Berita Pajak
Repatriasi Modal untuk Mengatasi Kemiskinan
Harian Kompas, 20 April 2016
"Kalaupun pengampunan pajak memang jadi dilakukan, repatriasi modal harus diatur dari hulu sampai hilir. Tidak bisa sekadar diampuni dan diwajibkan membayar tebusan dengan diskon lalu dibebaskan masuk sesukanya," kata Kepala Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Revrisond Baswir dalam keterangan pers di Jakarta, Selasa (19/4).
Acara tersebut digelar Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), yang membahas Wacana Program Pengampunan Pajak.
Pengaturan di hilir yang dimaksud Revrisond adalah pada penempatan modal dari repatriasi. Prinsipnya, pemerintah berhak mengarahkan dana itu ke sejumlah skema. Dasarnya untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia, terutama mengatasi kemiskinan dan mengurangi ketimpangan ekonomi. Peserta program pengampunan pajak bebas memilih skema tersebut.
Skemanya, saran Revrisond, bisa didasarkan atas aspek kewilayahan, sektoral, dan desa-kota. Misalnya, untuk repatriasi modal yang akan digunakan untuk membangun infrastruktur, pemerintah mesti mengarahkan dana tersebut ke daerah-daerah timur Indonesia dan untuk ketahanan pangan.
"Kalau tak diarahkan penempatannya, saya khawatir infrastruktur yang dibangun tidak banyak menyentuh persoalan kemiskinan dan ketimpangan. Namun, hanya dinikmati kalangan pemodal sendiri dan orang-orang kaya. Jadi, skemanya bisa dicari agar keuntungan bagi pemodal tetap menarik, tetapi juga bermanfaat untuk masyarakat," tutur Revrisond.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) melalui perusahaan profesional telah menyurvei 200 pengusaha besar Indonesia pada 2015. Hasilnya, total aset yang akan dilaporkan dalam program pengampunan pajak diperkirakan sekitar Rp 2.000 triliun.
Wakil Ketua Umum Apindo Suryadi Sasmita memperkirakan, repatriasi modal yang akan mengalir ke dalam negeri menyusul program pengampunan pajak lebih dari Rp 1.000 triliun. Sebagian besar akan ditanamkan dalam bentuk investasi langsung. Sisanya 20 persen hingga 30 persen masuk ke sektor keuangan.
"Tidak perlu diatur-atur penempatannya. Pengusaha tahu ke mana akan menempatkannya. Yang jelas akan ada penciptaan lapangan kerja sekitar 1 juta orang dari investasi tersebut," kata Suryadi.
Pembiayaan
Secara terpisah, Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian Badan Usaha Milik Negara Aloysius K Ro mengatakan, dana-dana dari luar negeri yang masuk ke Indonesia melalui pengampunan pajak dapat diinvestasikan ke sektor perbankan.
Dana investasi infrastruktur yang dibiayai perbankan sekitar Rp 400 triliun hingga Rp 500 triliun. Di sisi lain, kebutuhan investasi infrastruktur mencapai Rp 5.000 triliun.
Dengan dana-dana dari luar yang diinvestasikan di sektor perbankan, diharapkan perbankan dapat membiayai program pembangunan infrastruktur dan sektor riil lain.
Selain itu, lanjut Aloysius, dana-dana dari luar itu dapat juga dimanfaatkan untuk membeli obligasi yang diterbitkan BUMN untuk pembiayaan.