Berita Pajak
Penggelapan Pajak Tak Tergarap
Harian Kompas, 25 November 2013
"Problem kita, tak ada orang. Pemerintah tidak memikirkan DJP (Direktorat Jenderal Pajak) dari dulu. DJP masak hanya ada 4.000 pemeriksa. Mestinya ada 30.000 baru bisa periksa penanaman modal asing (PMA), tambang dan sebagainya,"kata Direktur Jenderal Fuad Rahmany di Jakarta, Minggu (24/11).
Tahun 2012, DJP menemukan indikasi penggelapan pajak pada perusahaan multinasional. Dari 7.000 perusahaan terdaftar di kantor pelayanan pajak (KPP) khusus PMA, 4.000 perusahaan ditengarai menggelapkan pajak. Indikasinya, perusahaan membuat pembukuan keuangannya merugi sehingga bebas bayar pajak. Namun, anehnya, perusahaan terus beroperasi.
dari 4.000 perusahaan multinasional yang terindikasi menggelapkan pajak itu, kata Fuad, hanya 132 perusahaan yang diperiksa. Ini yang bisa dilakukan karena KPP khusus PMA hanya memiliki 30 pemeriksa.
Idealnya, satu tim yang terdiri atas 3 pemeriksa memeriksa delapan perusahaan selama setahun. Jika di KPP khusus PMA saja, misalnya, perlu 3.000 perusahaan yang diperiksa, maka dibutuhkan 1.125 pemeriksa di unit itu saja. Belum yang dibutuhkan di sektor pertambangan dan perkebunan.
Perekrutan lambat
Saat ini, ada 4.300 pemeriksa yang tersebar di sejumlah kantor pajak diseluruh Indonesia. Idealnya, menurut Fuad, jumlahnya adalah 30.000 pemeriksa.
Fuad menyesalkan lambatnya perekrutan pegawai pajak akibat jatahnya sedikit sekali. Sejak dua tahun silam, DJP mengajukan tambahan pegawai negeri sipil sebanyak 10.000 orang terutama untuk pemeriksa dan account representative. Untuk tahun 2011 dan 2012 masing-masing sebanyak 5.000 orang.
Namun, jatah yang diberikan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi hanya 200 orang untuk tahun 2011 dan 300 orang untuk tahun 2012. Baru tahun 2013, jatahnya dinaikkan menjadi 3.000 orang. Ini pun bisa mulai bekerja tahun 2014.
Secara terpisah, Direktur Institute for Development of Economics and Finance Enny Sri Hartati berpendapat, penggelapan pajak adalah salah satu bentuk dari ketidaktaatan pajak. Bentuk lainnya, misalnya, adalah pengingkaran dan manupulasi pajak.
"Sebenarnya penyebab utamanya masih debatable. Semua jenis pelanggaran ketidaktaatan dan kebocoran pajak lebih karena rendahnya penegakan hukum atau minimnya petugas pajak,"kata Enny.
Rasio pegawai pajak di Indonesia masih rendah. Saat ini terdapat 32.000 pegawai pajak. Artinya, 1 pegawai pajak mengawasi 7.000 wajib pajak (WP). Padahal idealnya, 1 pegawai pajak mengawasi 500 WP.