Harian Kompas, 28 September 2016
Sebagian Besar Aset di Luar Negeri Belum Diikutkan
JAKARTA, KOMPAS — Partisipasi pengampunan pajak melesat dalam sembilan hari terakhir. Sampai dengan Selasa (27/9) pukul 22.00, sebanyak 205.006 wajib pajak berpartisipasi dengan aset mencapai Rp 2.512 triliun. Namun, aset di luar negeri yang dilaporkan sangat kecil dibandingkan potensinya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam keterangan pers di Jakarta, kemarin, menyatakan, pemerintah tetap mengharapkan peningkatan repatriasi. Sejumlah kebijakan telah diterbitkan untuk melancarkan arus repatriasi. Salah satunya dengan merevisi ketentuan tentang perusahaan cangkang.
Sebelumnya, perusahaan cangkang harus dibubarkan jika wajib pajak mengikuti program pengampunan pajak. Belakangan, ketentuan ini direvisi sehingga perusahaan cangkang tidak harus dibubarkan.
Kementerian Keuangan juga melonggarkan beberapa ketentuan lain, di antaranya soal administrasi. Wajib pajak yang telah mendeklarasikan harta dan membayar uang tebusan pada periode pertama bisa melengkapi bukti-bukti pendukung sampai dengan 31 Desember 2016.
”Jadi, saya tetap mengharapkan terjadi repatriasi yang cukup besar sehingga bisa meningkatkan potensi kegiatan ekonomi Indonesia,” kata Sri Mulyani.
Program pengampunan pajak baru dimulai secara efektif per 19 Juli 2016. Sosialisasi program itu juga baru dilakukan pada waktu yang sama secara paralel. Sementara sejumlah aturan pelaksanaan juga baru terbit pada akhir Juli dan Agustus. Bahkan, sejumlah revisi dan penyempurnaan masih dilakukan pada September 2016.
Alhasil, tingkat partisipasi berikut nilai aset yang dilaporkan sampai dengan awal September masih sangat kecil. Per 9 September 2016, misalnya, baru 46.426 wajib pajak berpartisipasi dengan total aset senilai Rp 358 triliun. Pada saat itu, pertumbuhan dari hari ke hari cenderung landai.
Peningkatan partisipasi baru terasa signifikan pada pertengahan September. Per 18 September, akumulasi wajib pajak yang berpartisipasi meningkat menjadi 87.970 orang. Nilai aset yang dilaporkan juga naik menjadi Rp 1.011 triliun.
Tingkat partisipasi kian melesat dalam sembilan hari terakhir dengan 117.036 wajib pajak berpartisipasi. Adapun aset yang dideklarasikan dalam sembilan hari terakhir mencapai Rp 1.501 triliun.
Secara akumulatif, peserta program pengampunan pajak mencapai 205.006 wajib pajak dengan aset Rp 2.512 triliun. Uang tebusan pun melambung, dari Rp 16,8 triliun per 18 September menjadi Rp 73,3 triliun per 27 September.
Meski demikian, data Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menunjukkan, pelaporan aset yang selama ini ditempatkan di luar negeri masih sangat kecil dibandingkan dengan potensinya. Kajian lembaga konsultan manajemen McKinsey menyebutkan, aset warga negara Indonesia (WNI) yang ditempatkan di luar negeri Rp 3.250 triliun.
Data DJP sampai dengan Selasa pukul 22.00, kombinasi realisasi repatriasi dan deklarasi aset di luar negeri adalah Rp 794 triliun atau baru 24 persen. Rinciannya, Rp 128 triliun direpatriasi dan Rp 666 triliun sekadar dideklarasikan.
Terkait aset WNI di Singapura saja, realisasi dalam program pengampunan pajak jauh lebih kecil. Sampai dengan 26 September, repatriasi aset WNI dari Singapura Rp 39,47 triliun. Pada periode yang sama, aset WNI di Singapura yang dideklarasikan Rp 336,39 triliun. Gabungan repatriasi dan deklarasinya mencapai Rp 375,86 triliun.
Studi McKinsey menyebutkan, sekitar 80 persen aset WNI di luar negeri ditempatkan di Singapura dengan nilai Rp 2.600 triliun. Artinya, aset WNI yang dilaporkan, baik sebatas deklarasi maupun repatriasi, baru 14 persen.
Informasi dari pengusaha, menurut Sri Mulyani, sebagian aset yang disebutkan ditempatkan di luar negeri tersebut sebenarnya sudah ada di dalam negeri. Namun, keberadaannya kerap kali salah dicatatkan sebagai milik orang lain.
Sri Mulyani mengatakan, bisa memahami sikap pemilik aset yang tidak merepatriasi seluruh asetnya. Aset yang tidak direpatriasi
itu di antaranya aset tetap atau perusahaan yang dipertahankan keberadaannya di luar negeri untuk kebutuhan dunia usaha.
”Kalaupun harta itu akan tetap di luar untuk kebutuhan bisnis, silakan. Kami mengharapkan repatriasi lebih besar. Tujuannya untuk kebutuhan ekonomi Indonesia, yakni membangun infrastruktur, menciptakan lapangan kerja yang lebih baik, dan mengurangi angka kemiskinan. Kami butuh sumber daya yang makin besar,” paparnya.
Perlu waktu
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan P Roeslani menyatakan, pengusaha memerlukan waktu yang agak lama untuk mengikuti program pengampunan pajak. Semula, pengusaha ragu-ragu karena masih ada faktor ketidakpercayaan, pemahaman yang masih dangkal, dan kendala teknis.
”Sekarang, mereka merasa nyaman dan yakin. Awalnya, ragu-ragu. Ternyata Presiden pasang badan. Menteri Keuangan juga lebih solid. Deklarasi dan repatriasi akan terjadi kalau ada kepercayaan. Kalau itu tidak ada, tidak mungkin terjadi. Ini sekarang menguat karena sudah ada kepercayaan kepada pemerintah,” katanya, seusai menyerahkan surat penyerahan harta sebagai salah satu syarat mengikuti program pengampunan pajak, kemarin.
Selain Rosan, sejumlah unsur pimpinan Kadin Indonesia juga mengikuti program pengampunan pajak.
Di Surabaya, Jawa Timur, CEO Maspion Group sekaligus Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Jawa Timur Alim Markus meminta semua pengusaha di Jatim berpartisipasi dalam program pengampunan pajak. Melalui program pengampunan pajak, pengusaha berpartisipasi memperbaiki masa depan bangsa. ”Saya mau jadi panutan bagi pelaku bisnis di Jatim,” kata Alim, Selasa.
Kemarin, Alim menerima surat keterangan sudah mengikuti pengampunan pajak. Dia melaporkan sejumlah properti, seperti rumah dan apartemen di Singapura dan Hongkong.
Menurut Kepala Kantor Wilayah DJP Jatim I Estu Budiarto, animo masyarakat, termasuk pengusaha, di Surabaya untuk mengikuti pengampunan pajak tinggi. Hingga kemarin, Kanwil DJP Jatim I menerima uang tebusan Rp 5,2 triliun dengan jumlah pelapor sekitar 13.000 orang.
Sementara Kepala Bidang Pelayanan, Penyuluhan, dan Humas Kanwil DJP Sumatera Utara I Marslinus Simbolon menyebutkan sudah menerima uang tebusan pengampunan pajak Rp 2,84 triliun dengan aset yang dilaporkan Rp 95,83 triliun. Menurut dia, uang tebusan yang diterima melalui Kanwil DJP Sumut 1 merupakan yang terbesar di luar Jawa.