Berita Pajak
Optimistis Pajak Tercapai
Harian Kompas, 24 August 2018
Optimisme itu berlandaskan realisasi penerimaan pajak per 20 Agustus 2018 yang sebesar Rp 760,57 triliun.
“Capaian ini sudah 53,41 persen dari target realisasi pajak dalam APBN 2018. Kontribusi penerimaan pajak terbesar dari sektor industri perdagangan yang menyumbang 29,75 persen,” ujar Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Robert Pakpahan di Tangerang, Banten, Kamis (23/8/2018).
Untuk menjaga tren positif ini, Ditjen Pajak akan mengoptimalkan implementasi dua program penting, yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 tentang tarif pajak usaha mikro, serta percepatan restitusi pajak. Di dalam PP Nomor 23 Tahun 2018 juga ditetapkan pajak penghasilan (PPh) final bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) sebesar 0,5 persen. Penurunan tarif dari 1 persen menjadi 0,5 persen diyakini mengurangi beban pajak sehingga pelaku usaha bisa mengembangkan usaha mereka.
“UMKM adalah tulang punggung perekonomian bangsa sehingga harus disokong untuk berkembang. Dengan membantu UMKM memanfaatkan tarif 0,5 persen, diharapkan basis-basis UMKM lain tumbuh dan bermunculan,” kata Robert.
Adapun percepatan restitusi pajak, lanjut Robert, digenjot untuk meningkatkan kemudahan berusaha dan menggairahkan perekonomian nasional. Dengan percepatan restitusi pajak, kepastian hukum diharapkan meningkat, kemudahan berusaha membaik, dan administrasi perpajakan lebih efisien.
Restitusi adalah pengembalian atas kelebihan pajak yang telah dibayarkan wajib pajak. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Aturan pelaksanaannya berupa peraturan menteri keuangan (PMK).
Robert meyakini, proyeksi penerimaan pajak 2019 -sebesar Rp 1.572,3 triliun- merupakan target realistis. Dengan demikian, pertumbuhan penerimaan pajak dari proyeksi realisasi 2018 harus mencapai 16,4 persen.
Terkait penerimaan pajak, mutu pemeriksaan akan ditingkatkan. Pengawasan kepatuhan perpajakan antara lain melalui implementasi pertukaran informasi keuangan secara otomatis (AEOI), mulai September 2018.
Bea dan cukai
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi juga optimistis target penerimaan Bea dan Cukai tahun ini bisa tercapai. “Kinerja organisasi semakin sehat, ditopang kepatuhan perpajakan yang semakin baik,” ujarnya.
Pada 1 Januari-31 Juli 2018, Ditjen Bea dan Cukai mengumpulkan penerimaan Rp 92,88 triliun atau 47,85 persen dari target tahun ini yang sebesar Rp 194,10 triliun. Jumlah itu terdiri dari penerimaan Bea Masuk Rp 21,42 triliun, penerimaan Bea Keluar Rp 3,91 triliun, dan penerimaan Cukai Rp 67,55 triliun.
Secara terpisah, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudistira Adhinegara berpendapat, target pajak 2019 tidak realitis. Sebab, kinerja industri manufaktur tengah menurun, dengan pertumbuhan hanya 3,9 persen pada triwulan II-2018.
“Padahal, kontribusi industri manufaktur cenderung yang terbesar dari sektor penerimaan pajak lainnya dengan kontribusi 20 persen terhadap produk domestik bruto,” ujarnya.
Optimalkan realisasi
Rancangan APBN 2019 dinilai realistis dengan kondisi perekonomian saat ini. Namun, pemerintah perlu mengoptimalkan realisasi APBN 2019.
Hal itu mengemuka dalam diskusi publik yang digelar Komisi Anggaran Independen, merespons RAPBN 2019 di Tjikini Lima, Cikini, Jakarta, Kamis.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, penyusunan RAPBN 2019 cukup realistis, moderat, dan mengakui tantangan perekonomian global. Asumsi makro menempatkan pertumbuhan ekonomi 5,3 persen, inflasi 3,5 persen, dan nilai tukar Rp 14.400 per dollar AS.
“Asumsi makro cukup memperhatikan kondisi ekonomi saat ini dan proyeksi ekonomi yang akan datang,” ujar Prastowo.
Staf Khusus Presiden RI Ahmad Erani Yustika menyampaikan, masih banyak tantangan perekonomian yang akan dihadapi. Pemerintah terus berupaya menyusun anggaran yang mampu mendorong stabilitas rupiah dengan menjaga defisit APBN.