Peraturan Pajak
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2018 TENTANG PEMBARUAN SISTEM ADMINISTRASI PERPAJAKAN
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 40 TAHUN 2018
TENTANG
PEMBARUAN SISTEM ADMINISTRASI PERPAJAKAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
- bahwa untuk menciptakan sistem administrasi perpajakan yang lebih efektif dan efisien serta memiliki fleksibilitas yang tinggi, diperlukan pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan;
- bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan;
Mengingat :
Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN PRESIDEN TENTANG PEMBARUAN SISTEM ADMINISTRASI PERPAJAKAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan:
- Sistem Administrasi Perpajakan adalah sistem yang membantu melaksanakan prosedur dan tata kelola administrasi perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Sistem Informasi adalah keterpaduan sistem antara manusia dan mesin yang mencakup komponen perangkat keras, perangkat lunak, prosedur, sumber daya manusia, dan substansi informasi yang dalam pemanfaatannya mencakup fungsi input, process, output, storage, dan communication.
- Proses Bisnis atau Tata Laksana adalah sekumpulan aktivitas kerja terstruktur dan saling terkait yang menghasilkan keluaran sesuai dengan kebutuhan pengguna.
- Pelaksana Pengadaan adalah Tim Pengadaan atau Agen Pengadaan yang ditetapkan/ditunjuk oleh Menteri selaku Pengguna Anggaran untuk melaksanakan proses pemilihan penyedia barang dan/atau jasa yang menjadi lingkup dari Peraturan Presiden ini.
- Tim Pengadaan adalah tim yang ditetapkan oleh Menteri selaku Pengguna Anggaran untuk melaksanakan pemilihan penyedia barang dan/atau jasa yang menjadi lingkup dari Peraturan Presiden ini.
- Agen Pengadaan adalah badan yang ditetapkan oleh Menteri selaku Pengguna Anggaran untuk melaksanakan pemilihan penyedia barang dan/atau jasa yang menjadi lingkup dari Peraturan Presiden ini.
- Aparat Pengawas Internal Pemerintah yang selanjutnya disebut APIP adalah Inspektorat Jenderal atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan intern yang bertanggung jawab langsung kepada Menteri.
- Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
BAB II
PELAKSANAAN PEMBARUAN SISTEM ADMINISTRASI PERPAJAKAN
Pasal 2
(1) |
Pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan bertujuan untuk:
|
(2) |
Pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
(3) |
Pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pajak pada Kementerian Keuangan dengan dukungan dari instansi terkait. |
Pasal 3
(1) |
Pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan di bidang organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a dilaksanakan untuk mewujudkan Direktorat Jenderal Pajak yang paling sesuai dengan memperhatikan cakupan geografis, karakteristik organisasi, ekonomi, kearifan lokal, potensi penerimaan dan rentang kendali yang memadai. |
(2) |
Pelaksanaan Pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan di bidang organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
|
Pasal 4
(1) |
Pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan di bidang sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b dilaksanakan untuk membangun sumber daya manusia yang tangguh, akuntabel, dan berintegritas dalam rangka menjalankan proses bisnis Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka menghimpun penerimaan pajak sesuai dengan potensi yang ada. |
(2) |
Pelaksanaan Pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan di bidang sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain dilakukan dengan:
|
Pasal 5
(1) |
Pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan di bidang peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c dilaksanakan untuk memberikan kepastian hukum, menampung dinamika kegiatan perekonomian yang berkembang, mengurangi biaya kepatuhan, memperluas basis perpajakan, dan meningkatkan penerimaan pajak. |
(2) |
Pelaksanaan pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan di bidang peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan penataan:
|
Pasal 6
(1) |
Pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan di bidang proses bisnis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d dilaksanakan untuk mengembangkan proses bisnis yang efektif, efisien, dan akuntabel. |
(2) |
Pelaksanaan Pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan di bidang proses bisnis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain dilakukan dengan:
|
Pasal 7
(1) |
Pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan di bidang teknologi informasi dan basis data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf e dilaksanakan untuk mengembangkan sistem informasi yang dapat dipercaya dan handal untuk mengolah data perpajakan yang akurat berbasis teknologi sesuai dengan proses bisnis utama. |
(2) |
Pelaksanaan Pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan di bidang teknologi informasi dan basis data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
|
Pasal 8
(1) |
Pengembangan Sistem Informasi dalam rangka Pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) paling sedikit meliputi :
|
(2) |
Sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diadakan secara bertahap dengan memperhatikan integrasi antar sistem. |
Pasal 9
Ketentuan lebih lanjut mengenai Pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 sampai dengan Pasal 8 diatur oleh Menteri.
BAB III
PENGADAAN BARANG DAN/ATAU JASA
Pasal 10
(1) |
Pengadaan barang dan/atau jasa untuk pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah kecuali diatur khusus dalam Peraturan Presiden ini. |
(2) |
Pengecualian pengadaan barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengadaan:
|
Pasal 11
(1) |
Pelaku pengadaan untuk pengadaan barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) terdiri dari:
|
(2) |
Pelaksana Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri dari:
|
(3) |
Penentuan Tim Pengadaan atau Agen Pengadaan sebagai pelaksana pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri selaku Pengguna Anggaran berdasarkan usulan dari Direktur Jenderal Pajak. |
(4) |
Pengguna Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a memiliki tugas dan kewenangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah dengan tambahan tugas dan kewenangan untuk menetapkan:
|
(5) |
Kuasa Pengguna Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a memiliki tugas dan kewenangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah. |
(6) |
Pejabat Pembuat Komitmen, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b memiliki tugas dan kewenangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah dengan tambahan tugas dan kewenangan untuk mengusulkan tenaga ahli kepada Pengguna Anggaran. |
(7) |
Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d memiliki tugas memeriksa hasil pekerjaan pengadaan barang dan/atau jasa sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah. |
(8) |
Tim Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a memiliki tugas dan kewenangan sebagai berikut:
|
(9) |
Agen Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b memiliki tugas dan kewenangan sebagai berikut:
|
(10) |
Tim Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terdiri dari personel yang memiliki keahlian di bidang:
dengan anggota berjumlah gasal. |
(11) |
Tim Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (10) dapat terdiri dari:
|
(12) |
Khusus ahli pengadaan yang berasal dari Aparatur Sipil Negara harus memiliki sertifikat di bidang pengadaan. |
Pasal 12
(1) |
Paket Pengadaan barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) ditetapkan oleh Menteri selaku Pengguna Anggaran. |
(2) |
Paket pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan dalam Rencana Umum Pengadaan. |
Pasal 13
Spesifikasi teknis/Kerangka Acuan Kerja atas paket sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) disusun oleh Direktur Jenderal Pajak dan ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 14
(1) |
Penyusunan Harga Perkiraan Sendiri untuk pengadaan barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf b, huruf c, dan huruf d dilakukan berdasarkan keahlian dan bersumber dari:
|
(2) |
Penyusunan Harga Perkiraan Sendiri tidak diperlukan untuk pengadaan sistem informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf a. |
Pasal 15
(1) |
Pemilihan penyedia barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) dilaksanakan dengan metode sebagai berikut:
|
(2) |
Pemilihan penyedia barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c dilaksanakan melalui tender/seleksi internasional. |
(3) |
Penunjukan langsung atau pengadaan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dan huruf e, dapat dilakukan kepada Penyedia barang dan/atau jasa luar negeri. |
(4) |
Metode tender dua tahap dengan prakualifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digunakan untuk pengadaan sistem informasi. |
(5) |
Metode seleksi berdasarkan kualitas dua sampul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b digunakan untuk pengadaan jasa konsultansi yang berbentuk badan usaha. |
(6) |
Metode seleksi jasa konsultansi perorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c digunakan untuk pengadaan jasa konsultansi perorangan. |
(7) |
Penunjukan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dapat dilaksanakan:
|
(8) |
Pengadaan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dapat dilakukan terhadap pengadaan Jasa Konsultansi perorangan dan pengadaan barang dan/atau jasa lainnya yang bernilai paling banyak dan/atau maksimal nilai kontrak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). |
(9) |
Dalam hal pemilihan penyedia barang dan/atau jasa belum dapat dilakukan melalui Sistem Pengadaan Secara Elektronik, pemilihan penyedia dilakukan secara konvensional. |
Pasal 16
(1) |
Dokumen pemilihan untuk pengadaan barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) disusun berdasarkan Standar Dokumen Pengadaan dan Standar Dokumen Kontrak yang diatur dengan Peraturan Menteri. |
(2) |
Dalam hal pengadaan diikuti oleh penyedia luar negeri, dokumen pemilihan dan dokumen kontrak:
|
(3) |
Dalam hal terjadi perbedaan penafsiran pada dokumen pemilihan dan dokumen kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dokumen berbahasa Inggris yang dijadikan acuan. |
Pasal 17
(1) |
Pelaksanaan tender dua tahap dengan prakualifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf a meliputi tahapan:
|
(2) |
Pelaksanaan seleksi berdasarkan kualitas dua sampul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf b meliputi tahapan:
|
(3) |
Dalam hal negosiasi teknis dan biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf m tidak tercapai, negosiasi dilakukan dengan mengundang peringkat berikutnya. |
(4) |
Pelaksanaan seleksi jasa konsultansi perorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf c meliputi tahapan:
|
(5) |
Dalam hal negosiasi biaya dengan peringkat pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf h tidak tercapai, negosiasi dilakukan dengan mengundang peringkat berikutnya. |
(6) |
Pelaksanaan Penunjukan Langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf d meliputi tahapan:
|
(7) |
Pelaksanaan Pengadaan Langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf e meliputi tahapan:
|
(8) |
Penyampaian dokumen penawaran teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b dikecualikan untuk pengadaan jasa konsultansi perorangan. |
(9) |
Dokumen penawaran biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m disampaikan dalam mata uang rupiah dan/atau mata uang asing. |
(10) |
Dalam hal penawaran biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dalam mata uang asing, evaluasi biaya dalam tahap evaluasi dokumen penawaran tahap II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf o dilakukan dengan mengkonversi mata uang asing ke dalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs yang ditentukan dalam dokumen pemilihan. |
(11) |
Dalam hal penawaran biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dalam mata uang asing, untuk penyusunan kontrak dapat dilakukan lindung nilai. |
Pasal 18
(1) |
Prakualifikasi dinyatakan gagal dalam hal setelah pemberian waktu perpanjangan, tidak ada peserta yang menyampaikan dokumen kualifikasi. |
(2) |
Tender/Seleksi dinyatakan gagal oleh Pelaksana Pengadaan dalam hal:
|
(3) |
Tindak lanjut dari Tender/Seleksi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pelaksana Pengadaan segera melakukan:
|
(4) |
Penunjukan Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dilakukan dengan kriteria kebutuhan yang tidak dapat ditunda dan tidak cukup waktu untuk melaksanakan tender/seleksi ulang. |
Pasal 19
Ketentuan mengenai pengadaan barang dan/atau jasa untuk pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri setelah berkoordinasi dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
BAB IV
PENGAWASAN
Pasal 20
(1) |
Menteri melakukan pengawasan atas pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) termasuk pengawasan terhadap pengadaan barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 melalui APIP. |
(2) |
Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui kegiatan audit, reviu, pemantauan, evaluasi dan/atau kegiatan pengawasan lainnya. |
(3) |
Atas permintaan Menteri, pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan bersama dengan lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengawasan keuangan negara dan pembangunan nasional. |
BAB V
LAPORAN/PENGADUAN PENGADAAN BARANG DAN/ATAU JASA
Pasal 21
(1) |
Masyarakat dapat menyampaikan laporan/pengaduan terkait pengadaan barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) kepada Menteri dan Aparat Penegak Hukum. |
(2) |
Laporan/pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan secara tertulis yang memuat paling sedikit:
|
(3) |
Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak terpenuhi, laporan/pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat ditindaklanjuti. |
(4) |
Dalam hal Menteri menerima pengaduan, Menteri menugaskan APIP untuk menindaklanjuti laporan/pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan melakukan koordinasi dengan Aparat Penegak Hukum dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah diterimanya laporan/pengaduan. |
(5) |
Dalam hal Aparat Penegak Hukum menerima laporan/pengaduan dari masyarakat, Aparat Penegak Hukum melakukan pemeriksaan atas laporan atau pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat sesuai tata cara penanganan laporan/pengaduan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan setelah terlebih dahulu berkoordinasi dengan APIP. |
(6) |
APIP dan Aparat Penegak Hukum melakukan koordinasi dalam penanganan laporan/pengaduan setelah terlebih dahulu dilakukan verifikasi informasi pengaduan/data awal sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
(7) |
Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5), dilakukan dalam bentuk:
|
(8) |
Hasil koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dituangkan dalam berita acara. |
(9) |
Dalam hal berdasarkan hasil koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) ditemukan bukti adanya penyimpangan yang bersifat administratif, proses lebih lanjut diserahkan kepada APIP untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang administrasi pemerintahan. |
(10) |
Dalam hal berdasarkan hasil koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) ditemukan bukti permulaan adanya penyimpangan yang bersifat pidana, proses lebih lanjut diserahkan kepada aparat penegak hukum untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(11) |
Hasil koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) bersifat rahasia kecuali ditentukan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 22
Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Presiden ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 3 Mei 2018
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
JOKO WIDODO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 8 Mei 2018
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
YASONNA H. LAOLY
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2018 NOMOR 74