Berita Pajak
Pajak Menyasar UKM Yogyakarta dan Surabaya
Harian Kontan, 6 January 2014
Sejumlah langkah sudah dilakukan Ditjen Pajak. Pertama, dengan mendorong kepatuhan pengusaha UKM dalam membayar pajak, khususnya pajak penghasilan (PPh). Lihat saja, sejak pertengahan tahun 2013 lalu, mereka mengeluarkan aturan soal PPh final 1% bagi usaha dengan omzet di bawah Rp 4,8 miliar.
Kedua, mulai 1 Januari 2014 lalu, Kementerian Keuangan juga memberikan keringanan ke pengusaha UKM beromzet di bawah Rp 4,8 miliar per tahun dengan tidak perlu membayar pajak Pertambahan Nilai (PPN) lagi.
Kepala Seksi Hubungan Eksternal Dirjen Pajak Chandra Budi menjelaskan, tahun ini aparat pajak akan menggarap sentra usaha di Pulau Jawa. Misalnya di Yogyakarta dan Surabaya memiliki potensi tak kalah besar dengan Pasar Tanah Abang di Jakarta. "Kami melihat ada potensi cukup besar penerimaan pajak dari pasar Beringharjo Yogyakarta dan pasar Atom Surabaya,"ujarnya, Minggu (5/1) kepada KONTAN.
Pertimbangannya: di Pasar Beringharjo Yogyakarta, memiliki paling sedikit 6.000 pedagang. Adapun di pasar Atom Surabaya, jumlah pedagangnya sekitar 2.400 hingga 3.000 kios yang ramai pengunjung.
Ditjen Pajak melihat pedagang yang berjualan di lokasi-lokasi tersebut memiliki omzet yang cukup gede. Apalagi dengan barang jualan berupa pakaian, alat elektronik dan peralatan rumah tangga memiliki margin cukup besar.
Masalahnya beromzet selangit, mereka selama ini tak pernah tersentuh pajak. Nah, jika para pedagang-pedagang itu taat membayar pajak. Chandra optimistis target penerimaan negara dari sektor ini di tahun 2014 nanti bisa tercapai.
Meski demikian, hingga saat ini, kantor pajak belum memiliki hitungan pasti berapa besar rata-rata transaksi di pusat-pusat bisnis di daerah tersebut. Karena itu pajak juga tidak mau gegabah menetapkan target penerimaan dari para pengusaha kecil di pusat perbelanjaan yang ada di daerah tersebut.
Sekadar menyegarkan ingatan, dalam Anggaran pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2014, pemerintah menargetkan penerimaan negara dari perpajakan sebesar Rp 1.110,2 triliun.
Walaupun aturan pajak UKM sudah berusia enam bulan, namun penerimaan PPh final ini terbilang masih minim. Ditjen Pajak beralasan, kurangnya sumber daya manusia untuk memungutnya menjadi kendala minimnya sulitnya meraup pajak.
Selain itu, infrastruktur untuk memungut pajak ke pengusaha UMKM ini juga masih belum sempurna. Padahal meskipun perhitungan lebih mudah, pembayaran pajak UKM saat ini sudah bisa melalui anjungan tunai mandiri (ATM) perbankan.
Menurut Pengamat Perpajakan dari Universitas Indonesia Darussalam optimis, kebijakan ini bisa mendorong penerimaan negara dari sektor perpajakan terdongkrak naik. Mengingat jumlah pengusaha kecil yang berpenghasilan di bawah Rp 4,8 miliar cukup besar di Indonesia. Dia juga yakin, penerimaan perpajakan tahun 2014 bisa dikejar bila pemerintah bisa mendongkrak penerimaan dari pajak UKM ini.