Harian Kompas, 26 July 2016
Sebanyak 34 Wajib Pajak Mendeklarasikan Aset Rp 396 Miliar
JAKARTA, KOMPAS — Peluang untuk mendeklarasikan aset di luar negeri dalam skema pengampunan pajak memberi kesempatan bagi bank di luar negeri untuk melakukan perang insentif. Tujuannya, menahan repatriasi. Hal ini berpotensi menyurutkan repatriasi dana ke dalam negeri.
"Persoalan repatriasi justru dimulai oleh Undang-Undang tentang Pengampunan Pajak itu sendiri. Dengan berbagai fasilitas luar biasa yang diberikan, semestinya pengampunan pajak hanya memberi ruang pengampunan untuk yang melakukan repatriasi aset di luar negeri dan deklarasi aset di dalam negeri saja. Tidak perlu memberi peluang deklarasi aset di luar negeri," kata Yanuar Rizky dari perusahaan riset dan konsultan Bejana Investidata Globalindo, di Jakarta, Senin (25/7).
Fasilitas luar biasa itu antara lain tarif yang super murah serta status clean dan clear atas aset di bidang perpajakan menjelang era pertukaran informasi secara otomatis per 2018. Dengan fasilitas luar biasa tersebut, semestinya pemerintah cukup memberikan pengampunan bagi orang yang melakukan repatriasi.
"Dengan peluang deklarasi aset di luar negeri, bank-bank di luar negeri mau menalangi uang tebusan 4 persen. Kita ini bicara dana yang sangat besar, lagi pula tebusannya, kan, hanya sekali. Jadi, ini akan dihitung sebagai biaya pemasaran. Yang penting, dananya tetap mereka kelola," kata Yanuar.
Menurut dia, pemerintah dan otoritas keuangan harus bisa meyakinkan masyarakat bahwa investasi di Indonesia lebih menguntungkan dan memiliki nilai tambah. Sementara program pengampunan pajak ditempatkan sebagai pintu masuk atas dana-dana dari luar negeri saja.
Di Makassar, Sulawesi Selatan, Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan, tidak ada urusan dengan respons negara lain terkait dengan program pengampunan pajak Indonesia ini.
"Kalau Singapura, lebih banyak dilakukan bank-bank sendiri supaya jangan kehilangan likuiditas. Kalau dari Singapura, sejauh yang saya dengar dari penjelasan menterinya, tidak ada aturan khusus yang dibuat, hanya insentif dari pengusaha-pengusaha," ujar Kalla.
Secara terpisah, Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, A Tony Prasetiantono menyatakan, upaya yang dilakukan perbankan di Singapura sudah diperkirakan sebelumnya.
"Pasti mereka tidak tinggal diam. Tidak apa-apa. Pemerintah harus bekerja lebih keras lagi lewat sosialisasi. Kalau perlu untuk individu tertentu yang skalanya (dananya) besar, pemerintah melakukan lobi secara individual," kata Tony.
Tony menyarankan Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi dan Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro turun langsung. Ia yakin, sentuhan personal bisa membangkitkan nasionalisme.
Tantangan konkret
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menyatakan, kesempatan bank di Singapura untuk menawarkan insentif guna menahan repatriasi berawal dari selisih tarif yang kecil antara deklarasi aset di luar negeri dan repatriasi. Pada periode 1 Juli-30 September 2016, tarif tebusan untuk deklarasi aset di luar negeri 4 persen, sedangkan repatriasi 2 persen.
Melalui keterangan pers, Prastowo menyatakan, langkah yang diambil beberapa pihak di Singapura merupakan hal yang lumrah dan tidak melanggar hukum. Negara mana pun tentu akan berupaya mempertahankan eksistensinya sebagai reaksi terhadap kebijakan negara lain yang berpotensi merugikan kepentingannya.
Prastowo melanjutkan, pemerintah mendapat tantangan konkret untuk menempatkan program pengampunan pajak dalam kerangka reformasi fiskal dan moneter yang komprehensif. Perencanaan serta tata kelola fiskal dan moneter Indonesia yang masih buruk merupakan insentif cuma-cuma bagi negara lain untuk memfasilitasi dana milik warga negara Indonesia yang mencari kepastian dan kenyamanan.
"Pemerintah juga perlu menegaskan keberpihakan pada penguatan perbankan nasional. Untuk itu, sudah layak dan sepantasnya pengampunan pajak ini menjadi kesempatan bagi bank-bank BUMN untuk ambil bagian menjadi yang utama dan pertama sambil diberi kesempatan berkembang dan kuat," kata Prastowo.
Sementara itu, Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Direktorat Jenderal Pajak Hestu Yoga Saksama menyatakan, sebanyak 34 wajib pajak sudah mengikuti program pengampunan pajak di 17 kantor wilayah. Jumlah terbanyak ada di Bandung, yakni 6 wajib pajak.
Total harta yang dideklarasikan wajib pajak senilai Rp 396 miliar. Adapun uang tebusannya Rp 7,24 miliar.
Wakil Presiden Jusuf Kalla juga meminta sosialisasi terkait dengan pengampunan pajak dilakukan lebih giat dan gencar agar pengusaha lebih tertarik dan mau terlibat. Kalla mengakui, sejauh ini keinginan pengusaha untuk mengetahui lebih jauh soal pengampunan pajak besar.
Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pekalongan di Jawa Tengah Taufik Wijiyanto menegaskan, semua pegawai pajak bekerja sesuai kode etik. Apabila ada orang-orang yang mengaku ingin membantu menguruskan pengampunan pajak dengan meminta imbalan, masyarakat diimbau untuk tidak memercayainya.