Harian Kompas, 22 September 2016
JAKARTA, KOMPAS — Otoritas Jasa Keuangan memanggil manajemen bank yang terafiliasi dengan perbankan Singapura untuk mengklarifikasi sejumlah informasi. Dari pertemuan itu diketahui bahwa kepolisian Singapura tidak menindaklanjuti laporan bank.
Sejumlah bank yang dipanggil oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah OCBC NISP, UOB, dan DBS. Deputi Komisioner Pengawas Perbankan III OJK Irwan Lubis menuturkan, dengan demikian, warga negara Indonesia yang akan mengikuti program pengampunan pajak tetap bisa bertransaksi.
”OJK meminta penjelasan tentang kebenaran informasi bahwa bank induk mereka di Singapura melaporkan warga negara Indonesia yang mau merepatriasi dana dalam rangka pengampunan pajak,” kata Irwan, Rabu (21/9), di Jakarta.
Laporan oleh perbankan Singapura diperlukan dalam rangka memenuhi standar Financial Action Task Force (FATF), lembaga yang dibentuk untuk mencegah pencucian uang antarnegara. Namun, laporan tersebut tidak ditindaklanjuti oleh kepolisian Singapura sehingga warga Indonesia dapat terus bertransaksi.
Informasi mengenai upaya-upaya Singapura itu menarik dicermati karena sekitar 50 persen dari total dana repatriasi pada program pengampunan pajak berasal dari Singapura. Hingga Rabu pukul 21.15, dana repatriasi mencapai Rp 71,3 triliun.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pajak, total pernyataan harta sudah mencapai Rp 1.300 triliun yang terdiri dari deklarasi dalam negeri Rp 878 triliun, deklarasi luar negeri Rp 350 triliun, dan repatriasi Rp 71,3 triliun. Sementara uang pembayaran uang tebusan mencapai Rp 36,3 triliun.
Optimistis
Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Hestu Yoga Saksama optimistis bahwa kesadaran masyarakat untuk mengikuti program pengampunan pajak akan terus meningkat. Perkembangan pembayaran uang tebusan dan pernyataan harta dalam sepekan terakhir meningkat signifikan.
Deputi Pembiayaan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Braman Setyo mengatakan, pihaknya terus mengajak pelaku UKM memanfaatkan program pengampunan pajak. Keikutsertaan pelaku UKM dalam pengampunan pajak lebih fleksibel karena tarif tebusan yang sama akan berlaku hingga akhir periode program tersebut. Hal ini berbeda dengan pengusaha besar yang tarif tebusan 2 persen hanya berlaku ketika mereka ikut program pengampunan pajak tahap pertama, Juli-September 2016.
Pengampunan pajak akan berdampak positif bagi pelaku UKM, terutama dalam membenahi pembukuan dan tertib administrasi. ”Pelaku UKM yang tertib administrasi nanti bisa mendapat kepercayaan dari bank. Dampak positif seperti ini pun terus kami sosialisasikan bagi pelaku UKM di daerah-daerah,” kata Braman.
Sementara itu, Badan Anggaran DPR dan Kementerian Keuangan menyepakati target penerimaan pajak nonmigas tahun 2017
senilai Rp 1.462,9 triliun. Target ini tumbuh 13,7 persen dibandingkan dengan proyeksi realisasi penerimaan perpajakan sampai dengan akhir tahun ini, yakni Rp 1.320,2 triliun. Target itu terdiri dari target penerimaan pajak Rp 1.271,67 triliun dan target penerimaan bea dan cukai Rp 191,23 triliun.