Berita Pajak
Mulai Januari 2013, Usaha Kecil Dikenai Pajak 2%
Harian Kontan, 7 Desember 2012
JAKARTA. Jika tidak ada aral melintang, pemerintah akan segera memungut pajak sebesar 2% kepada usaha kecil menengah (UKM) dengan omzet antara Rp 300 juta-Rp 4,8 miliar setahun. Penarikan pajak ini rencananya mulai berlaku awal 2013 nanti.
Kementerian Koperasi dan UKM dan Kementerian Keuangan (Kemkeu) tampaknya sudah menyepakati tarif dan batasan omzet UKM ini. “Sudah ada titik temu, mikro kita bebaskan, UKM kita kenakan 2% dengan batasan minimal omzet Rp 300 juta. Tinggal deklarasi saja,” tandas Syarif Hasan, Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Syarif Hasan, Rabu (5/12) petang, usai mengikuti rapat koordinasi di Kantor Menko Perekonomian.
Menteri Keuangan Agus Martowardojo juga tidak menampik kesepakatan tarik pajak UKM ini. “Sudah diatur,” kata Agus kepada KONTAN, Rabu malam. Kesepakatan ini sekaligus mengurai perdebatan soal pengenaan pajak bagi sektor usaha mikro, kecil dan menengah ini yang sudah bergulir sejak tahun lalu.
Potensi pendapatan pajak dari UKM memang lumayan. Sumbangan sektor usaha ini terhadap total produk domestik bruto (PDB) diperkirakan mencapai 61,9%. Namun, dari sisi penerimaan negara, selama ini, sektor UKM hanya menyumbang sekitar 5% dari total penerimaan pajak.
Semula, rencana pengenaan pajak bagi UKM ini terganjal lantaran kantor pajak bersikukuh pengenaan pajak berlaku bagi UKM yang memiliki omzet antara Rp 0-Rp 4,8 miliar. Kantor pajak berdalih, pengenaan pajak ini bukan semata untuk menambah penerimaan negara, tapi agar tercipta rasa keadilan bagi masyarakat.
Selama ini, pegawai berpenghasilan 1,5 juta sebulan juga dipungut pajak. Namun, mulai tahun depan, pemerintah menaikkan batas penghasilan maksimal tidak kena pajak menjadi Rp 2,025 juta per bulan.
Sayang, kantor pajak belum mau membeberkan berapa besar potensi penerimaan perpajakan UKM ini. Yang jelas, penambahan basis pembayaran pajak ini akan membantu penerimaan negara. Apalagi, sektor usaha kecil ini kebal terhadap krisis ekonomi.
Masih memberatkan.
Meski secara persentase tarif pajak bagi UKM ini cukup rendah yakni 2%, Gunadi, pengamat perpajakan dari Universitas Indonesia menilai tarif ini sejatinya cukup besar dan akan memberatkan, khususnya bagi pelaku UKM yang memiliki omzet Rp 300 juta-Rp 500 juta per tahun.
Sebab, perlu diperhitungkan juga antara keuntungan yang didapat dari UKM dengan nilai pajak yang harus mereka bayarkan dari total omzet. Gunadi mencontohkan, dengan omzet sebesar Rp 300 juta per tahun serta keuntungan bersih sekitar 15% dari omzet, UKM ini akan mendapat laba Rp 45 juta.
Omzet sebesar itu sudah pasti bakal kena tarif pajak penghasilan (PPh) sebesar 12,5% atau sebesar Rp 5,6 juta per tahun. Adanya pengenaan tarif pajak sebesar 2% dari omzet, artinya ada tambahan pajak sebesar Rp 6 juta. “Itu jelas ketinggian,” katanya.
Menurut Gunadi, idealnya, golongan UKM dengan omzet Rp 300 juta-Rp 500 juta dikenai pajak sebesar 1% dari omzet. Sementara, omzet Rp 600 juta ke atas baru dikenakan pajak sebesar 2%.
Pengusaha kecil juga bereaksi atas pengenaan pajak ini. Beberapa waktu lalu, Aswin Noor, salah satu pengusaha UKM dan juga sekaligus pemilik Quemama mengatakan, pada dasarnya pengusaha kecil setuju saja UKM dikenakan pajak. Namun, pemerintah juga harus lebih memperhatikan batasan omzet UKM yang bisa dikenakan pajak. “Usaha kecil yang baru merintis sebaiknya tetap tidak dikenakan pajak,” tuturnya.