Harian Kontan, 22 February 2016
JAKARTA. Kebijakan Bank Indonesia (BI) kembali menurunkan tingkat suku bunga acuan alias BI Rate sebesar 25 basis poin (bps) dari 7,25% menjadi 7% mendapat sambutan positif dari pengembang properti. Penurunan suku bunga yang beruntun sejak Januari 2016 ini, diharapkan bisa segera direspon oleh perbankan dengan memangkas suku bunga kredit.
Penurunan suku bunga kredit ini diharapkan bisa mendongkrak dua aktivitas bisnis properti sekaligus. Pertama bisa mendongkrak aktivitas penjualan properti khususnya untuk tempat tinggal atawa residensial.
Terutama jika perbankan segera memangkas suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR) juga pemilikan apartemen (KPA). Saat bunga kredit turun, maka angsuran yang harus ditanggung oleh kreditur ikut turun. "Biaya cicilan properti akan menjadi terjangkau," kata Wakil Presiden Direktur PT Bukit Sentul City Tbk Andrian Budi Utama kepada KONTAN, (21/2).
Kondisi ini bisa meningkatan daya beli masyarakat. Masyarakat yang semula ragu untuk membeli rumah atau apartemen memakai kredit diharapkan segera merealisasikan rencana pembelian.
"Diharapkan merangsang konsumen membeli properti secara kredit," imbuh Direktur Keuangan PT Greenwood Sejahtera Tbk Bambang Dwi Yanto, Ahad (21/2).
Bambang berharap kebijakan penurunan BI Rate tidak berhenti di 7%. Sebab di level ini masih relatif berat bagi bank untuk memangkas bunga kredit mereka.
Dalam hitungan Bambang, BI rate yang ideal bisa turun lagi sebesar 1% menjadi 6,5% sampai akhir 2016. Menurutnya, di level ini, bunga kredit properti dan kredit konstruksi menjadi lebih terjangkau. "Sebab BI Rate tidak pernah berlaku secara transaksi di level konsumen. Perbankan pasti menambahkan dengan hitungan lainnya," kata Bambang.
Insentif lain
Agar minat masyarakat untuk membeli properti makin meningkat, Bambang berharap pemerintah juga menambahkan insentif lain, misalnya pengurangan tarif pajak.
"Kami masih berharap pemerintah akan memberikan kemudahan atau penurunan pada transaksi properti. Misalnya, (menurunkan atau menghapuskan) tarif Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPn BM)," ujar katanya.
Ferry Salanto, Research Division Manager Colliers International Indonesia berpendapat, suku bunga hanya salah satu katalisator untuk menggairahkan bisnis properti. Sebab, sektor properti sangat sensitif terhadap besaran bunga.
Karena itu properti membutuhkan suku bunga yang murah untuk bisa mendongkrak pertumbuhan bisnisnya. "Saat ini terlalu tinggi," kata Ferry.
Karena itulah Andrian berharap perbankan juga segera memangkas bunga kredit untuk pengembang. Dengan cara ini pengembang juga getol menggarap proyek baru.
Sementara Ferry mengingatkan, otoritas perbankan juga perlu melonggarkan aturan penyaluran kredit. Selama ini bank hanya boleh mendanai pembelian properti atawa loan to value (LTV) maksimal 80% dari harga rumah. Dengan meningkatkan LTV maka beban yang harus di tanggung konsumen untuk membayar uang muka kredit rumah bisa menjadi lebih ringan.
Selain bisa merangsang pembelian rumah, penurunan BI Rate yang diikuti penurunan bunga deposito perbankan bisa merangsang investasi properti. Wakil Ketua Umum Persatuan Perusahaan Real Estate Indonesia (REI) Adri Istambul Linggagayo percaya kondisi ini akan menggairahkan bisnis properti. Ia memprediksi omzet bisnis properti bisa tumbuh 30% tahun ini.