU PERLUASAN USAHA PADA BIDANG USAHA TERTENTU YANG MERUPAKAN INDUSTRI PADAT KARYA

 

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 13/PJ/2020 TENTANG PANDUAN PELAKSANAAN TUGAS SELAMA MASA PENCEGAHAN PENYEBARAN CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19) DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

 

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 03/PJ/2020 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT KETERANGAN BEBAS PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN ATAS BUNGA DEPOSITO DAN TABUNGAN SERTA DISKONTO SERTIFIKAT BANK INDONESIA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH DANA PENSIUN

 

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI, Siaran Pers, HM.4.6/32/SET.M.EKON.2.3/03/2020 Stimulus Ekonomi

 

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2020 TENTANG FASILITAS DAN KEMUDAHAN DI KAWASAN EKONOMI KHUSUS

 

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 05/PJ/2020 TENTANG PROSEDUR PELAKSANAAN PENILAIAN UNTUK TUJUAN PERPAJAKAN

 

URAT EDARAN DIRJEN PAJAK NOMOR SE-08/PJ/2020 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN PERMINTAAN NOMOR SERI FAKTUR PAJAK

 

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 07/PJ/2020 TENTANG KEBIJAKAN PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN WAJIB PAJAK DALAM RANGKA PERLUASAN BASIS PAJAK

 

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP - 75/PJ/2020 TENTANG PENETAPAN PERUBAHAN TUGAS DAN FUNGSI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA

 

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 06/PJ/2020 TENTANG PENYESUAIAN PROSEDUR OPERASIONAL SEHUBUNGAN DENGAN PERUBAHAN TUGAS DAN FUNGSI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA

 

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 01/PJ/2020 TENTANG PELUNASAN UTANG PAJAK DAN BIAYA PENAGIHAN PAJAK YANG MENJADI KEWAJIBAN PENANGGUNG PAJAK ATAS WAJIB PAJAK BADAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11/PMK.010/2020 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 78 TAHUN 2019 TENTANG FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG- BIDANG USAHA TERTENTU DAN/ATAU DI DAERAH-DAERAH TERTENTU

 

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 4/PJ/2020 TENTANG PENEGASAN PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN JASA KEPELABUHANAN TERTENTU KEPADA PERUSAHAAN ANGKUTAN LAUT YANG MELAKUKAN KEGIATAN ANGKUTAN LAUT LUAR NEGERI

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 231/PMK.03/2019 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN DAN PENGHAPUSAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK, PENGUKUHAN DAN PENCABUTAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK, SERTA PEMOTONGAN DAN/ATAU PEMUNGUTAN, PENYETORAN, DAN PE

 

ERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 216/PMK.04/2019 TENTANG ANGKUT TERUS ATAU ANGKUT LANJUT BARANG IMPOR ATAU BARANG EKSPOR

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/PMK.010/2020 TENTANG BUKU PELAJARAN UMUM, KITAB SUCI, DAN BUKU PELAJARAN AGAMA YANG ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHANNYA DIBEBASKAN DARI PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 219/PMK.04/2019 TENTANG PENYEDERHANAAN REGISTRASI KEPABEANAN

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 199/PMK.010/2019 TENTANG KETENTUAN KEPABEANAN, CUKAI, DAN PAJAK ATAS IMPOR BARANG KIRIMAN

 

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 02/PJ/2020 TENTANG PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN PADA MASA PAJAK YANG TIDAK SAMA

 

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2019 TENTANG PERDAGANGAN MELALUI SISTEM ELEKTRONIK

 

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2019 TENTANG FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA TERTENTU DAN/ATAU DI DAERAH-DAERAH TERTENTU

 

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2019 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK TAJIKISTAN MENGENAI PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN PENGELAKAN PAJAK ATAS PENGHASILAN (AGREEMENT BETWEEN THE REPUBL

 

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP - 692/PJ/2019 TENTANG PENGECUALIAN PENGENAAN SANKSI ADMINISTRASI BERUPA DENDA ATAS KETERLAMBATAN PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PENGHASILAN YANG JATUH TEMPO PADA TANGGAL 20 NOVEMBER 2019

 

KEP - 652/PJ/2019 TENTANG PENETAPAN PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 DAN/ATAU PASAL 26 YANG DIHARUSKAN MEMBUAT BUKTI PEMOTONGAN DAN DIWAJIBKAN MENYAMPAIKAN SPT MASA PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 DAN/ATAU PASAL 26 BERDASARKAN PER NOMOR PER-04/PJ/2017

 

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP - 599/PJ/2019 TENTANG PENETAPAN PEMOTONG PPH PASAL 23 DAN/ATAU PASAL 26 YANG DIHARUSKAN MEMBUAT BUKTI PEMOTONGAN DAN DIWAJIBKAN MENYAMPAIKAN SPT MASA PPH PASAL 23 DAN/ATAU PASAL 26 BERDASARKAN PERATURAN DIREKTU

 

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP - 607/PJ/2019 TENTANG KEBIJAKAN PERPAJAKAN SEHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN PADA SISTEM MODUL PENERIMAAN NEGARA GENERASI KETIGA PADA TANGGAL 10 SEPTEMBER 2019

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 147/PMK.03/2019 TENTANG PETUNJUK TEKNIS JABATAN FUNGSIONAL PENILAI PAJAK DAN JABATAN FUNGSIONAL ASISTEN PENILAI PAJAK

 

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2019 TENTANG BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH BERUPA KENDARAAN BERMOTOR YANG DIKENAI PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

 

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 24/PJ/2019 TENTANG IMPLEMENTASI COMPLIANCE RISK MANAGEMENT DALAM KEGIATAN EKSTENSIFIKASI, PENGAWASAN, PEMERIKSAAN, DAN PENAGIHAN DI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

 

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 25/PJ/2019 TENTANG PETUNJUK LEBIH LANJUT PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 215/PMK.03/2018 TENTANG PENGHITUNGAN ANGSURAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN PAJAK BERJALAN YANG HARUS DIBAYAR SENDIRI OL

 

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP - 599/PJ/2019 TENTANG PENETAPAN PEMOTONG PPH PASAL 23 DAN/ATAU PASAL 26 YANG DIHARUSKAN MEMBUAT BUKTI PEMOTONGAN DAN DIWAJIBKAN MENYAMPAIKAN SPT MASA PPH PASAL 23 DAN/ATAU PASAL 26 BERDASARKAN PERATURAN DIREKTU

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 134/PMK.04/2019 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 94/PMK.04/2016 TENTANG PEMBERITAHUAN BARANG KENA CUKAI YANG SELESAI DIBUAT

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 128/PMK.010/2019 TENTANG PEMBERIAN PENGURANGAN PENGHASILAN BRUTO ATAS PENYELENGGARAAN KEGIATAN PRAKTIK KERJA, PEMAGANGAN, DAN/ATAU PEMBELAJARAN DALAM RANGKA PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSI

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 123/PMK.03/2019 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 196/PMK.03/2007 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN PEMBUKUAN DENGAN MENGGUNAKAN BAHASA ASING DAN SATUAN MATA UANG SELAIN RUP

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/PMK.03/2019 TENTANG FASILITAS PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, PAJAK BUMI DAN BANGUNAN, SERTA PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS PEMBEBANAN BIAYA O

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 119/PMK.02/2019 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN KEMBALI (REIMBURSEMENT) PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS PEROLEHAN BARANG KENA PAJAK DAN/ATAU

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 117/PMK.03/2019 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 39/PMK.03/2018 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 117/PMK.03/2019 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 39/PMK.03/2018 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK

 

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2019 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN BERUPA BUNGA OBLIGASI

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.010/2019 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK ANTI DUMPING TERHADAP IMPOR PRODUK HOT ROLLED PLATE (HRP) DARI NEGARA REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK, SINGAPURA, DAN UKRAINA

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110/PMK.04/2019 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 177/PMK.04/2016 TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK DAN TIDAK DIPUNGUT PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PEN

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109/PMK.04/2019 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 229/PMK.04/2017 TENTANG TATA CARA PENGENAAN TARIF BEA MASUK ATAS BARANG IMPOR BERDASARKAN PERJANJIAN ATAU KESEPAKATAN INTERN

 

SURAT EDARAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR SE - 1/MBU/07/2019 TENTANG KONFIRMASI STATUS WAJIB PAJAK DALAM PEMBERIAN LAYANAN TERTENTU DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 106/PMK.04/2019 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 178/PMK.04/2017 TENTANG IMPOR SEMENTARA

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102/PMK.04/2019 TENTANG EKSPOR KEMBALI BARANG IMPOR

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105/PMK.010/2019 TENTANG PENETAPAN TARIF BEA MASUK DALAM RANGKA PERSETUJUAN KEMITRAAN EKONOMI KOMPREHENSIF ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK CHILE

 

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2019 TENTANG IMPOR DAN PENYERAHAN ALAT ANGKUTAN TERTENTU SERTA PENYERAHAN DAN PEMANFAATAN JASA KENA PAJAK TERKAIT ALAT ANGKUTAN TERTENTU YANG TIDAK DIPUNGUT PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

 

PENGUMUMAN NOMOR PENG - 05/PJ/2019 TENTANG DAFTAR YURISDIKSI PARTISIPAN DAN YURISDIKSI TUJUAN PELAPORAN DALAM RANGKA PERTUKARAN INFORMASI SECARA OTOMATIS (AUTOMATIC EXCHANGE OF FINANCIAL ACCOUNT INFORMATION)

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99/PMK.04/2019 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN SANKSI ADMINISTRASI BERUPA DENDA DI BIDANG KEPABEANAN

 

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 14/PJ/2019 TENTANG PENCABUTAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-32/PJ/2010 TENTANG PELAKSANAAN PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PENGUSAHA TERTENTU

 

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 13/PJ/2019 TENTANG DOKUMEN TERTENTU YANG KEDUDUKANNYA DIPERSAMAKAN DENGAN FAKTUR PAJAK

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93/PMK.03/2019 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 107/PMK.03/2017 TENTANG PENETAPAN SAAT DIPEROLEHNYA DIVIDEN DAN DASAR PENGHITUNGANNYA OLEH WAJIB PAJAK DALAM NEGERI ATAS PENYERTAAN

 

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2019 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98/PMK.04/2019 TENTANG TARIF ATAS SANKSI ADMINISTRATIF BERUPA DENDA DAN TATA CARA PENGENAAN, PEMUNGUTAN, DAN PENYETORAN SANKSI ADMINISTRATIF BERUPA DENDA ATAS PELANGGARAN KETENTUAN DEVISA HASIL EKSPOR D

 

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 12/PJ/2019 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT KETERANGAN PEMANFAATAN JASA KENA PAJAK DARI LUAR DAERAH PABEAN DI DALAM DAERAH PABEAN ATAS IMPOR YANG MERUPAKAN PEMASUKAN BARANG YANG DIGUNAKAN UNTUK KEGIATAN PEM

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96/PMK.010/2019 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 27/PMK.010/2017 TENTANG PENETAPAN TARIF BEA MASUK DALAM RANGKA ASEAN-INDIA FREE TRADE AREA

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 92/PMK.03/2019 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 253/PMK.03/2008 TENTANG WAJIB PAJAK BADAN TERTENTU SEBAGAI PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DARI PEMBELI ATAS PENJUALAN BARANG YANG

 

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2019 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH PERSEMAKMURAN BAHAMA UNTUK PERTUKARAN INFORMASI BERKENAAN DENGAN KEPERLUAN PERPAJAKAN (AGREEMENT BETWEEN THE GOVE

 

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2019 TENTANG PENGESAHAN PROTOKOL PERUBAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH MEKSIKO SERIKAT UNTUK PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN PENGELAKAN PAJAK YANG BERKENA

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86/PMK.010/2019 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 35/PMK.010/2017 TENTANG JENIS BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH SELAIN KENDARAAN BERMOTOR YANG DIKENAI PAJAK PENJUALAN ATAS B

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85/PMK.03/2019 TENTANG MEKANISME PENGAWASAN TERHADAP PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN DAN PENYETORAN PAJAK ATAS BELANJA YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84/PMK.04/2019 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 47/PMK.04/2012 TENTANG TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI KAWASAN YANG TELAH DITETAPKAN SEBAGAI KAWASA

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80/PMK.04/2019 TENTANG IMPOR DAN EKSPOR BARANG YANG DIBAWA OLEH PELINTAS BATAS DAN PEMBERIAN PEMBEBASAN BEA MASUK BARANG YANG DIBAWA OLEH PELINTAS BATAS

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81/PMK.010/2019 TENTANG BATASAN RUMAH UMUM, PONDOK BORO, ASRAMA MAHASISWA DAN PELAJAR, SERTA PERUMAHAN LAINNYA, YANG ATAS PENYERAHANNYA DIBEBASKAN DARI PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49/PMK.03/2019 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PROSEDUR PERSETUJUAN BERSAMA

 

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP - 425/PJ/2019 TENTANG PENETAPAN PEMOTONG PPH PASAL 23 DAN/ATAU PASAL 26 YANG DIHARUSKAN MEMBUAT BUKTI PEMOTONGAN DAN DIWAJIBKAN MENYAMPAIKAN SPT MASA PPH PASAL 23 DAN/ATAU PASAL 26 BERDASARKAN PERATURAN DIREKTU

 

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 07/PJ/2019 TENTANG TATA CARA PENYAMPAIAN PENGADUAN PELAYANAN PERPAJAKAN

 

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 08/PJ/2019

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35/PMK.03/2019 TENTANG PENENTUAN BENTUK USAHA TETAP

 

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 08/BC/2019 TENTANG TATA CARA PENYAMPAIAN, BENTUK, DAN CARA PENGISIAN DATA REGISTRASI PENGUSAHA BARANG KENA CUKAI

 

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 05 /PJ/2019 TENTANG BADAN/LEMBAGA YANG DIBENTUK ATAU DISAHKAN OLEH PEMERINTAH YANG DITETAPKAN SEBAGAI PENERIMA ZAKAT ATAU SUMBANGAN KEAGAMAAN YANG SIFATNYA WAJIB YANG DAPAT DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32/PMK.010/2019 TENTANG BATASAN KEGIATAN DAN JENIS JASA KENA PAJAK YANG ATAS EKSPORNYA DIKENAI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/PMK.04/2019 TENTANG KETENTUAN EKSPOR KELAPA SAWIT, CRUDE PALM OIL (CPO), DAN PRODUK TURUNANNYA

 

PENGUMUMAN NOMOR PENG - 04/PJ/2019 TENTANG DAFTAR YURISDIKSI PARTISIPAN DAN YURISDIKSI TUJUAN PELAPORAN DALAM RANGKA PERTUKARAN INFORMASI SECARA OTOMATIS (AUTOMATIC EXCHANGE OF FINANCIAL ACCOUNT INFORMATION)

 

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 04/PJ/2019 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBERIAN SURAT KETERANGAN FISKAL

 

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 03/PJ/2019 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN SURAT KETERANGAN FISKAL

 

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2019 TENTANG DEVISA HASIL EKSPOR DARI KEGIATAN PENGUSAHAAN, PENGELOLAAN, DAN/ATAU PENGOLAHAN SUMBER DAYA ALAM

 

PERATURAN BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2019 TENTANG RINCIAN BIDANG USAHA DAN JENIS PRODUKSI INDUSTRI PIONIR YANG DAPAT DIBERIKAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN SERTA PEDOMAN DAN TATA CARA PEMBERIAN FASI

 

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 02/PJ/2019 TENTANG TATA CARA PENYAMPAIAN, PENERIMAAN, DAN PENGOLAHAN SURAT PEMBERITAHUAN

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 210/PMK.010/2018 TENTANG PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS TRANSAKSI PERDAGANGAN MELALUI SISTEM ELEKTRONIK (E-COMMERCE)

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 167/PMK.03/2018 TENTANG PENYEDIAAN MAKANAN DAN MINUMAN BAGI SELURUH PEGAWAI SERTA PENGGANTIAN ATAU IMBALAN DALAM BENTUK NATURA DAN KENIKMATAN DI DAERAH TERTENTU DAN YANG BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN PEK

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 192/PMK.03/2018 TENTANG PELAKSANAAN PENGKREDITAN PAJAK ATAS PENGHASILAN DARI LUAR NEGERI

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 202/PMK.05/2018 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 32/PMK.05/2014 TENTANG SISTEM PENERIMAAN NEGARA SECARA ELEKTRONIK

 

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 30/PJ/2018 TENTANG PENCABUTAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK DAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK DALAM RANGKA SIMPLIFIKASI REGULASI

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 166/PMK.03/2018 TENTANG PENUNJUKAN PEMEGANG IZIN USAHA PERTAMBANGAN KHUSUS OPERASI PRODUKSI UNTUK MEMUNGUT, MENYETOR, DAN MELAPORKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUA

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 160/PMK.04/2018 TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK DAN TIDAK DIPUNGUT PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS IMPOR BARANG DAN BAHAN UNTUK DIOLAH, DIRAK

 

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP - 335/PJ/2018 TENTANG UJI COBA ASSIGNMENT WAJIB PAJAK PRIORITAS PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA

 

PENGUMUMAN NOMOR PENG - 12/PJ.09/2018 TENTANG KEWASPADAAN PENGUSAHA KENA PAJAK UNTUK MENYIMPAN USER ID, PASSWORD, SERTIFIKAT ELEKTRONIK, DAN PASSPHRASE DENGAN BAIK

 

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 24/PJ/2018 TENTANG PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS IMBALAN YANG DITERIMA OLEH PEMBELI SEHUBUNGAN DENGAN KONDISI TERTENTU DALAM TRANSAKSI JUAL BELI

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150/PMK.010/2018 TENTANG PEMBERIAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 137/PMK.010/2018 TENTANG PERUBAHAN KEENAM ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 231/KMK.03/2001 TENTANG PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS IMPOR BARANG KENA PAJ

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 131/PMK.04/2018 TENTANG KAWASAN BERIKAT

 

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP - 271/PJ/2018 TENTANG KEBIJAKAN PERPAJAKAN SEHUBUNGAN DENGAN BENCANA ALAM GEMPA BUMI DAN TSUNAMI DI WILAYAH DONGGALA, PALU, DAN SEKITARNYA

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 128/PMK.07/2018 TENTANG TATA CARA PEMOTONGAN PAJAK ROKOK SEBAGAI KONTRIBUSI DUKUNGAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN

 

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 20/PJ/2018 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN WAJIB PAJAK DAN PEMBERIAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK SECARA ELEKTRONIK MELALUI SISTEM ADMINISTRASI BADAN HUKUM DAN SISTEM PERIZINAN BERUSAHA TERINTEGRASI SECARA ELEKTRONI

 

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 17/PJ/2018 TENTANG TATA CARA PENANGANAN WAJIB PAJAK TERINDIKASI SEBAGAI PENERBIT FAKTUR PAJAK TIDAK SAH, WAJIB PAJAK PENERBIT FAKTUR PAJAK TIDAK SAH, DAN/ATAU WAJIB PAJAK TERINDIKASI SEBAGAI PENGGUNA FAKTUR

 

PMK RI NOMOR 110/PMK.010/2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 34/PMK.010/2017 TENTANG PEMUNGUTAN PPh PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN BARANG DAN KEGIATAN DI BIDANG LAIN

 

PMK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99/PMK.03/2018 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 23 TAHUN 2018 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU

 

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 15/PJ/2018 TENTANG KEBIJAKAN PEMERIKSAAN

 

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP - 209/PJ/2018 TENTANG KEBIJAKAN PERPAJAKAN SEHUBUNGAN DENGAN BENCANA ALAM GEMPA BUMI DI PULAU LOMBOK PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71/PMK.04/2018 TENTANG PELAYANAN PERIZINAN BERUSAHA TERINTEGRASI SECARA ELEKTRONIK DI BIDANG KEPABEANAN, CUKAI, DAN PERPAJAKAN

 

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 13/PJ/2018 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PROGRAM BUSINESS DEVELOPMENT SERVICES (BDS)

 

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2018 TENTANG PERLAKUAN PERPAJAKAN DAN/ATAU PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DI BIDANG USAHA PERTAMBANGAN MINERAL

 

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP - 178/PJ/2018 TENTANG PENETAPAN PEMOTONG PPH PASAL 23 DAN/ATAU PASAL 26 YANG DIHARUSKAN MEMBUAT BUKTI PEMOTONGAN DAN DIWAJIBKAN MENYAMPAIKAN SPT MASA PPH PASAL 23 DAN/ATAU PASAL 26 BERDASARKAN PERATURAN DIREKTU

 

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2018 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU

 

PERATURAN BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG RINCIAN BIDANG USAHA DAN JENIS PRODUKSI INDUSTRI PIONIR YANG DAPAT DIBERIKAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN SERTA PEDOMAN DAN TATA CARA PEMBERIAN FASI

 

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2018 TENTANG PEMBARUAN SISTEM ADMINISTRASI PERPAJAKAN

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48/PMK.010/2018 TENTANG PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS PENYERTAAN MODAL PERUSAHAAN MODAL VENTURA PADA PERUSAHAAN MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

 

PENGUMUMAN NOMOR : PENG - 03/PJ.09/2018 TENTANG WASPADA PENIPUAN BERMODUS PHISHING

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41/PMK.03/2018 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN FASILITAS PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH TIDAK DIPUNGUT ATAS PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK DARI TEMP

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39/PMK.03/2018 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35/PMK.010/2018 TENTANG PEMBERIAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN

 

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER - 09/PJ/2018 Tentang Penundaan Pemberlakuan Ketentuan Pencantuman Identitas Pembeli Sebagaimana Dimaksud Dalam Pasal 4A PER-16/PJ/2014 Tentang Tata Cara Pembuatan Dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik S

 

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 04/PJ/2018 TENTANG PELAYANAN SEHUBUNGAN DENGAN PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN (PPH) SERTA LAPORAN PENGALIHAN DAN REALISASI INVESTASI HARTA TAMBAHAN DAN/ATAU LAPORAN PENEMPAT

 

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 07/PJ/2018 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-03/PJ/2017 TENTANG TATA CARA PELAPORAN DAN PENGAWASAN HARTA TAMBAHAN DALAM RANGKA PENGAMPUNAN PAJAK

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PMK.03/2018 TENTANG CARA LAIN UNTUK MENGHITUNG PEREDARAN BRUTO

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9/PMK.03/2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 243/PMK.03/2014 TENTANG SURAT PEMBERITAHUAN (SPT)

 

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2018 TENTANG KRITERIA DAN/ATAU PERSYARATAN DALAM IMPLEMENTASI PEMANFAATAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG USAHA TERTENTU DAN/ATAU DI DAERAH TERTENTU PADA SEKTOR

 

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 02/PJ/2018 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-20/PJ/2013 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN DAN PEMBERIAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK, PELAPORAN USAHA DAN ...

 

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 30/PJ/2017 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-34/PJ/2010 TENTANG BENTUK FORMULIR SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DAN WAJIB PAJAK

 

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2017 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-16/PJ/2014 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PELAPORAN FAKTUR PAJAK BERBENTUK ELEKTRONIK

 

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 39/PJ/2017 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 116/PMK.010/2017 TENTANG BARANG KEBUTUHAN POKOK YANG TIDAK DIKENAI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

 

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 26/PJ/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-16/PJ/2014 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PELAPORAN FAKTUR PAJAK BERBENTUK ELEKTRONIK

 

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 25/PJ/2017 TENTANG PELAKSANAAN PENENTUAN BESARNYA PERBANDINGAN ANTARA UTANG DAN MODAL PERUSAHAAN UNTUK KEPERLUAN PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN DAN TATA CARA PELAPORAN UTANG SWASTA LUAR NEGERI

 

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 40/PJ/2017 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-18/PJ/2017 TENTANG TATA CARA PENELITIAN BUKTI PEMENUHAN KEWAJIBAN PENYETORAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI PENGA

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 171/PMK.03/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 62/PMK.03/2012 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN, PENGADMINISTRASIAN, PEMBAYARAN, SERTA PELUNASAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN/ATAU PAJA

 

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 34/PJ/2017 TENTANG PENEGASAN PERLAKUAN PERPAJAKAN BAGI PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM

 

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 23/PJ/2017 TENTANG TATA CARA PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PENGHASILAN FINAL PENGUNGKAPAN HARTA BERSIH

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 165/PMK.03/2017 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 118/PMK.03/2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK

 

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 18/PJ/2017 TENTANG TATA CARA PENELITIAN BUKTI PEMENUHAN KEWAJIBAN PENYETORAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN, DAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI ATAS TANAH

 

PMK 147/PMK.03/2017 Tentang Tata Cara Pendaftaran Wajib Pajak Dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak Serta Pengukuhan Dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 142/PMK.010/2017 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 267/PMK.010/2015 TENTANG KRITERIA DAN/ATAU RINCIAN TERNAK, BAHAN PAKAN UNTUK PEMBUATAN PAKAN TERNAK DAN PAKAN IKAN YANG ATA

 

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 22/PJ/2017 TENTANG BRAND DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

 

SE No 24/PJ/2017 Tentang Petunjuk Teknis Penilaian Harta Selain Kas Yang Diperlakukan Atau Dianggap Sbg Penghasilan Dalam Rangka Pelaksanaan Pasal 18 Undang-Undang Pengampunan Pajak

 

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN TERTENTU BERUPA HARTA BERSIH YANG DIPERLAKUKAN ATAU DIANGGAP SEBAGAI PENGHASILAN

 

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2017 TENTANG PENGESAHAN PROTOKOL PERUBAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH MALAYSIA UNTUK PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN PENGELAKAN PAJAK YANG BERKAITAN DENG

 

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 19/PJ/2017 TENTANG PEMBERITAHUAN BERLAKUNYA PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK ARMENIA TENTANG PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN PENGELAKAN PAJAK ATAS PPh

 

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 05/PJ/2017 TENTANG PEMBERITAHUAN BERLAKUNYA PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK DEMOKRASI RAKYAT LAOS MENGENAI PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN PENGELAKAN

 

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP - 178/PJ/2017 TENTANG PENETAPAN PEMOTONG PPH PASAL 23 DAN/ATAU PASAL 26 YANG DIHARUSKAN MEMBUAT BUKTI PEMOTONGAN DAN DIWAJIBKAN MENYAMPAIKAN SPT MASA PPH PASAL 23 DAN/ATAU PASAL 26 BERDASARKAN PER -04/PJ/2017

 

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 16/SEOJK.03/2017 TENTANG PENYAMPAIAN INFORMASI NASABAH ASING TERKAIT PERPAJAKAN DALAM RANGKA PERTUKARAN INFORMASI SECARA OTOMATIS ANTARNEGARA DENGAN MENGGUNAKAN STANDAR PELAPORAN BERSAMA (CRS)

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 115/PMK.05/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 32/PMK.05/2014 TENTANG SISTEM PENERIMAAN NEGARA SECARA ELEKTRONIK

 

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 11/PJ/2017 TENTANG BADAN/LEMBAGA YANG DIBENTUK ATAU DISAHKAN OLEH PEMERINTAH YANG DITETAPKAN SEBAGAI PENERIMA ZAKAT ATAU SUMBANGAN KEAGAMAAN YANG SIFATNYA WAJIB YANG DAPAT DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO

 

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 09/PJ/2017 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-54/PJ/2010 TENTANG KEBIJAKAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI (TIK) DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 116/PMK.010/2017 TENTANG BARANG KEBUTUHAN POKOK YANG TIDAK DIKENAI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

 

PER - 04/PJ/2017 - PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 04/PJ/2017 TENTANG BENTUK, ISI, TATA CARA PENGISIAN DAN PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 DAN/ATAU PASAL 26 SERTA BENTUK BUKTI PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL

 

PJ - 293/PJ.02/2017 - SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 293/PJ.02/2017 TENTANG PENEGASAN TERKAIT PERSYARATAN SERTA PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN SEORANG KUASA

 

PMK - 107/PMK.03/2017 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107/PMK.03/2017 TENTANG PENETAPAN SAAT DIPEROLEHNYA DIVIDEN DAN DASAR PENGHITUNGANNYA OLEH WAJIB PAJAK DALAM NEGERI ATAS PENYERTAAN MODAL PADA BADAN USAHA DI LUAR NEGERI SELAIN BAD

 

SE - 16/PJ/2017 TENTANG PERMINTAAN INFORMASI DAN/ATAU BUKTI ATAU KETERANGAN TERKAIT AKSES INFORMASI KEUANGAN UNTUK KEPETINGAN PERPAJAKAN

 

SE - 06/PJ/2017TENTANG STRATEGI PENINGKATAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK DAN PENETAPAN TARGET RASIO KEPATUHAN WAJIB PAJAK TAHUN 2017

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73/PMK.03/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.03/2017 TENTANG PETUNJUK TEKNIS MENGENAI AKSES INFORMASI KEUANGAN UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN

 

PMK 70/PMK.03/2017 Tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan

 

PMK - 68/PMK.03/2017 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68/PMK.03/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 91/PMK.03/2015 TENTANG PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI ATAS KETERLAMBATAN PENYAMPAIAN SURAT

 

PMK - 66/PMK.03/2017 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66/PMK.03/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 29/PMK.03/2015 TENTANG PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI BUNGA YANG TERBIT BERDASARKAN PASAL 19 AYAT (1) UNDANG

 

PER - 08/PJ/2017 - PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 08/PJ/2017 TENTANG SURAT KETERANGAN DOMISILI BAGI SUBJEK PAJAK DALAM NEGERI INDONESIA DALAM RANGKA PENERAPAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA

 

PERPU NOMOR 1 TAHUN 2017 - PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG AKSES INFORMASI KEUANGAN UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 213/PMK.03/2016 TENTANG JENIS DOKUMEN DAN/ATAU INFORMASI TAMBAHAN YANG WAJIB DISIMPAN OLEH WP YANG MELAKUKAN TRANSAKSI DENGAN PARA PIHAK YANG MEMPUNYAI HUBUNGAN ISTIMEWA, DAN TATA CARA PENGELOLAANNYA

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39/PMK.03/2017 TENTANG TATA CARA PERTUKARAN INFORMASI BERDASARKAN PERJANJIAN INTERNASIONAL

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/PMK.03/2017 TENTANG TATA CARA PELAPORAN DAN PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PENGHASILAN PEGAWAI DARI PEMBERI KERJA DENGAN KRITERIA TERTENTU

 

SE - 11/PJ/2017 - SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 11/PJ/2017 TENTANG RENCANA, STRATEGI, DAN PENGUKURAN KINERJA PEMERIKSAAN TAHUN 2017

 

PER - 07/PJ/2017 - PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 07/PJ/2017 TENTANG PEDOMAN PEMERIKSAAN LAPANGAN DALAM RANGKA PEMERIKSAAN UNTUK MENGUJI KEPATUHAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN

 

SE - 10/PJ/2017 - SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 10/PJ/2017 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMERIKSAAN LAPANGAN DALAM RANGKA PEMERIKSAAN UNTUK MENGUJI KEPATUHAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN

 

KEP - 103/PJ/2017 - KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP - 103/PJ/2017 TENTANG PENGECUALIAN PENGENAAN SANKSI ADMINISTRASI BERUPA DENDA ATAS KETERLAMBATAN PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PENGHASILAN BAGI WAJIB PAJAK YANG MENYAMPAIKAN SURAT

 

PMK - 52/PMK.010/2017 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52/PMK.010/2017 TENTANG PENGGUNAAN NILAI BUKU ATAS PENGALIHAN DAN PEROLEHAN HARTA DALAM RANGKA PENGGABUNGAN, PELEBURAN, PEMEKARAN, ATAU PENGAMBILALIHAN USAHA

 

PER - 05/PJ/2017 - PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 05/PJ/2017 TENTANG PEMBAYARAN PAJAK SECARA ELEKTRONIK

 

PP - NOMOR 40 TAHUN 2016 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN REAL ESTAT DALAM SKEMA KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF TERTENTU

 

PP - NOMOR 41 TAHUN 2016 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PENGHASILAN PEGAWAI DARI PEMBERI KERJA DENGAN KRITERIA TERTENTU

 

PER - 16/PJ/2016 - PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 16/PJ/2016 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN, JASA, DAN KEGIAT

 

PP - NOMOR 34 TAHUN 2016 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN, DAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN BESERTA PER

 

PMK - 123/PMK.08/2016 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 123/PMK.08/2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 119/PMK.08/2016 TENTANG TATA CARA PENGALIHAN HARTA WAJIB PAJAK KE DALAM WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK IND

 

PMK - 119/PMK.08/2016 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 119/PMK.08/2016 TENTANG TATA CARA PENGALIHAN HARTA WAJIB PAJAK KE DALAM WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA DAN PENEMPATAN PADA INSTRUMEN INVESTASI DI PASAR KEUANGAN DALAM R

 

PER - 07/PJ/2016 - PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 07/PJ/2016 TENTANG DOKUMEN DAN PEDOMAN TEKNIS PENGISIAN DOKUMEN DALAM RANGKA PELAKSANAAN PENGAMPUNAN PAJAK

 

PMK - 118/PMK.03/2016 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 118/PMK.03/2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK

 

SE - 30/PJ/2016 - SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 30/PJ/2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGAMPUNAN PAJAK

 

PMK - 103/PMK.010/2016 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 103/PMK.010/2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 159/PMK.010/2015 TENTANG PEMBERIAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN

 

PENG - 05/PJ.09/2016 - PENGUMUMAN NOMOR PENG - 05/PJ.09/2016 TENTANG PENERAPAN e-FAKTUR SECARA NASIONAL

 

PMK - 102/PMK.010/2016 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102/PMK.010/2016 TENTANG PENETAPAN BAGIAN PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN DARI PEGAWAI HARIAN DAN MINGGUAN SERTA PEGAWAI TIDAK TETAP LAINNYA YANG TIDAK DIKENAKAN PEMOTONGA

 

PMK - 101/PMK.010/2016 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101/PMK.010/2016 TENTANG PENYESUAIAN BESARNYA PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK

 

SURAT DIRJEN PAJAK - NOMOR S-170/PJ.08/2016 TANGGAL 20 MEI 2016 TENTANG PENELITIAN SURAT SETORAN PAJAK ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN

 

SURAT DIRJEN PAJAK - NOMOR S-411/PJ.02/2016 TANGGAL 2 MEI 2016 TENTANG PENEGASAN PENERBITAN SURAT TAGIHAN PAJAK (STP)

 

SURAT DIRJEN PAJAK - NOMOR S-150/PJ.08/2016 TANGGAL 29 APRIL 2016 TENTANG KOORDINASI ANTARA ACCOUNT REPRESENTATIVE (AR) DAN FUNGSIONAL PEMERIKSA PAJAK

 

SURAT DIRJEN PAJAK NOMOR S-41/PJ/2016 TANGGAL 7 MARET 2016 TENTANG STRATEGI PENGAMANAN PENCAPAIAN TARGET PENERIMAAN PAJAK TAHUN 2016

 

SURAT DIRJEN PAJAK - NOMOR S-149/PJ.08/2016 TANGGAL 29 APRIL 2016 TENTANG PEMBERITAHUAN BUKU PANDUAN MELAKUKAN ANALISIS RISIKO UNTUK PENGGALIAN POTENSI PAJAK

 

SURAT DIRJEN PAJAK - NOMOR S-131/PJ.08/2016 TANGGAL 18 APRIL 2016 TENTANG PENYAMPAIAN PETUNJUK PEMANFAATAN DATA DALAM RANGKA PENGGALIAN POTENSI NOTARIS/PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DAN PEMUTAKHIRAN DATA WAJIB PAJAK NOTARIS/PPAT

 

SE - 12/PJ/2016 - SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 12/PJ/2016 TENTANG PENEGASAN ATAS PELAKSANAAN PEMBAHASAN AKHIR HASIL PEMERIKSAAN

 

PENG - 04/PJ.09/2016 - PENGUMUMAN NOMOR : PENG - 04/PJ.09/2016 TENTANG KEWAJIBAN PELAPORAN PAJAK SECARA ELEKTRONIK BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK PENGGUNA E-FAKTUR

 

PMK - 55/PMK.03/2016 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55/PMK.03/2016 TENTANG TATA CARA PERMINTAAN PENGHENTIAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN UNTUK KEPENTINGAN PENERIMAAN NEGARA

 

PMK - 56/PMK.03/2016 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56/PMK.03/2016 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN FASILITAS PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TIDAK DIPUNGUT ATAS PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS DAN TATA CARA PEMBAYAR

 

PMK - 51/PMK.07/2016 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51/PMK.07/2016 TENTANG PENYELESAIAN PENGEMBALIAN ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DAN PENYELESAIAN PERMOHONAN PELAYANAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PE

 

KEP - 51/PJ/2016 - KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP - 51/PJ/2016 TENTANG IMPLEMENTASI TRANSAKSI PEMBAYARAN PAJAK SECARA ELEKTRONIK MELALUI MINI AUTOMATED TELLER MACHINE

 

SE - 11/PJ/2016 - SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 11/PJ/2016 TENTANG PANDUAN TEKNIS PENERAPAN SISTEM PEMBAYARAN PAJAK SECARA ELEKTRONIK

 

SE - 07/PJ/2016 - SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 07/PJ/2016 TENTANG PENETAPAN TARGET DAN STRATEGI PENCAPAIAN RASIO KEPATUHAN WAJIB PAJAK PADA TAHUN 2016

 

SE - 09/PJ/2016 - TENTANG PELAYANAN SEHUBUNGAN DENGAN PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN (SPT TAHUNAN PPh)

 

PMK - 29/PMK.03/2016 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PMK.03/2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 191/PMK.010/2015 TENTANG PENILAIAN KEMBALI AKTIVA TETAP UNTUK TUJUAN PERPAJAKAN BAGI PERMOHONAN YANG DIA

 

PMK - 26/PMK.010/2016 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/PMK.010/2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 51/KMK.04/2001 TENTANG PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN ATAS BUNGA DEPOSITO DAN TABUNGAN SERTA DISKONTO SERTIFIK

 

PMK - 16/PMK.010/2016 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PMK.010/2016 TENTANG PERUBAHAN KELIMA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 154/PMK.03/2010 TENTANG PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYE

 

SE - 02/PJ/2016 - SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 02/PJ/2016 TENTANG PEMBUATAN BENCHMARK BEHAVIORAL MODEL DAN TINDAK LANJUTNYA

 

SE - 03/PJ/2016 - SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 03/PJ/2016 TENTANG PETUNJUK KEGIATAN EKSTENSIFIKASI, PENDAFTARAN, PENDATAAN, PENILAIAN, DAN KEGIATAN PENDUKUNG LAINNYA TAHUN 2016

 

PER - 01/PJ/2016 - PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 01/PJ/2016 TENTANG TATA CARA PENERIMAAN DAN PENGOLAHAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN

 

PMK - 269/PMK.010/2015 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 269/PMK.010/2015 TENTANG BATASAN HARGA JUAL UNIT HUNIAN RUMAH SUSUN SEDERHANA MILIK DAN PENGHASILAN BAGI ORANG PRIBADI YANG MEMPEROLEH UNIT HUNIAN RUMAH SUSUN SEDERHANA MILIK

 

PMK - 268/PMK.03/2015 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 268/PMK.03/2015 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN FASILITAS DIBEBASKAN DARI PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT STRA

 

PMK - 233/PMK.03/2015 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 233/PMK.03/2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 191/PMK.010/2015 TENTANG PENILAIAN KEMBALI AKTIVA TETAP UNTUK TUJUAN PERPAJAKAN BAGI PERMOHONAN YANG DIAJUKA

 

PER - 44/PJ/2015 - PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 44/PJ/2015 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-38/PJ/2009 TENTANG BENTUK FORMULIR SURAT SETORAN PAJAK

 

SE - 75/PJ/2015 - SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 75/PJ/2015 TENTANG PENEGASAN PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS PIUTANG YANG NYATA-NYATA TIDAK DAPAT DITAGIH YANG DAPAT DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO

 

PMK - 207/PMK.010/2015 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 207/PMK.010/2015 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 105/PMK.03/2009 TENTANG PIUTANG YANG NYATA-NYATA TIDAK DAPAT DITAGIH YANG DAPAT DIKURANGKAN DARI PEN

 

PER - 41/PJ/2015 - PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 41/PJ/2015 TENTANG PENGAMANAN TRANSAKSI ELEKTRONIK LAYANAN PAJAK ONLINE

 

KEP - 234/PJ/2015 - KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP - 234/PJ/2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP-182/PJ/2015 TENTANG UJI COBA TRANSAKSI PEMBAYARAN PAJAK SECARA ELEKTRONIK MELALUI MINI AUTOMATED TELLER MACHINE

 

SE - 73/PJ/2015 - SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 73/PJ/2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-37/PJ/2015 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN DAN PENGADMINISTRASIAN PENILAIAN KEMBALI AKTIVA TETAP UN

 

SURAT DIRJEN PAJAK - S-474/PJ/2015 - SURAT DIRJEN PAJAK NOMOR S-474/PJ/2015 TANGGAL 24 NOPEMBER 2015 TENTANG PENEGASAN PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 91/PMK.03/2015 DAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE- 40/PJ/2015

 

PER - 34/PJ/2015 - PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 34/PJ/2015 TENTANG TATA CARA PENATAUSAHAAN PEMINDAHAN WAJIB PAJAK DAN/ATAU PENGUSAHA KENA PAJAK DALAM RANGKA REORGANISASI INSTANSI VERTIKAL DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

 

SE - 70/PJ/2015 - SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 70/PJ/2015 TENTANG PENEGASAN PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN BARANG DAN KEGIATAN DI BIDANG IMPOR ATAU KEGIATAN USAHA DI BIDANG

 

PENG - 7/PJ.02/2015 - PENGUMUMAN NOMOR PENG - 7/PJ.02/2015 TENTANG PERMINTAAN NOMOR SERI FAKTUR PAJAK

 

PMK - 210/PMK.010/20 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 210/PMK.010/2015 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DITANGGUNG PEMERINTAH ATAS BUNGA ATAU IMBALAN SURAT BERHARGA NEGARA YANG DITERBITKAN DI PASAR INTERNASIONAL DAN PENGHASILAN PIHAK KETIGA A

 

PMK - 206/PMK.010/2015 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 206/PMK.010/2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 106/PMK.010/2015 TENTANG JENIS BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH SELAIN KENDARAAN BERMOTOR YANG DIKEN

 

KEP - 210/PJ/2015 - KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP - 210/PJ/2015 TENTANG KODE KHUSUS PADA NASKAH DINAS DI BIDANG PERTUKARAN DATA DAN INFORMASI PERPAJAKAN (EXCHANGE OF INFORMATION) DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

 

SE - 69/PJ/2015 - SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 69/PJ/2015 TENTANG PROSEDUR PEMBERIAN DAN PENCABUTAN SERTIFIKAT ELEKTRONIK

 

SE - 67/PJ/2015 - SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 67/PJ/2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-38/PJ/2015 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN DAN PEMBERIAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK DALAM RANGKA PERCEPATAN INV

 

PER - 38/PJ/2015 - PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 38/PJ/2015 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN DAN PEMBERIAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK DALAM RANGKA PERCEPATAN INVESTASI DENGAN KRITERIA TERTENTU MELALUI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) PUSAT DI

 

INS - 04/PJ/2015 - INSTRUKSI DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR INS - 04/PJ/2015 TENTANG PENYELESAIAN PEMERIKSAAN KHUSUS MELALUI PENGHENTIAN PEMERIKSAAN DENGAN MEMBUAT LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN SUMIR SEBELUM PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN HASIL PEMERIKSAAN DAL

 

PMK - 197/PMK.03/2015 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 197/PMK.03/2015 TENTANG PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRASI ATAS SURAT KETETAPAN PAJAK, SURAT KETETAPAN PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN, DAN/ATAU SURAT TAGIHAN PAJAK YANG DITERBITKAN BER

 

PER - 37/PJ/2015 - PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 37/PJ/2015 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN DAN PENGADMINISTRASIAN PENILAIAN KEMBALI AKTIVA TETAP UNTUK TUJUAN PERPAJAKAN BAGI PERMOHONAN YANG DIAJUKAN PADA TAHUN 2015 DAN TAHUN 2016

 

PMK - 193/PMK.03/2015 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 193/PMK.03/2015 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN FASILITAS TIDAK DIPUNGUT PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN ALAT ANGKUTAN TERTENTU DAN PENYERAHAN JASA KENA PAJAK TE

 

PMK - 192/PMK.03/2015 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 192/PMK.03/2015 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN KEMBALI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI YANG SEHARUSNYA TIDAK MENDAPAT FASILITAS TIDAK DIPUNGUT PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS IMPOR DAN/ATAU PEN

 

PMK - 191/PMK.010/2015 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191/PMK.010/2015 TENTANG PENILAIAN KEMBALI AKTIVA TETAP UNTUK TUJUAN PERPAJAKAN BAGI PERMOHONAN YANG DIAJUKAN PADA TAHUN 2015 DAN TAHUN 2016

 

PER - 36/PJ/2015 - PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 36/PJ/2015 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-34/PJ/2010 TENTANG BENTUK FORMULIR SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBA

 

PP - 75 TAHUN 2015 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

 

KEP - 191/PJ/2015 - KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP - 191/PJ/2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP-07/PJ/2015 TENTANG DISTRIBUSI RENCANA PENERIMAAN PPh, PPN DAN PPn BM, PAJAK LAINNYA, SERTA PBB PER KANTOR WILAY

 

PP - 74 TAHUN 2015 TENTANG PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN JASA KEPELABUHANAN TERTENTU KEPADA PERUSAHAAN ANGKUTAN LAUT YANG MELAKUKAN KEGIATAN ANGKUTAN LAUT LUAR NEGERI

 

PMK - 186/PMK.03/2015 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 186/PMK.03/2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 226/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PEMBERIAN IMBALAN BUNGA

 

PMK - 185/PMK.03/2015 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185/PMK.03/2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 16/PMK.03/2011 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK

 

PMK - 182/PMK.03/2015 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 182/PMK.03/2015 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK, PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK, PENGHAPUSAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK, DAN PENCABUTAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KEN

 

PMK - 183/PMK.03/2015 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 183/PMK.03/2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 145/PMK.03/2012 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT KETETAPAN PAJAK DAN SURAT TAGIHAN PAJAK

 

PMK - 187/PMK.03/2015 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187/PMK.03/2015 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK YANG SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG

 

PMK - 184/PMK.03/2015 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184/PMK.03/2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 17/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN

 

PER - 35/PJ/2015 - PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 35/PJ/2015 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN DAN PENYETORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS SELISIH KURANG HARGA BAHAN BAKAR NABATI JENIS BIODIESEL OLEH BADAN PENGELOLA DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

 

KEP - 182/PJ/2015 - KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP - 182/PJ/2015 TENTANG UJI COBA TRANSAKSI PEMBAYARAN PAJAK SECARA ELEKTRONIK MELALUI MINIAUTOMATED TELLER MACHINE

 

PMK - 174/PMK.03/2015 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 174/PMK.03/2015 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN HASIL TEMBAKAU

 

PP - 69 TAHUN 2015 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2015 TENTANG IMPOR DAN PENYERAHAN ALAT ANGKUTAN TERTENTU DAN PENYERAHAN JASA KENA PAJAK TERKAIT ALAT ANGKUTAN TERTENTU YANG TIDAK DIPUNGUT PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

 

SE - 61/PJ/2015 - SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 61/PJ/2015 TENTANG OPTIMALISASI PENILAIAN (APPRAISAL) UNTUK PENGGALIAN POTENSI PAJAK DAN TUJUAN PERPAJAKAN LAINNYA

 

PMK - 169/PMK.010/2015 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 169/PMK.010/2015 TENTANG PENENTUAN BESARNYA PERBANDINGAN ANTARA UTANG DAN MODAL PERUSAHAAN UNTUK KEPERLUAN PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN

 

PER - 33/PJ/2015 - PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 33/PJ/2015 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-27/PJ/2012 TENTANG BENTUK DAN ISI NOTA PENGHITUNGAN, BENTUK DAN ISI SURAT KETETAPAN PAJAK SERTA BENTUK DAN

 

PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERMOHONAN PEMBERIAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN

 

KEP - 167/PJ/2015 - KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP - 167/PJ/2015 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR BARU, REVISI, DAN HAPUS SEMESTER I TAHUN 2015 DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

 

PMK - 159/PMK.010/2015 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 159/PMK.010/2015 TENTANG PEMBERIAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN

 

PMK - 158/PMK.010/2015 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 158/PMK.010/2015 TENTANG KRITERIA JASA KESENIAN DAN HIBURAN YANG TIDAK DIKENAI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

 

PMK - 154/PMK.03/2015 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 154/PMK.03/2015 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN, PEMBAYARAN, DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN BAHAN BAKAR MINYAK UNTUK KAPAL ANGKUTAN LAUT LUAR NEGERI

 

PMK - 152/PMK.010/2015 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 152/PMK.010/2015 TENTANG PENETAPAN BAGIAN PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN DARI PEGAWAI HARIAN DAN MINGGUAN SERTA PEGAWAI TIDAK TETAP LAINNYA

 

PER - 28/PJ/2015 - PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 28/PJ/2015 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN DAN PENCABUTAN SERTIFIKAT ELEKTRONIK

 

PER - 32/PJ/2015 - PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 32/PJ/2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26

 

PER - 30/PJ/2015 - PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 30/PJ/2015 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-38/PJ/2009 TENTANG BENTUK FORMULIR SURAT SETORAN PAJAK

 

PER - 31/PJ/2015 - PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2015 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-57/PJ/2010 TENTANG TATA CARA DAN PROSEDUR PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

 

PMK - 142/PMK.010/2015 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 142/PMK.010/2015 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 231/KMK.03/2001 TENTANG PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

 

PMK - 141/PMK.03/2015 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 141/PMK.03/2015 TENTANG JENIS JASA LAIN SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 23 AYAT (1) HURUF C ANGKA 2 UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

 

PER - 29/PJ/2015 - PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 29/PJ/2015 TENTANG BENTUK, ISI, DAN TATA CARA PENGISIAN SERTA PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN)

 

SE - 55/PJ/2015 - SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 55/PJ/2015 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN LAYANAN TERKAIT DENGAN PERSYARATAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN BAGI BAKAL CALON KEPALA DAERAH

 

SE - 52/PJ/2015 - SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 52/PJ/2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 29/PMK.03/2015 TENTANG PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI BUNGA YANG TERBIT BERDASARKAN PASAL 19 AYAT (1) UU KUP

 

SE - 53/PJ/2015 - SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 53/PJ/2015 TENTANG PELAKSANAAN PEMERIKSAAN TAHUN 2015 DALAM RANGKA MENDUKUNG TAHUN PEMBINAAN WAJIB PAJAK

 

PMK - 125/PMK.010/2015 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125/PMK.010/2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 60/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PERTUKARAN INFORMASI (EXCHANGE OF INFORMATION)

 

SE - 51/PJ/2015 - SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 51/PJ/2015 TENTANG PETUNJUK PELAPORAN, MONITORING, DAN EVALUASI KINERJA LAYANAN UNGGULAN DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

 

SE - 48/PJ/2015 - SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 48/PJ/2015 TENTANG KEGIATAN PEMETAAN LOKASI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DAN/ATAU BADAN SERTA OBJEK PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN MELALUI GEOTAGGING

 

PMK - 106/PMK.010/2015 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 106/PMK.010/2015 TENTANG JENIS BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH SELAIN KENDARAAN BERMOTOR YANG DIKENAI PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

 

SE - 47/PJ/2015 - SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 47/PJ/2015 TENTANG PENYAMPAIAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 106/PMK.010/2015 TENTANG JENIS BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH SELAIN KENDARAAN BERMOTOR YANG DIKENAI PAJAK PENJUALAN

 

PMK - 122/PMK.010/2015 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/PMK.010/2015 TENTANG PENYESUAIAN BESARNYA PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK

 

PMK - 120/PMK.03/2015 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 120/PMK.03/2015 TENTANG PENCABUTAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 86/KMK.03/2002 TENTANG TATA CARA PENGGUNAAN STIKER DALAM PEMUNGUTAN DAN PELUNASAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

 

PMK - 121/PMK.03/2015 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121/PMK.03/2015 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 75/PMK.03/2010 TENTANG NILAI LAIN SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK

 

SE - 44/PJ/2015 - SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 44/PJ/2015 TENTANG STRUKTUR PENOMORAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK DAN PENERAPAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK TETAP

 

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG PENYERAHAN AIR BERSIH YANG DIBEBASKAN DARI PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

 

PER - 26/PJ/2015, PER - 15/PB/2015 - PERATURAN BERSAMA DIREKTUR JENDERAL PAJAK DAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN NOMOR PER - 26/PJ/2015, NOMOR PER - 15/PB/2015 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN NON MIGAS DALAM MATA UANG DOLLAR AMERIKA SERIK

 

PER - 24/PJ/2015 - PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 24/PJ/2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-19/PJ/2015 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 ATAS PENJUALAN BARANG YANG TERGOLONG SANGAT

 

SE - 43/PJ/2015 - SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 43/PJ/2015 TENTANG JAM PELAYANAN DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SELAMA BULAN RAMADHAN 1436 HIJRIYAH

 

PENG - 5/PJ.02/2015 - ENGUMUMAN NOMOR PENG - 5/PJ.02/2015 TENTANG PENEGASAN ATAS TAMPILAN CETAKAN E-FAKTUR

 

PENG - 6/PJ.02/2015 - PENGUMUMAN NOMOR PENG - 6/PJ.02/2015 TENTANG PENEGASAN ATAS e-FAKTUR

 

PMK - 107/PMK.010/2015 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107/PMK.010/2015 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 154/PMK.03/2010 TENTANG PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

 

PMK - 106/PMK.010/2015 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 106/PMK.010/2015 TENTANG JENIS BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH SELAIN KENDARAAN BERMOTOR YANG DIKENAI PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

 

PER - 17/PJ/2015 - PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 17/PJ/2015 TENTANG NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO

 

102/PMK.07/2015 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102/PMK.07/2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 115/PMK.07/2013 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN DAN PENYETORAN PAJAK ROKOK

 

PMK - 99/PMK.06/2015 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99/PMK.06/2015 TENTANG PENYELESAIAN PIUTANG INSTANSI PEMERINTAH YANG DIURUS/DIKELOLA OLEH PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA/DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA

 

PENG - 4/PJ.02/2015 - PENGUMUMAN NOMOR PENG - 4/PJ.02/2015 TENTANG FAKTUR PAJAK BERBENTUK ELEKTRONIK (e-FAKTUR)

 

PENG - 3/PJ.02//2015 - PENGUMUMAN NOMOR PENG - 3/PJ.02//2015 TENTANG FAKTUR PAJAK BERBENTUK ELEKTRONIK (e-FAKTUR)

 

PER - 20/PJ/2015 - PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 20/PJ/2015 TENTANG TATA CARA PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR LAINNYA

 

PER - 21/PJ/2015 - PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 21/PJ/2015 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN FUNGSI SEKSI EKSTENSIFIKASI DAN PENYULUHAN

 

PER - 22/PJ/2015 - PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 22/PJ/2015 TENTANG PENCABUTAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-170/PJ/2007 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KONSELING TERHADAP WAJIB PAJAK SEBAGAI TINDAK LANJUT SURAT HIMBAUAN

 

SE - 40/PJ/2015 - SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 40/PJ/2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 91/PMK.03/2015 TENTANG PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI ATAS KETERLAMBATAN PENYAMPAIAN SURAT PEMBER

 

SE - 37/PJ/2015 - SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 37/PJ/2015 TENTANG PENGAWASAN WAJIB PAJAK BARU

 

PMK - 89/PMK.010/2015 - PMK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 89/PMK.010/2015 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA TERTENTU DAN/ATAU DI DAERAH-DAERAH TERTENTU SERTA PENGALIHAN AKTIVA

 

PP - 18 TAHUN 2015 TENTANG FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA TERTENTU DAN/ATAU DI DAERAH-DAERAH TERTENTU

 

PER-19/PJ/2015 - PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-19/PJ/2015 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 ATAS PENJUALAN BARANG YANG TERGOLONG SANGAT MEWAH

 

PMK - 80/PMK.01/2015 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80/PMK.01/2015 TENTANG PELAKSANAAN PUTUSAN HUKUM

 

PMK - 83/PMK.01/2015 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83/PMK.01/2015 TENTANG PENGENDALIAN GRATIFIKASI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEUANGAN

 

KEP - 94/PJ/2015 - KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP - 94/PJ/2015 TENTANG PENETAPAN PENGUSAHA KENA PAJAK YANG DIWAJIBKAN MEMBUAT FAKTUR PAJAK BERBENTUK ELEKTRONIK

 

SE - 19/PJ/2015 - SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 19/PJ/2015 TENTANG PEDOMAN PERMINTAAN DAN PEMANFAATAN KUASA MEMBUKA RAHASIA BANK/IZIN TERTULIS MEMBUKA RAHASIA BANK DAN PENGAWASAN HASIL PEMANFAATAN IZIN TERTULIS MEMBUKA RAHASIA BANK

 

PMK - 79/PMK.01/2015 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79/PMK.01/2015 TENTANG ACCOUNT REPRESENTATIVE PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK

 

PER - 11/PJ/2014 - PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 11/PJ/2014 TENTANG BANTUAN HUKUM DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

 

PMK - 86/PMK.010/2015 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86/PMK.010/2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 100/PMK.03/2011TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN ATAS SURPLUS BANK INDONESIA

 

PMK - 91/PMK.03/2015 - PMK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91/PMK.03/2015 TENTANG PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI ATAS KETERLAMBATAN PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN, PEMBETULAN SURAT PEMBERITAHUAN, DAN KETERLAMBATAN PEMBAYARAN

 

PMK - 90/PMK.03/2015 - PMK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90/PMK.03/2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 253/PMK.03/2008 TENTANG WAJIB PAJAK BADAN TERTENTU SEBAGAI PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DARI PEMBELI ATAS PENJUALAN

 

SE - 26/PJ/2015 - SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 26/PJ/2015 TENTANG PENEGASAN PENGGUNAAN NOMOR SERI FAKTUR PAJAK DAN TATA CARA PEMBUATAN FAKTUR PAJAK

 

KMK - 389/KMK.03/2015 - KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 389/KMK.03/2015 TENTANG KODE KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DAN KANTOR PELAYANAN PAJAK

 

PER - 12/PJ/2015 - PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 12/PJ/2015 TENTANG PENETAPAN TEMPAT TINGGAL ORANG PRIBADI DAN TEMPAT KEDUDUKAN BADAN

 

PMK - 37/PMK.03/2015 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/PMK.03/2015 TENTANG PENUNJUKAN BADAN USAHA TERTENTU UNTUK MEMUNGUT, MENYETOR, DAN MELAPORKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG

 

PMK - 56/PMK.03/2015 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56/PMK.03/2015 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 75/PMK.03/2010 TENTANG NILAI LAIN SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK

 

SE - 20/PJ/2015 - SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 20/PJ/2015 TENTANG PEMBERIAN SURAT KETERANGAN BEBAS PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN KARENA WARISAN

 

SE - 21/PJ/2015 - SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 21/PJ/2015 TENTANG PELAYANAN SEHUBUNGAN DENGAN PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN (SPT TAHUNAN PPh) TAHUN PAJAK 2014

 

SE - 18/PJ/2015 - SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 18/PJ/2015 TENTANG PENETAPAN TARGET DAN STRATEGI PENCAPAIAN RASIO KEPATUHAN PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN PPh PADA TAHUN 2015

 

PMK - 43/PMK.010/2015 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43/PMK.010/2015 TENTANG KRITERIA DAN/ATAU RINCIAN JASA PERHOTELAN YANG TIDAK DIKENAI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

 

PER - 14/PJ/2015 - PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 14/PJ/2015 TENTANG PENCABUTAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-01/PJ/2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-53/PJ/2009 TENTANG BENTUK FORMULIR SU

 

PENG - 1/PJ.02/2015 - PENGUMUMAN NOMOR PENG - 1/PJ.02/2015 TENTANG FAKTUR PAJAK BERBENTUK ELEKTRONIK (e-FAKTUR)

 

KEP - 33/PJ/2015 - KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP - 33/PJ/2015 TENTANG PENETAPAN PENGUSAHA KENA PAJAK YANG DIWAJIBKAN MEMBUAT FAKTUR PAJAK BERBENTUK ELEKTRONIK

 

SE - 13/PJ/2015 - SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 13/PJ/2015 TENTANG VALIDASI NOMOR POKOK WAJIB PAJAK (NPWP) TERKAIT DENGAN PENERIMAAN DAN PENGOLAHAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN

 

PER - 10/PJ/2015 - PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 10/PJ/2015 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN JASA JALAN TOL

 

SE - 09/PJ/2015 - SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 09/PJ/2015 TENTANG RENCANA DAN STRATEGI PEMERIKSAAN TAHUN 2015

 

SE - 08/PJ/2015 - SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 08/PJ/2015 TENTANG PETUNJUK KEGIATAN EKSTENSIFIKASI, PENDATAAN, PENILAIAN, DAN PENDUKUNG LAINNYA

 

PMK - 29/PMK.03/2015 TENTANG PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI BUNGA YANG TERBIT BERDASARKAN PASAL 19 AYAT (1) UU NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

 

SE - 02/PJ/2015 - SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : SE - 02/PJ/2015 TENTANG PENEGASAN ATAS PELAKSANAAN PASAL 31E AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-

 

PENG - 03/PJ.09/2015 - PENGUMUMAN NOMOR : PENG - 03/PJ.09/2015 TENTANG PEMBERIAN BUKTI POTONG PAJAK DALAM RANGKA PENGISIAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN (SPT TAHUNAN PPh) WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI TAHUN PAJAK 2014

 

PER - 10/PJ/2015 - PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 10/PJ/2015 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN JASA JALAN TOL

 

PER - 01/PJ/2015 - PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 01/PJ/2015

 

PER - 08/PJ/2015 - PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 08/PJ/2015

 

SE - 06/PJ/2015 - SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 06/PJ/2015 TENTANG PEMOTONGAN DAN/ATAU PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN ATAS TRANSAKSI E-COMMERCE

 

PMK - 18/PMK.010/2015 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.010/2015 TENTANG KRITERIA JASA BOGA ATAU KATERING YANG TERMASUK DALAM JENIS JASA YANG TIDAK DIKENAI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

 

KEP - 08/PJ/2015 - KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP - 08/PJ/2015 TENTANG PENETAPAN PENGUSAHA KENA PAJAK YANG DIWAJIBKAN MEMBUAT FAKTUR PAJAK BERBENTUK ELEKTRONIK

 

PER - 03/PJ/2015 - PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 03/PJ/2015 TENTANG PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN ELEKTRONIK

 

PER - 01/PJ/2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-53/PJ/2009 TENTANG BENTUK FORMULIR SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PENGHASILAN FINAL PASAL 4 AYAT (2), SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PENGHASILAN PASAL 15, PASAL 22, PASAL

 

PER - 33/PJ/2014 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-10/PJ/2010 TENTANG DOKUMEN TERTENTU YANG KEDUDUKANNYA DIPERSAMAKAN DENGAN FAKTUR PAJAK

 

PMK - 32/PMK.05/2014 TENTANG SISTEM PENERIMAAN NEGARA SECARA ELEKTRONIK

 

PER - 26/PJ/2014 TENTANG SISTEM PEMBAYARAN PAJAK SECARA ELEKTRONIK

 

PMK - 229/PMK.03/2014 PERSYARATAN SERTA PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN SEORANG KUASA

 

PMK - 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK

 

PMK - 243/PMK.03/2014 TENTANG SURAT PEMBERITAHUAN (SPT)

 

PER - 29/PJ/2014 TATA CARA PENERIMAAN DAN PENGOLAHAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN

 

SE - 32/PJ/2014 PENEGASAN PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO

 

SE - 24/PJ/2014 PELAKSANAAN PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NO 70P/HUM/2013 MENGENAI PPN ATAS BARANG HASIL PERTANIAN YANG DIHASILKAN DARI KEGIATAN USAHA DI BIDANG PERTANIAN, PERKEBUNAN, DAN KEHUTANAN SEBAGAIMANA DIATUR DALAM PP NO 31 TAHUN 2007

 

PER - 19/PJ/2014 PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-34/PJ/2010 TENTANG BENTUK FORMULIR SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DAN WAJIB PAJAK BADAN BESERTA PETUNJUK PENGISIANNYA

 

PER - 14/PJ/2014 RALAT PER-14/PJ/2013 TENTANG BENTUK, ISI, TATA CARA PENGISIAN DAN PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA PPh PASAL 21 DAN/ATAU PASAL 26 SERTA BENTUK BUKTI PEMOTONGAN PPh PASAL 21 DAN/ATAU PASAL 26

 

SE - 23/PJ/2014 TENTANG JAM PELAYANAN DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SELAMA BULAN RAMADHAN 1435 H

 

PENG - 01/PJ.02/2014 TENTANG FAKTUR PAJAK BERBENTUK ELEKTRONIK (e-FAKTUR)

 

SE - 21/PJ/2014 TENTANG TATA CARA PERMINTAAN DATA FAKTUR PAJAK BERBENTUK ELEKTRONIK

 

KEP - 136 /PJ/2014 TENTANG PENETAPAN PENGUSAHA KENA PAJAK YANG DIWAJIBKAN MEMBUAT FAKTUR PAJAK BERBENTUK ELEKTRONIK

 

PMK - 111/PMK.03/2014 TENTANG KONSULTAN PAJAK

 

PER - 17/PJ/2014 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-24/PJ/2012

 

PER - 16/PJ/2014 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PELAPORAN FAKTUR PAJAK BERBENTUK ELEKTRONIK

 

PMK - 135/PMK.011/2014 PEDOMAN PENGHITUNGAN PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK YANG MELAKUKAN PENYERAHAN YANG TERUTANG PAJAK DAN PENYERAHAN YANG TIDAK TERUTANG PAJAK

 

PER - 12/PJ/2014 TATA CARA PENCABUTAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK SECARA JABATAN ATAS PENGUSAHA KECIL PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TAHUN 2014

 

PER - 51/PJ/2009 TATA CARA PEMBERIAN DAN PENETAPAN BESARAN KUPON MAKANAN DAN/ATAU MINUMAN BAGI PEGAWAI, KRITERIA DAN TATA CARA PENETAPAN DAERAH TERTENTU, DAN BATASAN MENGENAI SARANA DAN FASILITAS DI LOKASI KERJA

 

PMK - 41/PMK.04/2014 TATA CARA PENGISIAN NILAI TRANSAKSI EKSPOR DALAM BENTUK COST, INSURANCE, AND FREIGHT (CIF) PADA PEMBERITAHUAN EKSPOR BARANG

 

PMK - 30/PMK.03/2014 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN EMAS PERHIASAN

 

PMK - 197/PMK.03/2013 PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 68/PMK.03/2010 TENTANG BATASAN PENGUSAHA KECIL PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

 

PMK 175/PMK.011/2013 PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 154/PMK.03/2010 TENTANG PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN BARANG DAN KEGIATAN DI BIDANG IMPOR ATAU KEGIATAN USAHA DI BIDANG LAIN

 

PER - 40/PJ/2013 PENGAWASAN PENGUSAHA KENA PAJAK

 

PMK 151/PMK.011/2013 TATA CARA PEMBUATAN DAN TATA CARA PEMBETULAN ATAU PENGGANTIAN FAKTUR PAJAK

 

PMK 146/PMK.011/2013 PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 154/PMK.03/2010 TENTANG PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN BARANG DAN KEGIATAN DI BIDANG IMPOR ATAU KEGIATAN USAHA DI BIDANG LAIN

 

PER - 37/PJ/2013 TATA CARA PENYETORAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU MELALUI ANJUNGAN TUNAI MANDIRI (ATM)

 

PER - 36/PJ/2013 PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-47/PJ/2008 TENTANG TATA CARA PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN DAN PENYAMPAIAN PEMBERITAHUAN PERPANJANGAN SPT SECARA ELEKTRONIK (e-FILING) MELALUI PERUSAHAAN PENYEDIA JASA APLIKASI

 

PER - 32/PJ/2013 TATA CARA PEMBEBASAN DARI PEMOTONGAN DAN/ATAU PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN BAGI WAJIB PAJAK YANG DIKENAI PAJAK PENGHASILAN BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITE

 

PER - 30/PJ/2013 TATA CARA PELAKSANAAN PENGURANGAN BESARNYA PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 DAN PENUNDAAN PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 29 TAHUN 2013 BAGI WAJIB PAJAK INDUSTRI TERTENTU

 

SE - 42/PJ/2013 PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU

 

PMK - 124/PMK.011/2013 PENGURANGAN BESARNYA PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 DAN PENUNDAAN PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 29 TAHUN 2013 BAGI WAJIB PAJAK INDUSTRI TERTENTU

 

PMK - 107/PMK.011/2013 TATA CARA PENGHITUNGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU

 

SE - 33/PJ/2013 PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN JASA PENGURUSAN TRANSPORTASI (FREIGHT FORWARDING) YANG DI DALAM TAGIHANNYA TERDAPAT BIAYA TRANSPORTASI (FREIGHT CHARGES)

 

SE - 31/PJ/2013 PELAPORAN PEMUNGUTAN PPN DAN PPnBM ATAS PENYERAHAN KENDARAAN BERMOTOR

 

SE - 30/PJ/2013 PELAKSANAAN PPh YANG BERSIFAT FINAL ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN YANG DITERIMA/DIPEROLEH WP YANG USAHA POKOKNYA MELAKUKAN PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN

 

PER - 24/PJ/2013 PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-38/PJ/2009 TENTANG BENTUK FORMULIR SURAT SETORAN PAJAK

 

PMK - 96/PMK.03/2013 SENSUS PAJAK NASIONAL

 

PMK - 90/PMK.01/2013 TATA CARA PEMBAYARAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK ATAS BIAYA PERIZINAN, BIAYA PERSETUJUAN, DAN DENDA ADMINISTRATIF YANG BERASAL DARI AKUNTAN PUBLIK, KAP, CABANG KAP, KAP ASING, DAN ORGANISASI AUDIT ASING

 

PP - 46 TAHUN 2013 PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU

 

PP - 41 TAHUN 2013 BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH BERUPA KENDARAAN BERMOTOR YANG DIKENAI PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

 

PER - 20/PJ/2013 TATA CARA PENDAFTARAN DAN PEMBERIAN NPWP, PELAPORAN USAHA DAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK, PENGHAPUSAN NPWP DAN PENCABUTAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK, SERTA PERUBAHAN DATA DAN PEMINDAHAN WAJIB PAJAK

 

PER - 21/PJ/2013 PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-2/PJ/2011 TENTANG TATA CARA PENERIMAAN DAN PENGOLAHAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN)

 

PMK - 18/PMK.03/2013 TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN

 

PMK - 17/PMK.03/2013 TATA CARA PEMERIKSAAN

 

PENG - 04/PJ.09/2013 ATURAN BARU TATA CARA PENOMORAN FAKTUR PAJAK

 

SE - 18/PJ/2013 PENYAMPAIAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-10/PJ/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-45/PJ/2010 TENTANG BENTUK, ISI, DAN TATA CARA PENGISIAN SERTA PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK

 

PER - 14/PJ/2013 BENTUK, ISI, TATA CARA PENGISIAN DAN PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PASAL 26 SERTA BENTUK BUKTI PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PASAL 26

 

PER - 10/PJ/2013 PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-45/PJ/2010 TENTANG BENTUK, ISI, DAN TATA CARA PENGISIAN SERTA PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK YANG MENGGUNAK

 

PER - 11/PJ/2013 PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-44/PJ/2010 TENTANG BENTUK, ISI, DAN TATA CARA PENGISIAN SERTA PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN)

 

SE - 17/PJ/2013 PENYAMPAIAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-11/PJ/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-44/PJ/2010 TENTANG BENTUK, ISI, DAN TATA CARA PENGISIAN SERTA PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK

 

SE - 15/PJ/2013 PENYAMPAIAN PER-08/PJ/2013 TENTANG PERUBAHAN PER-24/PJ/2012 TENTANG BENTUK, UKURAN, TATA CARA PENGISIAN KETERANGAN, PROSEDUR PEMBERITAHUAN DALAM RANGKA PEMBUATAN, TATA CARA PEMBETULAN ATAU PENGGANTIAN,DAN TATA CARA PEMBATALAN FAKTUR PAJAK

 

PER - 08/PJ/2013 PERUBAHAN ATAS PER-24/PJ/2012 TENTANG BENTUK, UKURAN, TATA CARA PENGISIAN KETERANGAN, PROSEDUR PEMBERITAHUAN DALAM RANGKA PEMBUATAN, TATA CARA PEMBETULAN ATAU PENGGANTIAN, DAN TATA CARA PEMBATALAN FAKTUR PAJAK

 

PER - 06/PJ/2013 PERUBAHAN KEDUA ATAS PER-57/PJ/2010 TENTANG TATA CARA DAN PROSEDUR PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN BARANG DAN KEGIATAN DI BIDANG IMPOR ATAU KEGIATAN USAHA DI BIDANG LAIN

 

PMK - 38/PMK.011/2013 PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 75/PMK.03/2010 TENTANG NILAI LAIN SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK

 

PMK - 9/PMK.03/2013 TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN

 

PMK - 11/PMK.03/2013 TATA CARA PEMBETULAN

 

SE - 02/PJ/2013 PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN BARANG DAN KEGIATAN DI BIDANG IMPOR ATAU KEGIATAN USAHA DI BIDANG LAIN

 

PMK - 16/PMK.03/2013 RINCIAN JENIS DATA DAN INFORMASI SERTA TATA CARA PENYAMPAIAN DATA DAN INFORMASI YANG BERKAITAN DENGAN PERPAJAKAN

 

PER - 31/PJ/2012 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN, JASA, DAN KEGIATAN ORANG PRIBADI

 

PMK - 206/PMK.011/2012 PENETAPAN BAGIAN PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN DARI PEGAWAI HARIAN DAN MINGGUAN SERTA PEGAWAI TIDAK TETAP LAINNYA YANG TIDAK DIKENAKAN PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN

 

PMK - 224/PMK.011/2012 PERUBAHAN ATAS PMK NOMOR 154/PMK.03/2010 TENTANG PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN BARANG DAN KEGIATAN DI BIDANG IMPOR ATAU KEGIATAN USAHA DI BIDANG LAIN

 

PMK - 238/PMK.03/2012 SAAT LAIN SEBAGAI SAAT PEMBUATAN FAKTUR PAJAK ATAS PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK DENGAN KARAKTERISTIK TERTENTU

 

SE - 45/PJ/2012 - PENJELASAN ATAS PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 85/PMK.03/2012

 

SE - 52/PJ/2012 TATA CARA PERMOHONAN KODE AKTIVASI DAN PASSWORD SERTA PERMINTAAN, PENGEMBALIAN, DAN PENGAWASAN NOMOR SERI FAKTUR PAJAK

 

PER - 24/PJ/2012 BENTUK, UKURAN, TATA CARA PENGISIAN KETERANGAN, PROSEDUR PEMBERITAHUAN DALAM RANGKA PEMBUATAN, TATA CARA PEMBETULAN ATAU PENGGANTIAN, DAN TATA CARA PEMBATALAN FAKTUR PAJAK

 

PER - 25/PJ/2012 PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-23/PJ/2012 TENTANG TATA CARA PENETAPAN SECARA JABATAN ATAS JUMLAH BIAYA YANG DIKELUARKAN DAN/ATAU YANG DIBAYARKAN UNTUK MEMBANGUN BANGUNAN DALAM RANGKA KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI

 

PER - 23/PJ/2012 TATA CARA PENETAPAN SECARA JABATAN ATAS JUMLAH BIAYA YANG DIKELUARKAN DAN/ATAU YANG DIBAYARKAN UNTUK MEMBANGUN BANGUNAN DALAM RANGKA KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI

 

PER-22/PJ/2012 PENCABUTAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP-87/PJ./2002 TENTANG PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS PEMAKAIAN SENDIRI DAN/ATAU PEMBERIAN CUMA-CUMA BARANG KENA PAJAK DAN/ATAU JASA KENA PAJAK

 

PMK - 163/PMK.03/2012 BATASAN DAN TATA CARA PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI

 

PMK - 162/PMK.011/2012 PENYESUAIAN BESARNYA PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK

 

PER - 23/PJ/2012 TATA CARA PENETAPAN SECARA JABATAN ATAS JUMLAH BIAYA YANG DIKELUARKAN DAN/ATAU YANG DIBAYARKAN UNTUK MEMBANGUN BANGUNAN DALAM RANGKA KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI

 

PP - 31 TAHUN 2012 PEMBERIAN DAN PENGHIMPUNAN DATA DAN INFORMASI YANG BERKAITAN DENGAN PERPAJAKAN

 

PMK - 136/PMK.03/2012 PERUBAHAN ATAS PMK 85/PMK.03/2012 TENTANG PENUNJUKAN BADAN USAHA MILIK NEGARA UNTUK MEMUNGUT, MENYETOR, DAN MELAPORKAN PPN ATAU PPN DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, SERTA TATA CARA PEMUNGUTAN, PENYETORAN, DAN PELAPORANNYA

 

PMK - 93/PMK.03/2012 PENYERAHAN JASA PENGIRIMAN SURAT DENGAN PRANGKO YANG TIDAK DIKENAI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

 

SE - 30/PJ/2012 PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN BERUPA DIVIDEN

 

PMK - 85/PMK.03/2012 PENUNJUKAN BADAN USAHA MILIK NEGARA UNTUK MEMUNGUT, MENYETOR, DAN MELAPORKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, SERTA TATA CARA PEMUNGUTAN, PENYETORAN, DAN PELAPORANNYA

 

PMK - 84/PMK.03/2012 TATA CARA PEMBUATAN DAN TATA CARA PEMBETULAN ATAU PENGGANTIAN FAKTUR PAJAK

 

PMK - 83/PMK.03/2012 KRITERIA DAN/ATAU RINCIAN JASA TENAGA KERJA YANG TIDAK DIKENAI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

 

PMK - 80/PMK.03/2012 JASA ANGKUTAN UMUM DI DARAT DAN JASA ANGKUTAN UMUM DI AIR YANG TIDAK DIKENAI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

 

PMK - 73/PMK.03/2012 JANGKA WAKTU PENDAFTARAN DAN PELAPORAN KEGIATAN USAHA, TATA CARA PENDAFTARAN, PEMBERIAN, DAN PENGHAPUSAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK, SERTA PENGUKUHAN DAN PENCABUTAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK

 

PMK - 61/PMK.01/2012 PERSYARATAN UNTUK MENJADI KUASA HUKUM PADA PENGADILAN PAJAK

 

PER - 10/PJ/2012 PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-11/PJ/2010 TENTANG TATA CARA PERMOHONAN, PEMBERITAHUAN, PEMBERIAN, DAN PEMBATALAN IZIN MENYELENGGARAKAN PEMBUKUAN DENGAN MENGGUNAKAN BAHASA INGGRIS DAN SATUAN MATA UANG DOLLAR AS

 

PER - 05/PJ/2012 REGISTRASI ULANG PENGUSAHA KENA PAJAK TAHUN 2012

 

PMK - 24/PMK.011/2012 TATA CARA PENYELENGGARAAN PEMBUKUAN DENGAN MENGGUNAKAN BAHASA ASING DAN SATUAN MATA UANG SELAIN RUPIAH SERTA KEWAJIBAN PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN

 

PP - 1 TAHUN 2012 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

 

PER - 43/PJ/2011 PENENTUAN SUBJEK PAJAK DALAM NEGERI DAN SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI

 

PER - 43/PJ/2011 PENENTUAN SUBJEK PAJAK DALAM NEGERI DAN SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI

 

SE - 77/PJ/2011 PROGRAM FEEDING

 

SE - 71/PJ/2011 PENYAMPAIAN TENTANG DOKUMEN TERTENTU YG DIPERSAMAKAN DENGAN FAKTUR PAJAK

 

PMK - 149/PMK.03/2011 SENSUS PAJAK NASIONAL

 

SE - 71/PJ/2011 PENYAMPAIAN PERATURAN DIRJEN PAJAK NOMOR PER - 27/PJ./2011 PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-10/PJ./2010 DOKUMEN TERTENTU YANG KEDUDUKANNYA DIPERSAMAKAN DENGAN FAKTUR PAJAK

 

PER - 27/PJ./2011 PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-10/PJ./2010 TENTANG DOKUMEN TERTENTU YANG KEDUDUKANNYA DIPERSAMAKAN DENGAN FAKTUR PAJAK

 

SE - 50/PJ/2011 PENEGASAN SAAT PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK DAN/ATAU JASA KENA PAJAK SEBAGAI DASAR SAAT TERUTANG PPN DAN SAAT PEMBUATAN FAKTUR PAJAK

 

SE - 49/PJ/2011 PENYAMPAIAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 30/PMK.03/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.03/2010 BATASAN KEGIATAN DAN JENIS JASA KENA PAJAK YANG ATAS EKSPORNYA DIKENAI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

 

PMK - 30/PMK.03/2011 PERUBAHAN ATAS PMK 70/PMK.03/2010 TENTANG BATASAN KEGIATAN DAN JENIS JASA KENA PAJAK YANG ATAS EKSPORNYA DIKENAI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

 

PER - 65/PJ/2010 PERUBAHAN ATAS PER-13/PJ./2010 TENTANG BENTUK, UKURAN, PROSEDUR PEMBERITAHUAN DALAM RANGKA PEMBUATAN, TATA CARA PENGISIAN KETERANGAN, TATA CARA PEMBETULAN ATAU PENGGANTIAN, DAN TATA CARA PEMBATALAN FAKTUR PAJAK

 

PP - 94 TAHUN 2010 PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN

 

PER - 22/PJ/2008 TATA CARA PEMBAYARAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25

 

PER - 154/PMK.03/2010 PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN BARANG DAN KEGIATAN DI BIDANG IMPOR ATAU KEGIATAN USAHA DI BIDANG LAIN

 

PER - 32/PJ/2010 PELAKSANAAN PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PENGUSAHA TERTENTU

 

PMK - 80/PMK.03/2010 PERUBAHAN PMK 184/PMK.03/2007 TENTANG PENENTUAN TANGGAL JATUH TEMPO PEMBAYARAN & PENYETORAN PAJAK, PENENTUAN TEMPAT PEMBAYARAN PAJAK, TATA CARA PEMBAYARAN, PENYETORAN, PELAPORAN PAJAK TATA CARA PENGANGSURAN & PENUNDAAN PEMBAYARAN PAJAK

 

PMK - 79/PMK.03/2010 PEDOMAN PENGHITUNGAN PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA TERTENTU

 

PMK - 74/PMK.03/2010 PEDOMAN PENGHITUNGAN PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK YANG MEMPUNYAI PEREDARAN USAHA TIDAK MELEBIHI JUMLAH TERTENTU

 

PER - 19/PJ/2010 PENETAPAN SATU TEMPAT ATAU LEBIH SEBAGAI TEMPAT PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TERUTANG

 

PMK - 68/PMK.03/2010 BATASAN PENGUSAHA KECIL PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

 

PMK - 57/PMK.03/2010 PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 105/PMK.03/2009 PIUTANG YANG NYATA-NYATA TIDAK DAPAT DITAGIH YANG DAPAT DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO

 

PMK - 39/PMK.03/2010 BATASAN DAN TATA CARA PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI

 

PER - 4/PJ/2010 TEMPAT LAIN SELAIN TEMPAT TINGGAL ATAU TEMPAT KEDUDUKAN DAN/ATAU TEMPAT KEGIATAN USAHA DILAKUKAN SEBAGAI TEMPAT TERUTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

 

PMK - 16/PMK.03/2010 TATA CARA PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PENGHASILAN BERUPA UANG PESANGON, UANG MANFAAT PENSIUN, TUNJANGAN HARI TUA, DAN JAMINAN HARI TUA YANG DIBAYARKAN SEKALIGUS

 

PMK - 02/PMK.03/2010 BIAYA PROMOSI YANG DAPAT DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO

 

PMK - 83/PMK.03/2009 PENYEDIAAN MAKANAN & MINUMAN BAGI SELURUH PEGAWAI SERTA PENGGANTIAN / IMBALAN DALAM BENTUK NATURA & KENIKMATAN DI DAERAH TERTENTU & YANG BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN PEKERJAAN YANG DAPAT DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO PEMBERI KERJA

 

PP - 68 TAHUN 2009 TARIF PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PENGHASILAN BERUPA UANG PESANGON, UANG MANFAAT PENSIUN, TUNJANGAN HARI TUA, DAN JAMINAN HARI TUA YANG DIBAYARKAN SEKALIGUS

 

PER - 57/PJ/2009 PERUBAHAN ATAS PER 31/PJ/2009 ENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN, JASA, DAN KEGIATAN ORANG PRIBADI

 

UU - 42 TAHUN 2009 PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

 

PMK - 96/PMK.03/2009 JENIS-JENIS HARTA YANG TERMASUK DALAM KELOMPOK HARTA BERWUJUD BUKAN BANGUNAN UNTUK KERPERLUAN PENYUSUTAN

 

PMK - 49/PMK.03/2009 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DITANGGUNG PEMERINTAH ATAS PENGHASILAN PEKERJA PADA KATEGORI USAHA TERTENTU

 

PP - 40 TAHUN 2009 PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 51 TAHUN 2008 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA JASA KONSTRUKSI

 

SE - 53/PJ/2009 JUMLAH BRUTO SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 23 AYAT (1) HURUF C ANGKA 2 UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2008

 

PER - 21/PJ/2009 TATA CARA PENYAMPAIAN PEMBERITAHUAN PERPANJANGAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN

 

PP - 19 TAHUN 2009 PAJAK PENGHASILAN ATAS DIVIDEN YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM NEGERI

 

PP - 18 TAHUN 2009 BANTUAN ATAU SUMBANGAN TERMASUK ZAKAT ATAU SUMBANGAN KEAGAMAAN YANG SIFATNYA WAJIB YANG DIKECUALIKAN DARI OBJEK PAJAK PENGHASILAN

 

SE - 1/PJ.04/2009 PENGANTAR PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-4/PJ/2009 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENCATATAN BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

 

PMK - 250/PMK.03/2008 BESARNYA BIAYA JABATAN ATAU BIAYA PENSIUN YANG DAPAT DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO PEGAWAI TETAP ATAU PENSIUNAN

 

PMK - 244/PMK.03/2008 JENIS JASA LAIN SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 23 AYAT (1) HURUF C ANGKA 2 UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2008

 

PMK - 22/PMK.03/2008 PERSYARATAN SERTA PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN SEORANG KUASA

 

UU - 36 TAHUN 2008 PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

 

UU - 28 TAHUN 2007 PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

 

KMK - 1169/KMK.01/1991 KEGIATAN SEWA GUNA USAHA (LEASING)

 

Akuntansi

Lainnya

 

Hubungi Kami

Solomon Consulting Group
     
Telepon : 081-1360-890
     
E-mail : info@proscg.com
     


 

Hubungi Kami

 

Event

Karir

Quotes

“Trust in the LORD with all your heart, and lean not to your own understanding. In all your ways acknowledge Him, and He shall direct your paths. [Proverbs 3 : 5,6]”

 

 

Copyright © 2012 by Solomon Consulting Group
Powered by tobsite.com