Berita Pajak
Pengampunan Pajak Diandalkan
Harian Kompas, 22 February 2016
JAKARTA, KOMPAS — Uang tebusan dari program pengampunan pajak bisa diandalkan menambah pendapatan negara tahun ini. Dengan demikian, kesuksesan pelaksanaan program tersebut akan memengaruhi alokasi belanja dan defisit APBN 2016. Dalam APBN 2016, pendapatan ditargetkan Rp 1.822,5 triliun.
Adapun anggaran belanja Rp 2.095,7 triliun. Maka, terjadi defisit anggaran Rp 273,2 triliun atau 2,15 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro melalui sambungan telepon dari Kanada, Minggu (21/2), menegaskan, penerimaan pendapatan negara tahun ini diperkirakan Rp 290 triliun di bawah target.
Hal ini akibat penerimaan negara dari minyak bumi dan komoditas yang tinggi. Target pajak juga terlalu tinggi.
"Supaya APBN 2016 lebih realistis dan akurat, kita ingin melihat dulu implementasi program pengampunan pajak. Tentu ini bergantung juga pada penyelesaian pembahasan Undang-Undang tentang Pengampunan Pajak. Kita akan lihat pada bulan-bulan pertama pelaksanaannya sebelum bisa menentukan pendapatan negara yang lebih realistis," tutur Bambang.
Untuk itu, Bambang berharap pembahasan UU tentang Pengampunan Pajak dilakukan secepat mungkin. "Kalau bisa, pada masa sidang ini. Tapi, kita harus mengikuti dinamika politik yang terus terjadi," kata Bambang.
Salah satu skenario terburuk untuk APBN 2016 adalah penerimaan dari program pengampunan pajak jauh lebih kecil daripada proyeksi. Kementerian Keuangan pernah memproyeksikan penerimaan dari program tersebut adalah Rp 150 triliun-Rp 200 triliun.
Jika penerimaan dari program pengampunan pajak sangat kecil, anggaran belanja harus dipotong. Sasaran pemotongan adalah belanja operasional yang tak efisien dan anggaran belanja lain yang tidak diprioritaskan.
"Jika harus menambah utang, diusahakan seminimal mungkin. Tapi, kita akan gunakan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran tahun 2015 senilai Rp 20 triliun," kata Bambang.
Dihapus
Pengampunan pajak adalah program yang menghapuskan tunggakan, sanksi, dan pidana pajak. Syaratnya, wajib pajak melaporkan harta yang selama ini tak dilaporkan. Kalaupun dilaporkan, datanya dimanipulasi.
Untuk itu, disyaratkan uang tebusan. Dalam rancangan UU tentang Pengampunan Pajak, skema uang tebusan didasarkan pada masa keikutsertaan, yakni triwulan I-2016, triwulan II-2016, dan semester II-2016. Uang tebusan itu masing-masing 2 persen, 4 persen, dan 6 persen dari total harta yang dilaporkan.
Khusus untuk dana yang direpatriasi, tebusannya 1 persen, 2 persen, dan 3 persen.
Guru Besar Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Gunadi berpendapat, Direktorat Jenderal Pajak sebaiknya mengedepankan cara-cara persuasif untuk menjamin kesuksesan program pengampunan pajak. Ditjen Pajak sebaiknya mengantongi data harta yang tak dilaporkan berikut wajib pajaknya.