Berita Pajak
2 Pajak Baru yang Bakal Hantui Transaksi Properti
analisadaily.com, 16 February 2015
Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda mengatakan wacana pajak-pajak baru ini terkait dengan mengejar nilai transaksi properti riil yang selama ini kerap ‘lolos’ karena di lapangan memang sulit mengawasinya. Berikut beberapa rencana pajak properti:
Pajak Properti Barang Mewah (PPnBM) 20%
PPnBM hanya dikenakan untuk properti yang dijual oleh developer dan properti tersebut memenuhi kriteria tertentu di atas. PPnBM tidak dikenakan terhadap transaksi penjualan properti antar perorangan.
Saat ini properti dengan luas 350 m2 atau lebih untuk rumah landed atau 150 m2 untuk apartemen menjadi obyek pengenaan PPnBM. Pembatasan ini dirasakan oleh pemerintah masih belum bisa mengejar target pajak yang ada sehingga akan di-review dengan tambahan kriteria patokan harga per m2.
“Meskipun hal tersebut masih wacana dan memerlukan kajian mendalam, banyak pihak yang telah menyangsikan efektifitas tersebut karena di lapangan akan sulit diterapkan,” katanya seperti dikutip dari situs resminya, Minggu (15/2)
Ali mengatakan faktanya di lapangan, selain masalah harga m2 dalam transaksi, banyak pengembang yang berkelit dengan membangun propertinya di bawah patokan luas bangunan yang ada, misalkan membangun rumah dengan luas 349 m2 atau apartemen 149 m2 yang notabene tidak kena aturan tersebut.
Ia menilai bahwa menurunnya penerimaan pajak properti lebih karena pasar yang sedang melambat. Dengan adanya wacana untuk memperketat pajak bagi properti akan membuat pasar properti menjadi semakin terpuruk bila kebijakannya salah.
Revisi PPh Properti
Selain PPnBM dikenal dengan adanya PPh untuk transaksi barang yang tergolong ‘Sangat Mewah’. Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan tengah menyiapkan revisi terkait obyek pemungutan Pajak Penghasilan (PPh 22) terhadap transaksi barang yang tergolong ‘Sangat Mewah’ ini.
Selama ini, kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 253/PMK/03/2008 tertanggal 31 Desember 2008 tentang Wajib Pajak Badan Tertentu sebagai Pemungut Pajak Penghasilan dari Pembeli atas Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah.
Rumah beserta tanah, semula dalam aturan ditetapkan PPh untuk harga jual atau pengalihan lebih dari Rp 10 miliar dan luas bangunan lebih dari 500 meter persegi, kini menjadi lebih dari Rp 2 miliar dengan luas bangunan lebih dari 400 meter persegi.
Sedangkan apartemen, kondominium, dan sejenisnya, dari patokan harga jual atau pengalihan lebih dari Rp10 miliar atau luas bangunan 400 meter persegi, diusulkan penurunan harga jual menjadi Rp 2 miliar atau luas bangunan lebih dari 350 meter persegi.
“Aturan yang ada, dinilai menggambarkan ketidakmengertian pemerintah dalam hal pasar properti yang ada. Pemerintah harus mempunyai kategorisasi yang mana yang dimaksud kelas menengah mewah,” katanya.
Ia mengatakan bila properti seluas 150 m2 mungkin menjadi barang mewah bila lokasinya di tengah kota, namun apakah berlaku juga kategori tersebut bila ada di luar kota.
Menurut Ali, bila dahulu rumah Rp 2 miliar sudah merupakan barang mewah, namun saat ini mungkin harga tersebut masih termasuk segmen menengah.
“Indonesia Property Watch menilai pengenaan batasan harga properti sangat mewah perlu kajian yang lebih mendalam sebelum benar-benar diimplementasikan karena dampaknya akan sangat mengganggu keseimbangan pasar properti,” katanya.
Ia mengatakan dengan batasan yang ada pasar properti akan semakin terpuruk karena untuk kategori properti Rp 2 miliar termasuk dalam pasar menengah yang gemuk dan tidak dapat dibilang sangat mewah.