Harian Kompas, 25 May 2016
Asumsi Repatriasi Pajak Kementerian Keuangan Belum Menyakinkan
JAKARTA, KOMPAS - Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Pengampunan Pajak antara Kementerian Keuangan dan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat berlangsung tertutup di salah satu hotel di Jakarta, Selasa (24/5). Pembahasan tertutup akan dilanjutkan Rabu ini.
Pembahasan secara teknis dan formal tentang Rancangan Undang-Undang tentang Pengampunan Pajak baru dimulai antara Kementerian Keuangan dan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Senin (23/5). Pembahasan saat itu berlangsung terbuka di ruang kerja Komisi XI DPR.
Namun, sebagaimana disebutkan Ketua Komisi XI DPR Ahmadi Noor Supit dalam rapat tersebut, pembahasan dalam beberapa sesi berikutnya akan berlangsung tertutup di tingkat panitia kerja.
Pembahasan Selasa kemarin berlangsung tertutup. Panitia kerja yang terdiri dari wakil Kementerian Keuangan dan Komisi XI DPR dilaporkan hadir. Mewakili Kementerian Keuangan antara lain Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi. Sementara sejumlah anggota panitia kerja dari Komisi XI DPR juga hadir.
Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Andreas Eddy Susetyo, menyatakan, pembahasan berlangsung tertutup sesuai dengan pernyataan Ketua Komisi XI DPR Ahmadi Noor Supit. Meski demikian, pada waktu-waktu tertentu akan ada rapat terbuka agar media bisa mengikuti perkembangan.
Pembahasan tertutup bukan sekali ini saja terjadi. Sebelumnya, sejumlah pembahasan tentang isu lain di DPR juga dilakukan tertutup atas alasan adanya data atau keterangan yang sifatnya tidak untuk dipublikasikan. Ini tidak hanya terjadi di Komisi XI, tetapi juga di perangkat DPR yang lain.
Andreas menolak memberikan keterangan tentang materi pembahasan. Namun, secara pribadi, ia ingin menyoroti asumsi Kementerian Keuangan tentang jumlah uang tebusan pengampunan pajak berikut repatriasi modal.
"Menurut saya, asumsi itu belum menyakinkan. Jadi, nanti pada rapat berikutnya saya ingin meminta penjelasan dari pemerintah tentang asumsi itu. Ini penting karena menyangkut kredibilitas pemerintah dan DPR," ujar Andreas.
Perbedaan asumsi
Kementerian Keuangan memproyeksikan penerimaan pajak dari uang tebusan tahun ini mencapai Rp 165 triliun. Adapun repatriasi dana yang benar-benar akan masuk ke sistem keuangan nasional mencapai Rp 1.000 triliun.
Sementara asumsi Bank Indonesia jauh lebih rendah. Uang tebusan senilai Rp 53,4 triliun dan repatriasi modal Rp 560 triliun.
Asumsi jumlah uang tebusan dan repatriasi modal, menurut Andreas, penting dibicarakan pada awal pembahasan. Alasannya, ini menentukan perubahan target pendapatan pajak yang akan diakomodasi dalam revisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016. "Dan yang penting juga, kalau meleset jauh, pertaruhannya adalah kredibilitas pemerintah dan DPR. Jadi, asumsi ini mesti kuat dasarnya," kata Andreas.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menyatakan, Kementerian Keuangan mesti realistis memasang asumsi jumlah uang tebusan yang akan diterima negara berikut repatriasi modal. "Jangan sampai meleset jauh. Lebih baik moderat. Jadi, kalaupun realisasinya di atas asumsi, tidak masalah," kata Prastowo.
Prastowo mengingatkan agar pemerintah benar-benar menyiapkan pengawasan dan penggalian potensi pajak setelah pengampunan pajak. "Pengampunan akan efektif kalau ada sinyal bahwa pemerintah tegas menegakkan hukum setelah program berakhir," kata Prastowo.