Berita Pajak
Bank agar Buka Rekening Nasabah
Harian Kompas, 17 March 2014
”Kalau ada data rekening, kan, tidak bisa bohong,” kata Fuad di sela-sela acara Lembaga Penjamin Simpanan di Nusa Dua, Bali, akhir pekan lalu.
Ia mencontohkan, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak memantau pembayaran pajak oleh wajib pajak pribadi. Jika wajib pajak pribadi itu dinilai memiliki usaha yang bagus dengan keuntungan usaha yang besar, muncul indikasi kecurangan jika pajak yang dibayarkan sangat kecil atau malah tidak membayar pajak sama sekali.
”Tentu kami memiliki informasi yang memunculkan indikasi itu. Data bisa dipastikan juga dari izin usaha ataupun pemberitaan media. Dengan indikasi demikian, kami akan meminta bank untuk membuka data rekening nasabah yang bersangkutan,” kata Fuad.
Salah satu sektor yang cukup sulit dipastikan soal datanya adalah pertambangan. Mestinya, data mengenai usaha pertambangan ada di pemerintah pusat dan daerah. Kenyataannya, kata Fuad, tidak ada.
Keinginan Dirjen Pajak itu melampaui praktik yang ada saat ini. Sekarang, setiap indikasi yang memerlukan pengecekan rekening bank harus melalui rantai Ditjen Pajak, kemudian Kementerian Keuangan, selanjutnya Bank Indonesia, baru ke pihak bank. Selain itu, biasanya juga melalui penetapan pengadilan.
”Yang paling ideal, sebenarnya, saat ada indikasi, Ditjen Pajak bisa langsung ke Otoritas Jasa Keuangan, kemudian masuk ke bank,” kata Fuad. Saat ini, pengaturan dan pengawasan mikroprudensial bank ada di tangan Otoritas Jasa Keuangan.
Fuad berharap bisa memasukkan poin mengenai pemeriksaan rekening nasabah yang terindikasi tidak membayar pajak ini dalam Undang-Undang Perbankan, yang sedang direvisi.
Ketua Umum Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit Pramono yang ditemui di Nusa Dua secara terpisah menyampaikan, upaya Ditjen Pajak mengakses data perbankan tidak bisa diubah tiba-tiba, dari yang sebelumnya sangat ketat menjadi longgar. Harus ada alasan jelas untuk membuka data rekening bank.
Sigit mengatakan sudah berdiskusi dengan beberapa pihak dari kalangan perbankan. ”Intinya, mengakses rekening itu tidak secara umum, tidak untuk semua data rekening. Harus kasus per kasus,” ujar Sigit.
Perbankan mendukung langkah Ditjen Pajak untuk memeriksa obyek pajak. Namun, harus ada alasan jelas sebelum meminta bank membuka data rekening nasabah. Dengan demikian, tidak akan ada penyalahgunaan data nasabah oleh pihak yang mencoba mengambil keuntungan dari hal itu.
Fuad mengakui, Ditjen Pajak memang tidak akan berupaya membuka semua rekening nasabah di bank. Hanya nasabah yang data pembayaran pajaknya terindikasi tidak sesuai.
Fuad belum lama ini mengakui bahwa potensi penerimaan pajak dari pajak perseorangan atau pribadi belum tergali maksimal. Padahal, potensi penerimaan pajak perseorangan yang belum tergali ini sedikitnya Rp 150 triliun.
”Ada 40 juta warga yang telah mampu membayar pajak, tetapi belum membayar. Potensinya diperkirakan minimal Rp 150 triliun,” ujar Fuad.