Harian Kontan, 11 January 2016
JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) memasukkan rencana pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) dalam revisi Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Dalam revisi UU yang akan dibahas dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada tahun ini, Ditjen Pajak mengajukan dua opsi kewenangan Ditjen Pajak setelah dilepas dari Kementerian Keuangan (Kemkeu).
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Mekar Satria Utama menjelaskan, untuk sementara, nama badan otonom pajak itu adalah Badan Penerimaan Perpajakan (BPP). "Sejauh ini masih ontrack, perangkat regulasi sudah disiapkan," ujar dia ke KONTAN, akhir pekan lalu.
Mekar bilang, jika revisi UU KUP terbit di pertengahan tahun ini, apda tahun 2017, badan ini sudah bisa efektif. Namun jika pembahasan RUU KUP molor hingga akhir 2016, badan baru ini baru berjalan di tahun 2018.
Dia menambahkan, ada beberapa opsi pembentukan badan otonom pajak. Pertama, badan ini tidak hanya bertanggungjawab pada penerimaan pajak, namun juga penerimaan bea dan cukai hingga badan ini disebut Badan Penerimaan Negara (BPN). Kedua, badan ini hanya khusus mengurus penerimaan pajak hingga namanya Badan Penerimaan Perpajakan (BPP).
Agenda lain tentang pembahasan kewenangan badan ini adalah apakah badan ini bisa menarik Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sumber daya alam (SDA). Sebab, BPP memiliki kemampuan besar di sejumlah wilayah Indonesia untuk mengawasi dan menarik royalti setoran pajak.
Draf revisi KUP, Mekar bilang, hanya menyebut ketentuan umum pendirian BPP. Ketentuan lebih teknis akan termuat dalam bentuk Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden. Ketentuan teknis itu antara lain terkait sumber daya manusia (SDM) dan kewenangan, termasuk apakah nanti pegawai Ditjen Pajak akan ditransfer otomatis ke BPP atau dibubarkan dulu dan dilakukan registrasi ulang. "Belum bisa disampaikan definitifnya," katanya.
Mekar bilang, pembentukan badan ini bertujuan meningkatkan penerimaan negara, khususnya perpajakan. Dengan dipisah dari Kemenkeu dan berada di bawah presiden langsung, otoritas pajak bisa lebih fleksibel, seperti dalam merekrut pegawai dan melaksanakan anggaran.
Pengamat Pajak dari Danny Darussalam Tax Center, Darussalam bilang, transformasi Ditjen Pajak menjadi semioutonomous reveneu authority akan membuat independensi terjaga. "Langsung di bawah presiden, tetapi tetap koordinasi dengan Kemkeu, terutama terkait pajak sebagai kebijakan fiskal," katanya.