Harian Kompas, 19 April 2016
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi akan tetap memantau perkembangan nama-nama pejabat negara yang masuk dalam Panama Papers sebagai pemilik perusahaan di negara-negara aman dari perlindungan pajak (tax haven).
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, Senin (18/4), di Jakarta, mengatakan, ada banyak alasan seseorang membuat perusahaan offshore atau cangkang sehingga belum tentu semuanya dilandasi alasan untuk menghindari pajak atau indikasi korupsi.
Oleh karena itu, kata Saut, KPK perlu waktu untuk memetakan orang-orang yang namanya masuk dalam Panama Papers. Dokumen itu memuat 11,5 juta dokumen finansial, yang mengungkap praktik penghindaran pajak secara global.
Dokumen itu di antaranya memuat tiga nama pejabat negara, yaitu Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Harry Azhar Azis serta dua anggota DPR, yaitu politikus Partai Nasdem Johnny G Plate dan politisi Partai Golkar Airlangga Hartarto (Kompas, 12/4).
"Langsung atau tak langsung, KPK akan mengikuti perkembangannya, apakah lewat LHKPN (laporan harta kekayaan penyelenggara negara) atau lainnya. Jangan lupa KPK masuk lewat pintu korupsi sehingga perlu bukti," kata Saut.
Saut mengaku KPK akan tetap skeptis dan kritis menanggapi nama-nama pejabat yang masuk Panama Papers. Dia juga menegaskan, kendati pejabat negara harus melaporkan hartanya dalam LHKPN, bukan jaminan tak terjadi korupsi. LHKPN bukan legitimasi tak terjadi korupsi. Dengan kata lain, ada atau tidak LHKPN, KPK tetap menaruh perhatian atas potensi korupsi.
Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Anang Iskandar menambahkan, Polri terus mencermati pengusutan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan terkait dugaan penyelewengan pajak pejabat negara. Apabila ada dugaan pelanggaran pidana yang dilakukan, dua instansi penegak hukum tersebut akan menyelidiki kasus tersebut.
Menurut Anang, pihaknya terlibat langsung dalam tim optimalisasi pajak di bawah koordinasi Ditjen Pajak. Oleh karena itu, kepolisian akan mengawasi pihak-pihak yang diduga menghindari pembayaran pajak serta menindaknya.
Jaksa Agung HM Prasetyo juga melakukan komunikasi terkait dugaan pelanggaran pajak yang dilakukan pejabat negara. Pihaknya mendukung Ditjen Pajak sebagai koordinator pengusutan dugaan penyelewengan pajak.
Secara terpisah, Airlangga mengatakan, tugas pemerintah sekarang mendalami dan menelaah Panama Papers ataupun data Kementerian Keuangan tentang wajib pajak yang menyimpan asetnya di luar negeri.
"Kalau terkait aset hasil korupsi atau pencucian uang, itu sudah hukum yang berlaku. Kalau masalahnya dengan hukum, kemungkinan pidana, silakan didalami," ujar Airlangga.