Berita Pajak
Memburu Wajib Pajak yang Tak Ikut Amnesti
Harian Kontan, 22 September 2017
Tapi, berbeda program dengan tahun 2016, aparat pajak kini memburu wajib pajak yang tak ikut program amnesti pajak. Meskipun, aturan ini adalah turunan dari pasal 18 atas Undang-Undang Pengampunan Pajak No 11/2016.
Aparat pajak akan menelusuri harta masyarakat yang tak mengikuti amnesti pajak dan belum mencantumkan aset dan hartanya secara benar di surat pemberitahuan alias SPT pajak.
Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Pajak Ditjen Pajak Yon Arsal mengaku aturan ini diharapkan bisa mendongkrak penerimaan pajak di 2017 dan 2018. Apalagi, realisasi penerimaan pajak hingga pertengahan September baru 58% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2017 sebesar Rp 1.283,57.
Jika semua lancar, pajak berharap anggaran tahun 2017 tidak harus berhadapat vdengan shortfall yang besar. "Potensinya sudah kami hitung dan signifikan tapi tidak semua bisa direalisasikan tahun ini," kata Yon tanpa merinci besaran target, Rabu (20/9).
Hanya merujuk PP 36/2017, aturan itu berlaku bagi semua wajib pajak. Bagi wajib pajak yang mengikuti amnesti pajak, PP ini berlaku atas harta bersih yang belum atau kurang diungkap, termasuk bagi WP yang tidak memenuhi ketentuan pengalihan dan repatriasi harta. Sementara bagi wajib pajak yang tidak mengikuti amnesti pajak, PP ini menyasar harta bersih yang belum dilaporkan dalam SPT PPh.
Ditjen Pajak tidak akan membabi buta menelusuri harta wajib pajak.
Hanya, menurut Yon, Ditjen Pajak akan menggunakan PP ini secara bertahap. Mereka juga tidak ada target nominal yang harus tercapai.
Tahap awal, Ditjen Pajak fokus pemeriksaan pada wajib pajak yang tidak mengikuti program pengampunan pajak. Pasalnya, pemerintah ingin bertindak adil, karena peserta tax amnesty sudah membayar pajak tambahan.
Pemeriksaan akan dilakukan atas SPT yang sudah terdata di Ditjen Pajak. Data di SPT akan dibandingkan dengan database yang sudah dihimpun Ditjen Pajak dari instansi lain.
Potensi Rp 50 triliun
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Hestu Yoga Saksama menambahkan, dalam peraturan baru ini, sesuai Pasal 5 ayat 2, penilaian harta kas setara kas menggunakan nilai nominal, tapi untuk selain kas dan setara kas, maka penilaian harta akan menggunakan acuan Ditjen Pajak sesuai kondisi harta tersebut.
"Kami punya acuan-acuan. Misalnya nilai-nilai di NJOP (nilai jual obyek pajak) untuk tanah dan bangunan dan NJKP (nilai jual kena pajak) untuk kendaraan," terang Hestu. Harta tersebut akan dihitung secara official asses-sment. Ini artinya, aparat pajak akan bersifat aktif dalam menentukan besaran harta atau aset yang dimiliki wajib pajak.
Meski begitu, kata Hestu, kantor pajak tidak akan membabi buta. "Ini tidak akan eksestif. Kami gunakan standar hukum, untuk barang yang ada nilai resmi sehingga tidak sembarangan," katanya.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo melihat PP 36/2017 bisa menambah penerimaan pajak tahun ini. Hanya tidak akan maksimal. Ini mengingat jangka waktu tiga bulan terlalu singkat untuk bisa mengeksekusi seluruh potensi menjadi fresh money. "Saya kira kalau Rp 40 triliun-Rp 50 triliun ada potensi, tetapi sulit direalisasikan 2017," katanya.