Berita Pajak
Bea Cukai Dan Pajak Integrasikan Audit
Harian Kompas, 13 Februari 2013
JAKARTA, KOMPAS - Direktorat Jenderal Pajak serta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai bakal melakukan audit bersama terhadap perusahaan-perusahaan besar yang terindikasi belum melakukan kewajiban pembayaran pajak dan bea cukai sesuai ketentuan. Daftar perusahaan itu sudah dikantongi.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Agung Kuswandono, di Jakarta, Selasa (12/2), menyatakan, Menteri Keuangan Agus DW Martowardojo telah menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 351 Tahun 2013 tentang audit bersama Direktorat Jenderal Pajak (DJP) serta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Peluncurannya dilakukan per 4 Februari di Jakarta.
"PMK sudah jadi, SOP (prosedur operasi standar) sudah jadi. Peluncuran sudah dilakukan. Ada teraudit yang akan kita periksa. Daftarnya sudah ada, tapi tidak bisa disebutkan. Jumlahnya bergerak," kata Agung.
Audit bersama itu, menurut Agung, tidak sebatas audit yang dilakukan secara bersama-sama antara DJBC dan DJP. Namun, hal itu sekaligus mengintegrasikan data di antara kedua lembaga di bawah Kementerian Keuangan tersebut.
Audit bersama, kata Agung bertujuan agar penerimaan negara bisa dipungut dan diawasi dengan lebih intens. Tingkat kebocorannya pun diharapkan bisa berkurang. Kegiatan ini juga diharapkan dapat memperbaiki sistem administrasi dan pengawasan sehingga bisa terintegrasi dengan baik.
Agung tidak bersedia merinci tahapan audit bersama tersebut. Namun, ia memastikan, DJBC dan DJP sudah mengantongi daftar perusahaan besar yang terindikasi memiliki ketidaksinkronan antara data bea dan cukai dan data pajak.
Selain itu, kawasan berikat, kawasan pelabuhan bebas, dan kawasan perdagangan bebas juga akan menjadi sasaran audit bersama. Di ketiga jenis kawasan ini, fasilitas pajak atau bea cukai yang diberikan pemerintah disinyalir tidak tepat sasaran.
"Kami hanya bisa melihat pemasukan barang. Soal tepat atau tidaknya pengenaan fasilitas, bisa dicek silang dari sisi pajaknya," kata Agung.
Ia melanjutkan, melalui audit bersama, menipulasi data bisa terkuak. Apabila dalam audit bersama ditemukan ada manipulasi data, DJP atau DJBC akan menagih kurang bayar perusahaan yang bersangkutan.
Menurut Agung, potensi manipulasi tersebut ada. Alasannya, tidak semua importir adalah pemilik barang impor atau ekspor. DJBC selama ini sebatas mengetahui data impor dan importir saja. Namun, data pemilik barang tidak diketahui. Demikian pula dengan transaksi antara importir dan pemilik barang. Data mengenai hal ini ada pada DJP. Dengan demikian, manipulasi, jika ada, akan terkuak.
Secara terpisah, Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat Dicky Hertanto menyatakan, pemeriksaan Pajak Penghasilan (PPh) karyawan perusahaan akan menjadi salah satu fokus DJP tahun 2013. Selama ini, ditengarai ada perusahaan besar yang tidak membayarkan sepenuhnya PPh.
Jika nanti ditemukan ada kurang bayar PPh, kata Dicky, perusahaan harus membayar kekurangannya. Data perusahaan yang terindikasi melakukan itu sudah dikantongi DJP.