Berita Pajak
Harga Acuan PPh Ancam Penjualan Properti
Harian Kontan, 4 June 2015
Sesuai aturan pajak yang berlaku 30 Mei 2015 dan merupakan turunan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) no 03/2015 tentang Wajib Badan Tertentu sebagai Pemungut PPh dari Pembeli atas Penjualan Barang Sangat Mewah, dasar harga acuan properti yang dipakai untuk memungut PPh pasal 22 termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10% serta Pajak Penjualan Barang mewah (PPnBM) yang pajaknya sebesar 20%.
Dengan hitungan itu, dasar pungutan PPh atas properti sangat mewah setelah dikurangi PPN serta PPnBM jadi Rp 3,5 miliar, bukan Rp 5 miliar seperti di PMK yang menyebutkan PPh dari harga jual tak memperhitungkan PPN dan PPnBM Wakil Ketua Umum Bidang Komunikasi REI Theresia Rustandi bilang, pemerintah belum sosialisasikan aturan Dirjen Pajak itu. Tapi, dengan hitungan itu, ruang gerak pengembang kian sempit. "Di benak kami, Rp 5 miliar itu harga dasar, tak termasuk pajak," ujarnya ke KONTAN, Rabu (3/6).
Direktur Pemasaran PT Metropolitan Kentjana Tbk Herman Widjaja juga kaget dengan aturan pajak itu. Ia memprediksi, efek aturan itu akan membuat penjualan properti turun 10%. "Saat ini tight money policy, apalagi ada pajak tambahan," katanya.
Direktur dan Sekretaris Perusahaan PT Ciputra Development Tbk Tulus Santoso Brotosiswojo khawatir aturan ini kian menyurutkan minat beli properti. Karena itu, Ciputra akan beralih ke segmen properti yang banyak peminatnya yakni segmen bawah.
Adapun Metropolitan Kentjana akan susun strategi baru hadapi beleid ini. Tapi, pengembang hunian mewah Pondok Indah Jakarta Selatan ini mengaku sulit ubah rencana dalam waktu dekat.
Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda memprediksi, pengembang akan beralih ke properti menengah di harga Rp 300 juta–Rp 1 miliar.
Pengamat pajak Yustinus Prastowo, bilang, aturan dirjen tersebut tak konsisten dengan aturan lain. Di UU PPN, harga jual juga tak memperhitungkan PPN dan potongan harga lain yang ada di faktur pajak.