Harian Kontan, 19 May 2016
DPR akan memutuskan RUU Tax Amnesty pada rapat paripurna 14 Juni 2016
JAKARTA. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepertinya mulai melunak terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengampunan Pajak atau tax amnesty. Dalam rapat internal tertutup soal RUU ini, Rabu (18/5), Komisi XI DPR bahkan sudah menjadwalkan pengambilan keputusan terkait RUU Tax Amnesty pada 14 Juni 2016 di rapat paripurna DPR.
Untuk itu Komisi XI mengaku akan memprioritaskan pembahasan RUU ini pada masa sidang ke-V tahun 2016 yang dimulai Selasa (17/5) kemarin. Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PKS Ecky Awal Mucharam mengatakan, pembahasan RUU Tax Amnesty akan dikebut. Kalau perlu rapat dilakukan setiap hari. "Pembahasan mulai dilakukan hari Senin depan (23/5)," katanya, usai rapat internal, Rabu (18/5).
Berdasarkan rancangan jadwal kegiatan Komisi XI DPR, pada masa sidang kali ini agenda pembahasan RUU Tax Amnesty tingkat pertama ditargetkan selesai 9 Juni 2016. Kemudian pada 14 Juni 2016 akan dilakukan pengambilan keputusan di tingkat paripurna DPR.
Untuk mempercepat pembahasan RUU Tax Amnesty, Komisi XI DPR akan membagi permasalahan dalam beberapa kluster. Anggota Komisi Komisi XI dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Hendrawan Supratiko menyatakan, kluster akan disesuaikan dengan permasalahan yang ada.
Misalnya, dari kluster tentang tarif tebusan, akan dibahas dari masalah deklarasi aset tanpa melakukan repatriasi hingga melakukan repatriasi. Selain itu, kluster lain- nya seputar kepastian hukum bagi peserta tax amnesty.
Kepastian hukum, menurut Hendrawan, adalah pasal-pasal yang mengatur mengenai kepastian perlakuan atas data wajib pajak peserta tax amnesty. Intinya, para peserta tax amnesty ini tidak bisa diperkarakan dengan alasan data pajak.
Tarif masih jadi soal
Besar tarif tebusan memang menjadi salah satu persoalan pokok yang banyak dipermasalahkan. Ketua Panitia Kerja RUU Tax Amnesty yang berasal dari Fraksi Partai Gerindra, Soeprayitno mengatakan, ada sejumlah fraksi yang mempermasalahkan tarif tebusan yang terlalu rendah. Tarif yang terlalu rendah dianggap tidak sesuai dengan asas keadilan.
Dia mengatakan, sejumlah fraksi menganggap tarif tebusan yang pantas untuk pengampunan pajak adalah minimal 5% bagi yang hanya melakukan deklarasi aset.
Dengan tarif itu maka bukan hanya meminimalisir moral hazard tetapi juga meningkatkan penerimaan negara. Dalam RUU Tax Amnesty, pemerintah mengusulkan tarif tebusan bagi WP yang hanya mendeklarasikan harta berkisar antara 2%,4% dan 6%. Sementara bagi WP yang juga membawa hartanya ke dalam negeri akan diberikan tarif dengan kisaran 1%, 2% dan 3% sesuai jangka waktu permohonan tax amnesty.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengaku sudah mengetahui masalah krusial yang akan dihadapi dalam pembahasan RUU Pengampunan Pajak. Oleh karena itu dia menyatakan siap berdiskusi dan membahas permasalahan itu dengan DPR.
Bambang optimistis pembahasan RUU ini bisa selesai pada Juni 2016. Dengan begitu, mulai Juni tahun ini, Menkeu sudah bisa mengerek penerimaan negara. Pemerintah juga bisa mengajukan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBNP) 2016 setelah RUU ini disahkan.
Bagi Fraksi PDIP sebenarnya pemerintah bisa mengajukan pembahasan RAPBNP 2016 saat ini, tanpa perlu menunggu selesainya RUU Pengampunan Pajak. Pembahasan RAPBNP 2016 bisa pararel dengan RUU Tax Amnesty. "APBN-P bisa dibahas sekarang," kata Hendrawan. Jika paralel, kata Hendrawan, pembahasan RAPBNP 2016 bisa dimulai dengan membahas asumsi ekonomi. Sebab asumsi pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar dan lifting di APBN 2016 sudah tidak relevan.