Berita Pajak
Mengejar Tax Rasio 13% Tahun Depan, Mungkinkah?
Harian Kontan, 19 Juni 2017
JAKARTA. Tahun depan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu) akan dihadapkan dengan target penerimaan pajak yang baru. Meski angkanya belum diumumkan langsung oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani, jika mengacu pada target pertumbuhan ekonomi pemerintah sebesar 5,2% tahun depan, maka tax ratio maksimal yang didapatkan adalah 11%.
Namun demikian, pandangan 10 fraksi partai politik saat Rapat Paripurna di DPR menyimpulkan bahwa tax rasio harus meningkat 13% tahun depan. Bila demikian, untuk mencapai tax ratio 13% diperlukan penerimaan negara yang lebih banyak lagi.
Hal ini dianggap tidak mungkin oleh Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Ken Dwijugiasteadi. Cara penghitungan tax ratio sendiri menurut Ken yakni peneriman pajak dibagi Produk Domestik Bruto (PDB). Sementara PDB yakni jumlah konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah dan selisih ekspor impor.
"Kalau 13%, harusnya pertumbuhan tidak segitu, kan cuma 5,2% (pertumbuhan ekonominya),” ujar Ken pekan lalu. Ia beranggapan, bila ingin mencari pertumbuhan tax ratio, otoritas pajak tidak boleh menarik pajak secara sembarangan.
“Yang benar itu ya tax ratio 11 persenan itu," kata Ken.
Dalam kesempatan lainnya, Ken juga tak menampik bila tax rasio Indonesia masih kecil dibandingkan negara lain. Untuk diketahui, tax rasio Indonesia selama 2016 sebesar 10,36%. Pemerintah menargetkan tax ratio tahun 2017 ini bisa mencapai 11-12%.
“Kalau saya ditanya tax ratio, PDB Indonesia kan besar. Sementara PDB negara lain kecil. Adapun di negara lain, pajak daerah juga dihitung, tetapi Indonesia tidak. Dulu pajak BPHTB, jasa boga, semua jasa kena pajak di Indonesia,” jelasnya.
Selain itu, menurut Ken ada pula banyak pajak yang dibebaskan, terutama menyangkul Pasal 4A UU PPN, “Saya tidak mengelak tax rasio rendah, tetapi beberapa hal mesti kita perbaiki, kesehatan, jasa pendidikan yang selama ini tidak kena pajak. Beras, jagung, susu, telur, daging, sayuran juga tidak kena,” ucapnya.
Ken memaparkan, pendidikan di APBN porsinya 20% dari pengeluaran, “Kalau pengeluaran Rp 2 ribu triliun, artinya Rp 400 triliun. Pendidikan tidak kena. Bayangkan saja Rp 400 triliun,” kata Ken.
Untuk menggenjot penerimaan pajak tahun depan, Ken mengatakan bahwa DJP belum menyiapkan strategi khusus. Sejauh ini, DJP masih akan mengoptimalkan penggunaan basis data perpajakan yang telah berhasil di dapat dari program tax amnesty.
"Kan tax based-nya (basis data perpajakan) kan meningkat, kami pakai itu saja," ujarnya.