Harian Kontan, 24 June 2016
JAKARTA. Meski Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan keputusan Nomor 3 Tahun 2016 tentang status alat berat bukan termasuk kendaraan bermotor, namun banyak daerah masih menetapkan alat berat sebagai kendaraan bermotor. Pengenaan pajak kendaraan bagi alat berat ini jelas membebani pengusaha tambang yang sedang susah.
Menurut Asosiasi Jasa Pertambangan Indonesia (Aspindo), ada dua belas daerah yang membuat peraturan daerah (Perda) untuk memungut pajak alat berat tersebut. Untuk itu, Apsindo meminta Kementerian Dalam Negeri mencabut Perda tersebut. "Seharusnya keputusan MK bisa menekan Kemdagri mencabut 12 perda," kata Tjahyono Imawan, Ketua Umum Aspindo di Jakarta, Kamis (23/6).
Asal tahu saja, pajak kendaraan bermotor alat berat menambah beban pengusaha, khususnya pengusaha tambang. Apalagi saat ini bisnis tambang lesu. Salah satu perusahaan tambang yang terbebani pajak alat berat itu adalah PT Harmoni Panca Utama di Kalimantan.
Perusahaan tambang yang memiliki 10 kontrak tambang tersebut terbebani pajak alat beratnya yang berjumlah ribuan. "Bukannya kami tak mau bayar pajak, tapi kami ingin ada payung hukum yang jelas atas pajak alat berat itu," kata Reni Purba, Industrial Relation & GA Manager Harmoni Panca Utama.
Reni bilang, dengan kondisi bisnis tambang yang lesu saat ini, separuh dari ribuan alat berat miliknya tidak bisa beroperasi alias parkir. Meski tak beroperasi, pajak alat berat tetap wajib dibayar.
Tak hanya pajak kendaraan bermotor alat berat saja, Reni bilang, mereka harus bayar pajak lain seperti pajak parkir di pelabuhan dan pajak air tanah. "40% dari pengeluaran kami dominan untuk bayar pajak," terang Reni.
Pengusaha ingin adanya payung hukum yang jelas soal pajak alat berat.
Terkait masalah ini, Ali Nurdin, Praktisi Hukum menyarankan Aspindo dan asosiasi terkait membentuk gerakan nasional menolak bayar pajak alat berat. "Pemerintah saatnya mengkaji ulang alat berat tersebut," kata Ali Nurdin di Jakarta pada Kamis (23/06).
Ali menambahkan, alat berat lazim digunakan di suatu proyek seperti pertambangan dan konstruksi bukan untuk moda transportasi. Makanya alat berat tak bisa masuk kategori kendaraan bermotor. "Jika Kemendagri tidak ada respon, pilihannya adalah melakukan judicial review atas Perda-perda yang bermasalah tersebut," tambah Ali.